• Home
  • Blog

share

Biome Scan, Menyadarkan Saya Akan Pentingnya Kembali ke Bahan Alami

6 Apr 2021

Biome Scan, Menyadarkan Saya Akan Pentingnya Kembali ke Bahan Alami

Sekitar satu tahun lalu, saya melahirkan anak kedua saya. Rasanya senang sekali, pastinya. Apalagi setelah kelahiran anak kedua ini, buah hati saya jadi lengkap--putra dan putri.

Namun, nampaknya ada yang berbeda semenjak kelahiran kedua saya ini, terutama di bagian kulit wajah. Setelah diperhatikan, pasca melahirkan, wajah saya jadi gampang sekali berminyak, jerawat, dan iritasi.

Saya pun sudah mencoba berbagai macam 
skincare, dari yang murah sampai yang mahal. Tetapi, masalah kulit wajah tak kunjung membaik. Malah, yang ada belakangan komedo hitam pun mulai memenuhi area hidung saya.

Eh, tapi sebelumnya kulit wajah saya tidak seperti ini, lho. Sebelum hamil anak kedua, saya rutin menerapkan gaya hidup sehat, olahraga teratur, istirahat secukupnya, dan sangat mengurangi konsumsi lemak dan gula.

Apakah memang ada pengaruhnya? Atau keadaan kulit wajah saya ini sepenuhnya karena hormon?

Ada banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang menggantung di kepala saya setelah mengalami masalah kulit wajah ini. Beruntungnya, saya mendapat informasi tentang 
Biome Scan dari Nusantics.

Keadaan wajah saya yang saat ini kian membaik, tak dipungkiri karena saya mendapatkan jawaban-jawaban dari hasil
 Biome Scan ini.
 

Apa Itu Biome Scan?


Kamu pernah dengar apa itu Biome Scan? Pertama dan satu-satunya di Indonesia, Nusantics punya layanan yang dinamakan Biome Scan, nih. Lewat Biome Scan, kulit wajah kamu akan di-swab (yes, swab seperti PCR), tapi ini hanya di area wajah saja.

Kalau kamu memilih paket yang lengkap, selain di-
swab, kulit wajah kamu juga nantinya akan dianalisa lewat skin analyzer.

Lalu, apa gunanya Biome Scan? Dengan Biome Scan, kamu jadi bisa tahu seperti apa sih profil microbiome dan kondisi kulit wajahmu. Duh, microbiome itu apa? Microbiome merupakan mikroorganisme-mikroorganisme yang menghuni tubuh manusia, terdiri dari jamur, bakteri, virus, archaea, dan lain-lain. 

Nantinya, kamu bisa tahu apakah kulit wajahmu didominasi bakteri atau jamur, seberapa tinggi tingkat pH-nya, 
glossiness, sebum, hidrasi, dan lain-lain.

Jika kamu sudah tahu kondisi persis kulit wajahmu, tentu kamu bisa langsung tahu “masalah sebenarnya” kulit wajahmu, sehingga tidak asal tebak atau asal pakai 
skincare. 

Nah, yang serunya lagi, selain tahu profil microbiome dan analisa kulit, laporan Biome Scan juga akan memberitahu kamu bahan-bahan alami apa saja yang cocok buat kulitmu, lho.

Sebab, percaya tidak percaya nih, kondisi kulit setiap orang berbeda-beda, maka bahan-bahan alami yang bisa diterapkan pun berbeda.
 

Mencoba Biome Scan


Pengalaman Biome Scan saya dimulai pada hari Sabtu, bulan Maret silam. Sebetulnya sudah lama sekali saya mau melakukan Biome Scan ini. Namun, karena kendala harus meninggalkan dua anak di rumah, jadinya cukup lama saya membulatkan tekad untuk akhirnya pergi juga.

Proses 
Biome Scan dilakukan di Nusantics Hub, di daerah Senopati. Untuk sampai ke sini, cukup butuh waktu 45 menit saja dari rumah saya di Tangerang. Kantor Nusantics Hub cukup luas, jadi social distancing dan protokol kesehatan pun bisa diterapkan.

Saat saya tiba, saya segera mendaftar ulang di bagian resepsionis. Setelah itu, langsung disuguhkan teh bunga telang dan rujak. 
Wah, kenapa teh bunga telang dan rujak, ya?



Ternyata, teh bunga telang kaya akan manfaat, misalnya antioksidan, antikanker, cegah obesitas, cegah diabetes, antiinflamasi, dan lain-lain. 
Trus, kok rujak? Karena rujak isiya variatif, ada pepaya, semangka, bengkuang, mangga. Biar microbiome kamu seimbang dan sehat, kamu tentu butuh makanan yang variatif, seperti rujak misalnya. Keren, ya!

Baca Juga: 
21 Makanan yang Dapat Meningkatkan Bakteri Baik dalam Usus

Tak lama setelah itu, saya diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi sekitar 30 pertanyaan lewat situs web Nusantics. Dari yang saya ingat, beberapa pertanyaannya seperti berikut:

  1. Dari mana asal keturunan kamu
  2. Seberapa sering kamu konsumsi antibiotik
  3. Di daerah manakah kamu tinggal
  4. Apakah tempat tinggalmu mendapatkan matahari
  5. Apakah kamu tinggal di dekat pabrik atau laut

Eits, ternyata tidak sampai di situ saja. Setelah menjawab 30 pertanyaan lewat situs web, saya diajak berbincang lagi oleh Research Analyst dari Nusantics. Selain mengedukasi saya tentang apa itu microbiome, saya juga diwawancara kembali tentang kebiasaan dan lingkungan sekitar saya. Tujuannya, supaya hasil Biome Scan saya benar-benar unik, spesifik, dan sesuai dengan keadaan kulit saya yang sebenarnya.

Saat wawancara, saya diminta untuk masuk ke dalam ruangan private, sehingga rasanya jadi benar-benar seperti sesi konseling, nih! Beberapa pertanyaannya pun cukup unik, misalnya seperti:
  1. Saat menggunakan skincare, apakah kamu memikirkan dampak lingkungan juga?
  2. Berapa kali makan dalam sehari?
  3. Seberapa sering menyapu dan mengepel rumah?



Setelah sekitar 30 menit sesi wawancara, akhirnya Research Analyst lain -- Kak Amanda -- pun masuk dan izin untuk melakukan proses Biome Scan di wajah saya.

“Halo, Kak. Salam kenal, ya. Saya Amanda, akan melakukan proses Biome Scan di wajah Kakak hari ini. Nanti ada beberapa kali pengambilan ya, Kak. Di area pipi kanan kiri, dahi, dan hidung,” ujar Kak Amanda.

Prosesnya tidak lama, ternyata. Hanya sekitar 10 menit, swab test di wajah saya pun selesai dilakukan. Setelah itu, saya diajak untuk melanjutkan proses Skin Analyzer di ruangan berbeda.
 

Proses Skin Analyzer


Kalau swab test tadi untuk tahu profil microbiome kulit wajah, berbeda dengan skin analyzer, nih. Di ruangan yang berbeda dan mirip seperti akuarium, saya dijelaskan akan dianalisa kulit wajahnya untuk mengetahui tingkat sebum, hidrasi, tingkat melanin, tingkat erythema, tingkat glossiness, tingkat keasaman pH, penampakan pori-pori, dan bahan-bahan apa saja yang sudah terpapar di wajah saya sampai sekarang.

Di ruangan ini, ada sebuah alat besar yang nantinya akan “memfoto” wajah saya dari arah kiri, kanan, dan depan. Lalu, untuk mengecek poin-poin yang saya sebutkan di atas tadi, wajah saya di-scan beberapa kali menggunakan alat yang bentuknya seperti pulpen. Masing-masing alat berbeda gunanya. 



Prosesnya pun tidak lama, hanya sekitar 15-20 menit saja wajah saya sudah selesai dianalisa. Eh, tapi belum selesai sepenuhnya, ya. Sebab, hasil yang sebenarnya akan diberikan nanti sekitar 2 minggu setelah proses Biome Scan saya jalani.

Baca Juga: 
Kenapa Kamu Harus Coba Tren Skinimalism?


Hasil Laporan Biome Scan



Nah, setelah menunggu sekitar 2 minggu, akhirnya laporan Biome Scan saya keluar! Saya mendapatkan notifikasi dari e-mail bahwa laporan Biome Scan bisa diunduh di situs web-nya setelah login. 

Wah, penasaran banget! Hasil laporannya saja sampai 38 halaman, lho! Seperti apa ya profil microbiome dan hasil analisa kulit saya? Yuk, simak ulasannya di bawah ini.


Profil Microbiome

 

Well, kalau dilihat dari laporan Biome Scan saya, ternyata wajah saya didominasi hampir 90% oleh bakteri! Padahal, menurut data Nusantics, profil kulit sehat pada umumnya didominasi bakteri dengan komposisi fungal/jamur pada rentang 30-40%. 

Apabila fungal/jamur melebihi 30-40%, itu berarti saya diminta lebih berhati-hati dalam memilih produk perawatan kulit atau produk kecantikan. 

Dominasi bakteri di kulit wajah saya ini menandakan kalau kulit wajah saya sangat rentan terkena jerawat. Jenis jerawat pun banyak, 
lho. Ada yang mulai dari spektrum ringan hingga spektrum inflamasi yang masuk kategori berat.

Hmm… Pantas saja! Belakangan ini memang wajah saya sedang banyak-banyaknya tumbuh jerawat. Bukan jerawat yang besar, tetapi jerawat kecil-kecil yang punya nanah di dalamnya. Kalau istilah medisnya, jerawat pustula!
 

Hasil Skin Analyzer


Kalau tadi sudah ketahuan microbiome kulit wajah saya didominasi bakteri, lalu, gimana dengan hasil analisa kulit wajah saya? Berikut ulasannya!
 

1. Sebum


Sebum adalah minyak yang diproduksi tubuh dan dikeluarkan melalui kulit. Hasil saya, di bagian forehead dalam range Normal, di bagian cheek dalam range Oily. Sesuai dengan dugaan, karena kulit saya memang super oily!
 

2. Hydration


Hidrasi adalah kandungan air yang ada di kulit. Hasil saya, di bagian forehead dalam range Moisturized, di bagian cheek dalam range yang sama. Artinya, kulit saya sangat terhidrasi, karena memang setiap hari saya konsumsi lebih dari 2 liter air demi mendukung kelancaran ASI.
 

3. Melanin Content


Melanin adalah pigmen warna pada kulit yang berfungsi menyerap sinar UV untuk melindungi sel yang ada di bawahnya. Hasilnya, saya memiliki pigmen Type 3 yakni European Mixed/Very Fair Asian Skin. Menurut Kak Amanda, Type 3 ini masih harus menggunakan sunscreen saat keluar rumah, karena masih termasuk dalam kategori rentan terkena sinar UV.
 

4. Erythema Values


Erythema menggambarkan tingkat reaksi inflamasi yang nampak di kulit. Hasilnya, saya berada di level “High Erythema”, yang artinya tingkat inflamasi tinggi. Tak heran, karena saat ini kulit wajah saya sedang berjerawat dan cenderung merah atau meradang.
 

5. Glossiness


Glossiness merupakan kemampuan kulit dalam merefleksikan cahaya atau yang sering kamu dengar dengan terminologi “glowing” alias bercahaya. Hasilnya, saya berada di level Gloss atau level tertinggi range Glossiness ini.
 

6. Acidic Range


Acidic Range atau tingkat pH menggambarkan derajat keasaman di kulit. Supaya pertumbuhan microbiome seimbang, tingkat pH yang disarankan ialah 4.5-5.5. Sedangkan hasil saya, pH kulit wajah berada di level High pH atau di angka 5.5-6.5
 

7. Pori-Pori


Dari hasil analisa kulit, pori-pori saya tampak kecil. Ada pula orang yang pori-porinya nampak besar.
 

8. Zat yang Sudah Terpapar di Kulit Saya


Yes! Dari hasil skin analyzer, bisa ketahuan juga lho, zat-zat apa saja yang sudah terpapar di kulit wajahmu. Dari hasil saya, beberapa zat yang terlihat ialah cocamidopropyl betaine, butylene glycol, betaine, dan cocamide dea.
 

Rediscover, You!



Tahu enggak, kerennya lagi, dari hasil laporan Biome Scan, ada 1 chapter yang membahas secara spesifik tentang kulit masing-masing orang. Jadi, bisa dikatakan, dalam chapter ini, isi laporan saya bisa berbeda dengan laporan orang lain.

Dalam 
chapter ini, Nusantics seperti “menceritakan” kisah perjalanan kulit saya hingga sampai ke titik ini. Berikut screenshot-nya.

Nusantics juga memberikan beberapa saran supaya tubuh dan kulit bisa jadi tempat pertumbuhan microbiome yang baik. Perkaya ekosistem microbiome saya dengan cara “berani hidup”! Maksudnya, berani untuk mengubah pola hidup, seperti:

  • Konsumsi makanan seimbang, bervariasi, dan alami.
  • Cukup konsumsi air.
  • Hindari konsumsi antibiotik kecuali jika benar-benar diperlukan.
  • Rutin berolahraga dan berkeringat.
  • Kritis dalam menggunakan produk.
  • Rutin mengecek microbiome kulit wajah setahun sekali.
  • Cintai diri apa adanya.

Saya juga diminta untuk kontak dengan microbiome yang variatif dan seimbang. Misalnya dengan memperbanyak komponen alam seperti tanaman, luangkan waktu untuk dekat dengan alam, gunakan buah dan sayur organik, sering berlibur ke tempat yang punya biodiversitas tinggi.

Baca Juga: 
Apakah Terlalu Bersih Berdampak Baik untuk Kesehatan Kulit?
 

Rekomendasi Perawatan Kulit



Laporan Biome Scan juga memberikan rekomendasi perawatan kulit, lho! Misalnya, bahan-bahan alami apa saja yang cocok digunakan untuk wajah saya. 

Beberapa bahan yang baik untuk saya konsumsi ialah timun, chamomile, bunga mawar, buah tin/ara. 

Saya juga dianjurkan untuk menggunakan produk perawatan kulit yang lebih alami, yang banyak mengandung mentimun, kunyit, dan temulawak. Apabila mau mencoba Biome Beauty dari Nusantics, saya bisa menggunakan Frankincense Biome Spray Essence dan Gotu Kola Treatment Essence. Tetapi, selalu dimulai dengan skin fasting setidaknya 1 minggu.


Kulit Saya Sekarang


Setelah membaca laporan Biome Scan yang sangat spesifik dan “eye-opening”, akhirnya saya putuskan untuk mengubah beberapa hal dalam gaya hidup saya. Saya punya “niatan” untuk kembali ke gaya hidup saya sebelum hamil anak kedua.

Misalnya, mengurangi asupan gorengan, asupan yang manis, mengganti produk perawatan kulit ke bahan-bahan yang berbahan air dan alami, juga lebih sering keluar rumah untuk “bermain” dengan alam, dan tidak lupa untuk berolahraga minimal 15 menit per hari.

Saya yakin, dengan adanya perubahan yang walaupun terbilang kecil ini, pasti akan ada perubahan meski tidak signifikan dan besar.

Saya sudah mulai rutin melakukan perubahan-perubahan di atas selama 2 minggu. Hasilnya? Memang benar! Kulit wajah saya memang belum sepenuhnya bebas jerawat dan masih cukup berminyak. Namun, pertumbuhan jerawat jelas melambat.

Berbeda dengan beberapa bulan lalu, di mana kulit wajah saya sampai merah karena saking banyaknya tumbuh jerawat.

Untuk saat ini, jerawat pustula saya sudah sangat jarang sekali muncul. Jadi, saya bisa lebih fokus untuk mengobati jerawat yang memang sudah ada dan bekas-bekas jerawat sebelumnya.

Meskipun belum “merdeka”, tapi setidaknya perubahan ini membuat saya senang, semangat, dan pastinya cukup puas karena ada progress ke arah lebih baik. Mudah-mudahan, kulit wajah saya bisa kembali seperti sebelum hamil anak kedua.

Baca Juga: Beauty Trend 2021: Microbiome Skincare dan Kesadaran Masyarakat

Namun, yang belum saya sadari dari dulu ialah, produk skincare dan perawatan kulit yang kandungannya lebih alami atau bahkan benar-benar alami, memang jauh lebih baik dibandingkan dengan produk yang lebih banyak mengandung bahan kimia.

Malahan, karena Biome Scan ini, saya jadi lebih aware, kalau produk yang menjunjung bahan-bahan alami justru berasal dari produk-produk lokal, misalnya seperti Nusantics. Bangga, dong! Kenapa? Karena ternyata solusi masalah kulit wajah saya malah bisa diselesaikan dengan produk lokal, yang notabene malah lebih terjangkau harganya dibanding produk-produk skincare impor yang mahal.

How awesome is that?!

Yuk, buat kamu yang sampai hari ini belum menemukan solusi dari masalah kulit yang dialami, coba dulu saja lakukan Biome Scan! Supaya kamu bisa tahu “masalah” sebenarnya, dan bisa “membidik” tepat sasaran. Daftar Biome Scan di sini, ya!

Writer: Serenata Kedang

Editor: Serenata Kedang