• Home
  • Blog

share

Biodiversity Loss Bisa Bikin Kita Gampang Sakit?

22 Jul 2022

Biodiversity Loss Bisa Bikin Kita Gampang Sakit?

Walaupun tidak terlihat mata karena berukuran mikroskopik, sesungguhnya tubuh kita merupakan ekosistem yang rumit. 

Tubuh manusia merupakan rumah bagi ratusan triliun microbiome, yang berarti jumlah ini lebih banyak daripada sel tubuh itu sendiri.

Microbiome ditemukan paling banyak di usus, tetapi mereka juga mendiami kulit dan organ-organ lainnya

Peran microbiome dalam usus cukup krusial, mulai dari mencerna serat, memproduksi vitamin dan nutrisi, sebagai perantara pesan dalam sistem kekebalan tubuh, serta mampu memengaruhi suasana hati.

Penelitian menunjukkan, bahwa semakin banyak jenis microbiome di usus, semakin kuat dan sehat tubuh kita.

Microbiome yang beranekaragam ditemukan berfungsi lebih baik dibandingkan microbiome yang lebih sedikit jenisnya karena ketika satu jenis microbiome tidak dapat menjalankan sebuah fungsi, terdapat jenis lain yang dapat membantunya.

Bagaimana Biodiversity Loss Memengaruhi Kesehatan?

biodiversity loss terhadap kesehatan

Seiring majunya industri, lingkungan dan gaya hidup manusia juga ikut berubah dan memicu perubahan pola ekosistem microbiome usus yang disebut dysbiosis usus.

Istilah dysbiosis ini sering digunakan untuk merujuk pada komposisi microbiome yang tidak seimbang.

Mengutip Frontiers, hilangnya keanekaragaman microbiome atau biodiversity loss merupakan ciri paling umum ditemukan dalam dysbiosis usus.

Baca Juga: Apa Itu Gut Dysbiosis dan Cara Menyembuhkannya

Di beberapa gangguan kesehatan pencernaan seperti Crohn's disease, iritasi usus besar, diare, bahkan kanker usus besar, biodiversity loss selalu ditemukan.

Tidak hanya pada gangguan sekitar pencernaan saja, bahkan biodiversity loss juga ditemukan pada penyandang autisme.

Namun, para ilmuwan ini menjelaskan bahwa biodiversity loss bukanlah penyebab penyakit, melainkan hasil konsekuensi dalam proses berantai di tubuh.

Ilmuwan berteori bahwa faktor lingkungan dapat mengurangi keanekaragaman microbiome karena ikut berkurangnya spesies microbiome "predator".

Spesies predator ini berperan dalam mengontrol jumlah spesies microbiome manusia. Sementara itu, microbiome "mangsa" ini juga memiliki peran sebagai predator bagi spesies microbiome lainnya.

Dengan menurunnya jumlah predator, tentunya jumlah spesies mangsa menjadi meningkat dan justru memangsa spesies lain secara tidak terkendali. Akibatnya, terjadilah biodiversity loss atau turunnya keanekaragaman microbiome.

Salah satu yang berkontribusi terhadap biodiversity loss di masa modern ini adalah berkurangnya lahan hijau yang digantikan oleh berbagai bangunan.

Di sisi lain, persepsi bahwa semua mikroorganisme adalah sumber penyakit membuat banyak orang melakukan sterilisasi berlebihan dan tidak perlu, termasuk melarang anak-anak bermain di luar dan menyentuh tanah.

Padahal, tanah merupakan rumah bagi berbagai organisme yang paling beranekaragam. 

Dengan semakin terbatasnya interaksi dan paparan langsung dengan tanah, sistem kekebalan manusia juga semakin sedikit berkenalan dengan aneka microbiome.

Baca Juga: Hati-Hati, Kelebihan Konsumsi Gula Bisa Memengaruhi Kekebalan Tubuh!

Kaitan biodiversity loss dengan kesehatan manusia semakin diperkuat dengan hasil penelitian tentang angka harapan hidup antara warga perkotaan dengan pedesaan. 

Melansir The Conversation, diperkirakan pada tahun 2050, sekitar 70% populasi dunia akan tinggal di perkotaan. 

Walaupun hidup di kota memiliki sejumlah manfaat dan menawarkan kenyamanan, warga perkotaan di berbagai belahan dunia berisiko besar akan mengidap penyakit tidak menular, misalnya asma dan peradangan usus besar.

Penelitian di Indonesia dan Inggris menunjukkan bahwa penghuni kota memiliki angka harapan hidup yang lebih pendek dibandingkan mereka yang hidup di desa.

Mengembalikan Biodiversity 

mengembalikan biodiversity

Untuk mengembalikan keanekaragaman spesies di lingkungan setempat, tentunya diperlukan usaha yang tidak kecil.

Misalnya menanam kembali spesies tumbuhan yang sesuai dengan habitat setempat, serta meningkatkan jumlah ruang hijau yang aman dan mudah diakses penduduk.

The Conversation menambahkan, selain akses ruang hijau dan biru (perairan), akses terhadap nutrisi yang baik juga perlu ditingkatkan dan terjangkau. 

Dengan begitu, dukungan terhadap kesehatan manusia dengan cara membangun koneksi kembali dengan alam dapat menjadi strategi memulihkan situasi pasca-pandemi. 

Di sisi lain, WWF juga menekankan bahwa usaha-usaha mengembalikan biodiversity dengan strategi konservasi spesies dan lingkungan saja tidak cukup. 

Diperlukan perubahan besar-besaran cara manusia memproduksi makanan, mengurangi limbah, serta pola makan yang lebih sehat dan berkelanjutan.

Tak hanya lingkungan, namun biodiversity juga diperlukan di dalam ekosistem tubuh manusia, khususnya usus. 

Baca Juga: Bagaimana Diet Memengaruhi Keragaman Microbiome di Usus Kita?

Keanekaragaman microbiome di usus dipengaruhi kuat oleh makanan sehari-hari yang kamu konsumsi.

Apapun yang kamu telan, termasuk obat dan suplemen, akan ikut dikonsumsi microbiome usus kamu.

Untuk meningkatkan keanekaragaman, kamu juga perlu mengonsumsi makanan yang beranekaragam pula.

Contohnya jika kamu makan pisang setiap hari, maka microbiome di usus kamu akan didominasi oleh spesies yang menyukai pisang.

Jadi, usahakan untuk makan beranekaragam jenis makanan agar meningkatkan kesehatan kita.

Yuk, kenali lebih lanjut dunia microbiome dan bagaimana merawat keseimbangannya agar bermanfaat bagi makhluk hidup dan ekosistem di Nusantics Blog!

Referensi:

  • “An Atlas of Sheffield’s Green Spaces.” Improving Wellbeing through Urban Nature (IWUN), 2019, drive.google.com/file/d/1rflfQx73wUOhjWnohht4KbDFef9ySGR2/view.
  • Robinson, Jake. “Biodiversity Loss Could Be Making Us Sick – Here’s Why.” The Conversation, 4 Aug. 2020, theconversation.com/biodiversity-loss-could-be-making-us-sick-heres-why-143627.
  • Sudharsanan, Nikkil, and Jessica Y. Ho. “Rural–Urban Differences in Adult Life Expectancy in Indonesia.” Epidemiology, vol. 31, no. 3, 2020, pp. 393–401. Crossref, https://doi.org/10.1097/ede.0000000000001172.
  • “A Warning Sign: Where Biodiversity Loss Is Happening around the World.” World Wildlife Fund, 2021, www.worldwildlife.org/magazine/issues/summer-2021/articles/a-warning-sign-where-biodiversity-loss-is-happening-around-the-world.
  • Lozupone, Catherine A., et al. “Diversity, Stability and Resilience of the Human Gut Microbiota.” Nature, vol. 489, no. 7415, 2012, pp. 220–30. Crossref, https://doi.org/10.1038/nature11550.
  • “The More the Merrier. Why Diversity Matters for Your Gut Microbiome.” Zoe, joinzoe.com/post/gut-bacteria-diversity. Accessed 28 July 2022.
  • Mosca, Alexis, et al. “Gut Microbiota Diversity and Human Diseases: Should We Reintroduce Key Predators in Our Ecosystem?” Frontiers in Microbiology, vol. 7, 2016. Crossref, https://doi.org/10.3389/fmicb.2016.00455.

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Serenata Kedang