• Home
  • Blog

share

Beauty Trend 2021: Microbiome Skincare dan Kesadaran Masyarakat

7 Jan 2021

Beauty Trend 2021: Microbiome Skincare dan Kesadaran Masyarakat

Bersiaplah akan gelombang produk skincare baru yang mendukung microbiome!

Di antara 2016 dan 2020, jumlah produk yang merujuk pada prebiotik dan probiotik bertambah drastis. Menurut agensi peneliti pasar 
Mintel, ada lebih banyak produk yang merujuk pada microbiome yang diluncurkan di setengah tahun pertama 2020 dibanding di seluruh 2018.

Konsumen yang sudah melek akan pentingnya menjaga kesehatan usus serta bagaimana probiotik (bakteri), probiotik (makanan bakteri), dan posbiotik (metabolit yang dihasilkan ketika probiotik mati) bisa membantu, kini mulai sadar akan 
microbiome kulit. Mereka tahu bahwa kulit adalah rumah untuk mikroorganisme dan ketidakseimbangannya bisa berakibat buruk.

Seiring semakin majunya penelitian tentang 
microbiome, begitu pula produk yang dihasilkan. Dulu, formulasi skin care probiotik menggunakan spesies bakteri dan klaim untuk kesehatan kulit yang umum saja.

“Berdasarkan riset dan ekspektasi pasar yang terus berkembang, formulasi kini bergerak menuju campuran sinbiotik yang melibatkan spesies/subspesies/
strain bakteri yang mendukung klaim kesehatan kulit tertentu,” jelas Paula Simpson, pakar integrasi kesehatan dan kecantikan.

Selain probiotik, prebiotik dan posbiotik juga semakin mendapat perhatian. “Bersama prebiotik yang mendorong kelangsungan hidup dan masa simpan probiotik, posbiotik juga menunjukkan beberapa manfaat untuk mendukung kesehatan kulit,” kata Simpson.

 

Tantangan untuk Brand Kecantikan

tantangan untuk brand kecantikan


Kini, semakin banyak brand kecantikan menanyakan kepada penyedia bahan baku tentang efisiensi dan aktivitas produk mereka terhadap microbiome kulit.

Menurut 
Mathias FleuryGlobal Category Manager sebuah perusahaan penyedia bahan baku produk kecantikan di Swiss, seluruh bahan baku perusahaan yang baru dikembangkan harus melewati “filter microbiome” untuk menentukan dampak dan manfaatnya terhadap microbiome kulit.

Ini akan menjadi cara bagi 
brand untuk memilih rekan penyedia bahan baku terbaik melalui penilaian ketat terhadap kemampuan microbiomic (teknologi yang memungkinkan studi microbiome) mereka.

Melalui kerjasama yang akrab inilah, 
brand kecantikan bisa merancang dan membentuk produk inovatif dengan nilai tambah nyata dan manfaat yang bisa dirasakan oleh konsumen akhir. Jadi, bukan sekadar janji-janji manis marketing.

“Konsumen masih sangat tertarik dengan bahan baku yang relatif dikenal akan kualitas dan manfaatnya, seperti kolagen, minyak, dan vitamin,” Fleury berpendapat. 
‘Back to basic’ adalah salah satu tren yang ia perhatikan. Konsumen mencari bahan yang familiar dan meyakinkan, seperti obat tradisional, bahan baku yang sedikit, transparansi, dan sebagainya.

Namun, lanjut Fleury, konsumen tidak sama sekali enggan mencoba bahan inovatif seperti 
hyaluronic acid, peptide, probiotik, dan ekstrak microalgae selama terbukti aman dan efisien. “Ini bisa jadi tantangan sekaligus peluang bagi brand untuk mencari keseimbangan,” ucap Fleury.
 

Edukasi Konsumen

edukasi konsumen


Namun, apakah konsumen harus langsung paham tentang microbiome? Menurut Simpson tidak perlu.

“Ilmu di balik 
microbiome berkembang lebih cepat dari yang bisa kita tangkap. Tantangannya adalah menyederhanakan ilmu seputar microbiome menjadi cerita yang ramah konsumen dan masuk akal. Jadi, meski microbiome sedang tren, konsumen mungkin belum mengerti mengapa mereka harus mulai memperhatikannya,” jelas Simpson.

Menurutnya, masih banyak PR yang harus dikerjakan untuk mengubah 
skin care probiotik menjadi tren makro di bidang perawatan kulit alami.

Meski demikian, konsumen merasakan manfaat dari edukasi 
microbiome usus beberapa dasawarsa lalu. “Kalaupun mereka masih kurang sadar tentang microbiome kulit dibanding microbiome usus, edukasi masih dalam level yang sangat tinggi. Konsumen tertarik mencari produk ramah microbiome yang tidak membahayakan keseimbangan microbiome dan menghargai keunikannya,” kata Shan Godbille, Market Intelligence Manager di perusahaan yang sama dengan Fleury.
 

Dampak Skincare dan Kosmetik terhadap Microbiome Kulit

dampak skincare terhadap microbiome kulit


Karena banyak hal berpotensi berdampak pada microbiome – termasuk usia, diet, dan gaya hidup – ketertarikan terhadap produk kecantikan berbasis microbiome diramalkan akan meningkat. 

“Menurut saya, akan ada produk baru yang menargetkan area berbeda yang belum pernah terpikirkan sebelumnya,” kata 
Julie O’Sullivan, peneliti pascadoktoral di APC Microbiome Irlandia.

O’Sullivan meramalkan, inovasi akan lebih fokus terhadap formulasi produk dan bagaimana setiap bahan bisa berdampak pada 
microbiome kulit. Sebab, setiap bahan baku yang diaplikasikan ke kulit bisa berdampak pada populasi bakteri. Padahal belum tentu itu tujuannya.

“Kita tidak ingin mengubah sistem yang sudah bekerja dengan baik. Jadi, tidak perlu berbuat banyak. Kita hanya ingin mendukung sistem yang sudah ada,” jelas O’Sullivan.


Make up yang kamu pakai juga berinteraksi dengan microbiome kulitmu, lho. “Ketika memakai pembersih, kamu juga harus menghargai microbiome kulitmu. Ini jadi cara pikir yang baru ketika kamu memakai make up dan skincare,” kata Audrey Gueniche, expert claim activator di sebuah perusahaan riset kecantikan.

Kulit manusia sudah punya mesin yang bagus di 
microbiome kulit yang sehat. Jadi, brand yang mengembangkan produk harus fokus menunjukkan cara menjaganya. “Tujuan sebenarnya adalah melindungi microbiome kulit, bukan merusaknya. Kalau rusak karena polusi, sinar UV, dan stres, produk harus bisa membantu microbiome kulit kembali ke fungsi yang benar,” kata Gueniche.

Gueniche mengatakan, pemahaman ilmiah terkait bagaimana faktor eksternal berdampak pada 
microbiome kulit sudah maju beberapa tahun terakhir. Hal ini bisa membantu inovasi produk. Langkah-langkah ilmiah sekarang sedang menuju pemahaman terhadap dampak biologi sel serta kaitan antara microbiome kulit serta epidermis dan dermis.

Microbiome kulit bukanlah tambahan lapisan penghalang kulit, melainkan sel aktif yang akan mendapat manfaat dari kecantikan dan kesehatan kulit,” tutup Gueniche.

Nah, buat kamu yang penasaran dengan 
skincare yang ramah microbiome, kamu bisa coba Nusantics Biome Beauty, nih. Skincare dari Nusantics ini aman digunakan untuk microbiome kulit, ramah lingkungan, tidak melakukan tes pada hewan, serta aman dari bahan-bahan berbahaya. 

Untuk itu, Nusantics juga siap berkolaborasi dengan brand-brand yang peduli terhadap keseimbangan 
microbiome, nih. Komposisi microbiome tiap orang atau lingkungan berbeda-beda dan sangat unik. Nah, Nusantics mengembangkan BiomeIndex berbasis artificial intelligence yang membantu menilai apakah komposisi microbiome seseorang sudah baik, produk atau lingkungan sudah atau belum seimbang. Tertarik berkolaborasi? Cek selengkapnya di sini.  

Referensi:

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang