• Home
  • Blog

share

Tren Kecantikan dan Kulit selama Pandemi

7 Jan 2021

Tren Kecantikan dan Kulit selama Pandemi

 

Industri kecantikan global – terdiri dari industri perawatan kulit, kosmetik berwarna, perawatan rambut, parfum, dan perawatan tubuh – terguncang karena krisis COVID-19. Penjualan di triwulan pertama tahun 2020 silam anjlok dan banyak toko ditutup. Firma konsultasi manajemen asal Amerika Serikat McKinsey & Company memperkirakan pendapatan industri kecantikan global turun 20-30% di 2020. 

Industri kecantikan global menghasilkan penjualan sebesar USD 500 miliar setahun dan melibatkan jutaan pekerjaan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Di tengah krisis seperti ini, pemimpin industri bertanggung jawab melakukan yang terbaik untuk memastikan perusahaannya dapat bertahan.

Menurut Oliver Wright, 
managing director di Accenture, situasi pandemi saat ini akan menentukan arah industri kecantikan sampai sepuluh tahun ke depan.
 

Tren Kecantikan Global selama Pandemi COVID-19

tren kecantikan selama pandemi


Lantas, bagaimana pandemi akan mengubah tren kecantikan global dalam jangka pendek dan jangka panjang? Berikut rangkuman dari McKinsey Global Consumer Sentiment Survey April 2020 dan cosmeticsdesign-europe.com:
 

1. Anjloknya Penjualan Kosmetik Berwarna dan Parfum


Di awal pandemi, kosmetik berwarna dan parfum adalah kategori yang terdampak paling parah. Lockdown, bekerja dari rumah, menjaga jarak, dan memakai masker menyebabkan banyak konsumen berpikir tidak perlu memakai make up atau parfum. Sebab, kebutuhan sekunder seperti ini seringkali diasosiasikan dengan sosialisasi dan keluar rumah.

Bahkan di saat konsumen kembali bekerja di kantor, masker tetap dipakai sehingga kebutuhan akan kosmetik tetap rendah. Pembelian kosmetik dan parfum mewah anjlok hingga 55% dan 75% dibanding tahun 2019. Di masa seperti ini, konsumen lebih memprioritaskan kebersihan dan higienitas.

Namun, ada pengecualian. Lipstik memang tidak laku karena masker, tapi menurut laporan Alibaba, penjualan kosmetik mata justru meningkat 150% dari bulan ke bulan pada pertengahan Februari 2020.

Selain itu, belakangan penjualan 
make up dan parfum perlahan bangkit. Maraknya penggunaan konferensi video membuat konsumen mulai kembali berdandan dan merawat diri. Selain itu, konsumen rindu dengan wangi familiar yang memicu perasaan nostalgia, bahagia, dan tenang di masa berat seperti ini.
 

2. Higienitas Jadi Prioritas


Sebagai salah satu produk wajib punya untuk mencegah penularan COVID-19, hand sanitizer laris diborong di awal puncak pandemi. Industri kecantikan pun bergerak cepat mengalihkan produksi mereka ke hand sanitizer dan produk pembersih untuk memastikan stok di pasar tetap tersedia serta pasokan ke klinik, rumah sakit, dan petugas garda terdepan tetap aman.

Penjualan produk perawatan tubuh seperti sabun mandi dan sabun cuci tangan, pasta gigi, dan 
mouthwash juga ikut melambung. Hal ini didorong oleh kebutuhan untuk memastikan tubuh tetap terjaga higienitas dan kebersihannya di tengah meningkatnya transmisi virus Corona. Permintaan yang tinggi menyelamatkan perusahan besar seperti Colgate-Palmolive, Johnson & Johnson, serta Unilever dari kebangkrutan.

Konsumen pun kini lebih selektif dalam memilih produk kecantikan. Daftar bahan-bahannya diteliti, aplikator sanitasi lebih disukai, serta kemasan yang aman menjadi prioritas.

 

3. Tren Merawat Diri


Untuk melawan hal-hal negatif terkait COVID-19, dan juga karena lebih banyak waktu di rumah, konsumen mulai berinvestasi pada perawatan diri. Mandi jadi lebih lama, menggunakan produk perawatan kulit kelas atas, bahkan mengikuti program mindfulness dan kelas yoga lewat brand kecantikan.

Ada lonjakan penjualan produk mandi, perawatan kulit, kuku, rambut, dan tubuh selama pandemi, termasuk pula lilin, aromaterapi, dan produk detoks.

Konsumen juga semakin paham dan tertarik akan kesehatan kulit secara holistik. Banyak merek kecantikan mulai membicarakan tentang 
microbiome kulit dan beralih ke produk kecantikan yang ramah microbiome dan lingkungan seperti Nusantics Biome Beauty.

Konsumen juga mulai mencari wewangian yang membantu mereka untuk “kabur” sejenak dari stres serta menyukai tekstur menyenangkan dalam produk kecantikan. Produk kecantikan dan perawatan tubuh yang membawa ketentraman ke dalam rumah semakin diminati dan akan terus menjadi bagian penting rutinitas di bulan-bulan berikutnya.

 

4. Do-It-Yourself

do it yourself


Di saat PSBB dan tempat memanjakan diri (salon, spa, dan sebagainya) tutup, konsumen bereksperimen dengan produk perawatan diri DIY (do-it-yourself).

Sekarang, meskipun salon dan spa sudah kembali beroperasi, banyak orang masih memilih mewarnai dan memotong rambut serta merawat diri dan kuku mereka sendiri di rumah karena khawatir akan kontak fisik. Tren ini juga didorong oleh kesulitan ekonomi akibat kehilangan pekerjaan dan berkurangnya pendapatan.

 

5. Beralih ke Online


Sebelum krisis COVID-19, di kebanyakan pasar industri kecantikan besar, toko offline berkontribusi pada 85% pembelian produk kecantikan. Bahkan milenial dan Gen Z (kelahiran 1980-1996) Amerika yang mahir menggunakan internet hampir 60% pembelanjaannya dilakukan di toko offline.

Namun, dengan tutupnya 
outlet, peritel, stockist, dan bahkan bandara, sekitar 30% pasar industri kecantikan mati. Beberapa toko tutup selamanya, sedangkan toko-toko baru yang akan buka mungkin tertunda setidaknya setahun.

Konsumen pun beralih ke 
platform digital dan memenuhi kebutuhan mereka akan produk kecantikan lewat pengantaran online. Beberapa merek dan peritel produk kecantikan melaporkan penjualan e-commerce dua kali lipat lebih tinggi dibanding sebelum pandemi.

E-commerce direct-to-customer seperti website brand, platform media sosial untuk berbelanja, serta marketplace kini semakin bertumbuh. Di seluruh dunia, konsumen mengindikasikan bahwa mereka akan meningkatkan engagement dan belanja online mereka.

Karena itu, pemain di industri kecantikan sebaiknya memprioritaskan kanal digital untuk menangkap dan mengonversi perhatian dari pelanggan lama dan baru. Penggunaan kecerdasan buatan untuk mencoba 
make up dan bahkan menemukan dan melakukan kustomisasi perlu dimaksimalkan karena kekhawatiran akan keamanan dan higienitas masih mengganggu tes produk dan konsultasi perorangan.

Walaupun banyak toko 
offline kembali buka, traffic konsumen dan pendapatan tetap turun 9-43% dibanding sebelum COVID-19. Toko di mal lebih lambat lagi pulihnya. Banyak konsumen tetap memilih berbelanja online.
 

6. Produk Lokal dan Aman untuk Bumi Menjadi Pilihan


Di awal pandemi, konsumen cenderung memilih kemasan produk yang bisa dibuang dibanding yang bisa didaur ulang karena khawatir akan keamanannya. Namun, kepedulian terhadap bumi kini kembali naik dengan cepat, sehingga meningkatkan permintaan akan merek kecantikan yang ramah lingkungan dan komunitas.

Di tengah kesulitan ekonomi seperti sekarang, produk lokal dapat bertahan berkat gerakan “dukung produk lokal” ditambah dengan larangan bepergian ke luar negeri dan kekhawatiran akan 
sustainability di bidang transportasi dan produksi. Merek kecantikan berskala kecil juga menimbulkan rasa familiar. Usaha skala kecil juga biasanya dapat melayani kebutuhan baru dengan efisien.
 

7. Promo


Peritel dan merek kecantikan melakukan promosi gencar-gencaran untuk memikat konsumen yang berorientasi terhadap promo. Promosi juga membantu menghabiskan inventaris musiman yang belum laku. Seiring dibukanya kembali toko-toko offline, promosi juga akan dilakukan untuk meningkatkan traffic konsumen.
 

Efek Jangka Panjang COVID-19 terhadap Industri Kecantikan

efek jangka panjang covid industri kecantikan


Tentunya, pandemi Covid-19 memberikan dampak cukup besar bagi perekonomian dunia, termasuk industri kecantikan. Apa saja efek jangka panjangnya terhadap industri kosmetik?

  • Menyadarkan prioritas terhadap produk perawatan diri, termasuk produk yang aman dan ramah lingkungan.
  • Higienitas, terutama pada produk perawatan gigi dan mulut.
  • Digital. Pemain di industri kecantikan harus bekerja keras memenuhi ekspektasi dan tetap kompetitif karena dunia digital selalu berkembang.
  • Kecepatan inovasi semakin meningkat. Dari konsep sampai produk tersedia di pasaran harus terwujud dalam waktu kurang dari sebulan.
  • Beberapa perusahaan melakukan merger dan akuisisi di saat perusahaan lain bangkrut untuk mencari sumber modal baru.

​Industri kecantikan global tumbuh dengan stabil serta menciptakan generasi konsumen yang loyal. Terbukti pada krisis keuangan di 2008, pembelanjaan di industri ini hanya turun sedikit dan kembali naik pada 2010.

Meski dampak ekonomi pandemi COVID-19 terhadap brand dan peritel akan jauh lebih besar dibanding resesi yang pernah terjadi sebelumnya, ada tanda-tanda industri kecantikan bisa pulih dengan cepat.

Di Tiongkok, penjualan di industri kecantikan pada Februari 2020 anjlok hingga 80% dibanding 2019. Namun di bulan berikutnya, penurunan dari tahun ke tahun hanya 20%. Di situasi seperti sekarang, lonjakan ini terhitung cepat, lho! Jadi, industri kecantikan diprediksi tetap aman untuk jangka panjang.

Mudah-mudahan pandemi Covid-19 ini cepat berlalu dan keadaan bisa kembali normal, ya. Jangan lupa perkaya diri dengan wawasan tentang microbiome dan kesehatan supaya kamu bisa tetap aktif di masa-masa seperti sekarang ini. Kamu bisa baca artikel-artikel informatifnya di Nusantics BlogStay safe, ya!

Referensi:

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang