Blog
Tak Hanya "What You Eat", Tetapi "How You Eat" Juga Berpengaruh Terhadap Microbiome Kamu!
May 14, 2024 by Anita Desyanti
Share
Bukan sekadar apa yang kamu makan, tapi dari segi porsi akan berpengaruh terhadap kesehatan microbiome, yang berujung pada stabilitas imunitas.
Kamu pasti sering dengar, ya, quote “You are what you eat”? Istilah ini punya makna semua asupan makanan yang kamu masukkan ke tubuh, mewakili keadaan kesehatan kamu. Akan ada sejumlah efek yang ditimbulkan, entah itu sehat atau sebaliknya. Namun, tidak muncul secara langsung, melainkan dirasakan sekian tahun yang akan datang.
Mengingat sekarang momennya sedang puasa dan sebentar lagi Lebaran yang identik dengan kegiatan makan, sebisa mungkin jangan lupakan kebiasaan makan yang baik, ya. Tak hanya memperhatikan jenis makanan, namun hati-hati pula dalam segi jumlah. Karena apapun kamu konsumsi secara berlebih, sekalipun makanan bergizi, tetap tidak baik.
Khususnya ketika berbuka puasa, biasanya ada sensasi kalap, karena hampir 12 jam sudah menahan lapar dan haus. Begitu melihat berbagai sajian takjil dan menu untuk makan besar, nafsu tak tertahan - jadilah memasukkan apa yang terlihat enak di mata, padahal belum tentu dibutuhkan oleh tubuh. Misalnya, aneka gorengan yang pekat dengan minyak. Belum lagi minuman yang terlalu manis.
Baca Juga: 8 Fakta Mengejutkan Puasa bagi Kesehatan Kulit
Begitu juga dengan momen Lebaran, nih. Jangan sampai dijadikan ajang “balas dendam” karena sebulan penuh absen makan siang, lalu menjejali perut dengan nyaris semua hidangan khas Lebaran yang rata-rata bersantan, namun tak memperhatikan jumlahnya.
Padahal, bijak dengan jumlah makanan kamu, erat kaitannya dengan kesehatan sejumlah microbiome dalam tubuh kamu, lho. Hal ini punya korelasi kuat dengan daya tahan tubuh kamu melawan sejumlah penyakit. Kita bahas bagian selanjutnya, ya.
Di atas sempat disinggung ada hubungan antara jumlah makanan yang kamu konsumsi dengan kesehatan microbiome. Apa sih sebetulnya microbiome ini?
Microbiome terdiri dari triliunan mikroorganisme, tidak hanya bakteri tetapi juga jamur, bakteri, virus, dan archaea. Jumlah terbesar ditemukan di usus juga seluruh tubuh, bahkan hingga di kulit. Microbiome bahkan diberi label sebagai organ pendukung karena memainkan begitu banyak peran kunci dalam kelancaran metabolisme harian tubuh manusia.
Disebutkan dalam jurnal berjudul Effect of Diet on the Gut Microbiota: Rethinking Intervention Duration, usus manusia dihuni oleh triliunan mikroorganisme yang membentuk ekosistem dinamis yang terlibat dalam kesehatan dan imunitas tubuh melawan penyakit. Komposisi microbiome usus unik untuk setiap individu dan cenderung tetap relatif stabil sepanjang hidup, namun ada kalanya berfluktuasi, dan hal ini bisa diamati.
Baca Juga: 8 Hal yang Tak Disadari Membahayakan Microbiome Usus
Salah satu yang memengaruhi keragaman, komposisi dan stabilitas microbiome adalah diet yang dijalankan seseorang. Diet sini bukan membatasi jumlah makanan, melainkan mengatur asupan yang masuk, termasuk porsinya.
Seperti yang ditekankan dalam situs resmi WHO (World Health Organization), sangat disarankan untuk memperhatikan asupan yang masuk dari segi: jumlah atau porsi, variasi bahan makanan sebaiknya meliputi protein, karbohidrat, lemak, serat, vitamin dan mineral.
Nantinya, pola diet antara satu orang dengan yang lainnya akan berbeda. WHO mengingatkan, harus berdasarkan usia, jenis kelamin, gaya hidup, dan tingkat aktivitas fisik. Entah nantinya berbeda negara, budaya makanan lokal yang tersedia, hingga kebiasaan makan. Namun, prinsip dasar yang yang dipegang tetap sama: diet sehat.
Konteks budaya, makanan yang tersedia secara lokal, dan kebiasaan makan. Namun, prinsip dasar tentang pola makan sehat tetap sama. Misalnya untuk dewasa, setidaknya mengonsumsi 400 gram sayur dan buah setiap harinya. Selain itu, menjaga asupan garam kurang dari 5 gram per hari, membantu mencegah hipertensi, dan mengurangi risiko penyakit jantung, dan stroke pada populasi orang dewasa.
Misalnya, jika seseorang asupan seratnya terpenuhi dengan baik, dalam situs Harvard School of Public Health, disebutkan mengonsumsi makanan tinggi serat memengaruhi jenis dan jumlah microbiome di usus.
Serat makanan hanya dapat dipecah dan difermentasi oleh enzim dari microbiome yang hidup di usus besar. Asam lemak rantai pendek (SCFA) dilepaskan sebagai hasil fermentasi. SCFA berfungsi menurunkan pH usus besar, yang menentukan jenis microbiome yang ada yang akan bertahan di lingkungan asam ini.
pH yang lebih rendah membatasi pertumbuhan beberapa bakteri berbahaya seperti Clostridium Difficile. Penelitian yang berkembang tentang SCFA mengeksplorasi efeknya yang luas pada kesehatan, termasuk merangsang aktivitas sel kekebalan dan menjaga kadar glukosa dan kolesterol darah normal.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan rumus pola makan yang ramah untuk microbiome kamu adalah:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Find Us
Mon - Fri: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Privacy Policy
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Privacy Policy