• Home
  • Blog

share

Hati-Hati, Kelebihan Konsumsi Gula Bisa Memengaruhi Kekebalan Tubuh!

26 Aug 2021

Hati-Hati, Kelebihan Konsumsi Gula Bisa Memengaruhi Kekebalan Tubuh!

Banyak orang mengalami stres di masa pandemi seperti sekarang. Sebagian orang “lari” ke makanan -- terutama makanan manis -- untuk menyenangkan diri. Katanya, sih, hati yang senang bikin imunitas naik. Namun, studi membuktikan bahwa terlalu banyak mengonsumsi gula justru bisa menurunkan kekebalan tubuh. Nah, lho

Setelah mengonsumsi makanan yang tinggi kandungan gula, sel di tubuh sementara kehilangan agresivitasnya untuk menghalau penyakit. Konsep ini disebut 
sugar lethargy. Kondisi tersebut mulai kira-kira 30 menit setelah gula masuk ke tubuh dan bisa bertahan hingga lima jam.

Jadi, kalau kamu makan makanan manis lebih dari sekali sehari, kamu memengaruhi kemampuan sistem tubuh untuk melindungi dirimu. Ketika tubuh tidak dapat menjaga dirinya sendiri bahkan sekadar dari jenis bakteri tertentu, bagaimana dengan virus yang dapat bereplikasi dengan cepat?

 

Pengaruh Gula pada Keseimbangan Microbiome dan Kesehatan

pengaruh gula pada keseimbangan microbiome


Sistem imun sebagian besar tergantung pada fungsi saluran pencernaan, sehingga keseimbangan bakteri baik dan tidak baik di usus adalah hal yang wajib dimiliki. Penelitian menyarankan rasio 85% bakteri baik dan 15% bakteri tidak baik di usus. 

Nah, ketika kamu makan gula terlalu banyak, koloni bakteri tidak baik berkembang biak di usus dan mengganggu keseimbangan, sehingga bisa mengakibatkan sakit. Gula memengaruhi cara sel darah putih memerangi ancaman yang datang.


Baca Juga: Ingin Microbiome di Usus Sehat? Hindari 5 Makanan Ini!

Studi di jurnal Nutrients pada 2018 menunjukkan bahwa asupan gula yang tinggi meningkatkan kelimpahan relatif Proteobacteria (filum bakteri yang anggotanya terdiri dari bakteri patogen penyebab diare dan tukak lambung) di usus sembari menurunkan kelimpahan Bacteroidetes (bakteri baik). Keseimbangan microbiome terganggu sehingga sifat proinflamasi meningkat sedangkan kemampuan untuk mengatur keutuhan jaringan epitel dan imunitas mukosa menurun.

Berdasarkan penelitian di jurnal 
Nature Communications, diet yang tinggi gula sederhana tampak meningkatkan permeabilitas (sifat dapat ditembus) usus kecil pada manusia sehat. Penelitian di jurnal Nutrients 2018 tadi mengungkap bahwa perubahan microbiome usus, peradangan usus, dan permeabilitas usus pada akhirnya menyebabkan endotoxemia metabolik (ada endotoksin dalam darah yang berkaitan dengan inflamasi dan obesitas), meningkatnya akumulasi lemak, serta perlemakan hati (hepatic steatosis).

Kondisi tersebut terjadi tanpa perubahan berat badan, 
lho, atau disebut obesitas berat badan normal. Pada manusia, kondisi ini berkaitan dengan kelainan dalam proses metabolisme tubuh serta meningkatnya risiko mengalami sindrom metabolik (kondisi yang mengarah pada diabetes, penyakit jantung, dan stroke) dan disfungsi kardiometabolik (resistansi insulin, gangguan toleransi glukosa, ketidakseimbangan lemak dalam darah, hipertensi, dan akumulasi lemak di sekitar perut). Jadi, selain memberikan energi yang terlalu banyak, diet tinggi gula juga bisa memberi konsekuensi buruk berlipat-lipat pada kesehatan.

Baca Juga: Benarkah Microbiome yang Sehat Bisa Bantu Tubuh Kalahkan COVID-19?
 

Apa yang Terjadi Jika Proteobacteria Bertambah dan Bacteroidetes Berkurang?

proteobacteria


Menurut beberapa penelitian yang dikutip oleh sebuah studi di jurnal Nutrients pada 2020, meningkatnya Proteobacteria dan menurunnya Bacteroidetes mirip dengan kondisi disbiosis (ketidakseimbangan) microbiome yang berhubungan dengan gangguan metabolik, penyakit radang usus, dan masalah lain pada manusia.

Monosakarida berlebih yang tidak diserap di usus kecil bisa menguntungkan organisme yang bisa dengan cepat mempergunakan karbohidrat sederhana seperti 
Proteobacteria. Ini merugikan bakteri komensal lain yang khusus mengurai karbohidrat kompleks serta umumnya memiliki angka pertumbuhan yang lebih lambat.

Proteobacteria hanya ada sebagian kecil di microbiome usus yang sehat. Namun, jika jumlahnya meningkat secara tidak proporsional, inflamasi bisa terjadi.

Sementara itu, 
Bacteroides, genus dominan di filum Bacteroidetes, dikaitkan dengan sejumlah manfaat kesehatan seperti berkurangnya respons inflamasi di usus. Sebab, Bacteroidetes bisa meringankan efek endotoksin (toksin pada bakteri gram tertentu) serta memperkuat fungsi lapisan penghalang usus.
 

Gula Bisa Menyebabkan Diabetes dan Penyakit Lain

gula menyebabkan diabetes


Mengonsumsi gula secara berlebihan, terutama gula refinasi seperti sirop jagung tinggi fruktosa, bisa merusak tubuh melalui resistansi insulin. Kondisi ini membuat sistem imun berada dalam lingkaran setan karena tubuh harus terus menghasilkan insulin untuk membantunya sampai ke sel-sel tubuh.

Selain itu, penderita diabetes lebih rentan terkena COVID-19. Menurut 
Nate Favini, ketua medis di Forward, semakin banyak gula di sistem tubuhmu, semakin tinggi risiko kamu terkena virus corona. Gula bisa menyebabkan inflamasi di tubuh yang dapat berkontribusi pada masalah kesehatan kronis seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular.

Mengonsumsi terlalu banyak gula juga bisa menyebabkan kenaikan berat badan yang berkaitan langsung dengan kadar kolesterol tinggi dan risiko serangan jantung.


Baca Juga: Adakah Kaitan antara Microbiome Usus dan Kolesterol Kamu?

Penelitian mengindikasikan bahwa mengonsumsi 75-100 gram gula bisa berdampak buruk pada mekanisme pertahanan tubuh kita. Dua kaleng soda saja sudah mengandung 75 gram gula. Jadi, coba jaga konsumsi gula harianmu di bawah angka 75 gram dan tunggu minimal lima jam kalau kamu mau mengonsumsi makanan atau minuman manis lagi.

Selain menjaga asupan gula, kamu juga bisa menjaga keseimbangan 
microbiome untuk kekebalan tubuh dengan menerapkan pola hidup sehat, minum air putih, rajin berolahraga, istirahat secukupnya, dan mengelola stres dengan baik. Niscaya, tubuh pun jadi lebih fit dan siap ketika berhadapan dengan bakteri atau virus pembawa penyakit.

Tertarik membaca artikel menarik tentang 
microbiome, kekebalan tubuh, atau informasi seputar kesehatan lainnya? Yuk, mampir ke Nusantics Blog

Buat kamu yang mau mengetahui apakah 
microbiome kulit wajahmu sudah seimbang atau belum, yuk coba Biome Scan dari Nusantics! Biome Scan menggunakan teknologi swab di kulit wajahmu untuk tahu komposisi microbiome dan analisa kulit seperti tingkat sebum, melanin, glosiness, dan lain-lain. Biome Scan juga merupakan teknologi analisa microbiome kulit wajah pertama di Indonesia, lho! Buruan daftar di sini, ya.

Referensi:

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang