• Home
  • Blog

share

Benarkah Cahaya Matahari Meningkatkan Bakteri Baik di Usus dan Vitamin D?

18 Aug 2021

Benarkah Cahaya Matahari Meningkatkan Bakteri Baik di Usus dan Vitamin D?

Kamu pasti sudah tahu kalau sinar matahari dapat meningkatkan vitamin D di tubuhmu, kan? Namun, ternyata efeknya tidak sebatas itu. Cahaya matahari juga bisa mengubah microbiome usus, kumpulan mikroorganisme terdiri dari bakteri, jamur, virus, dan archaea yang hidup di usus! Temuan menarik ini menunjukkan bahwa ada kaitan antara kulit dengan usus (skin-gut axis).

Pada manusia, 80% kebutuhan vitamin D harus dipenuhi melalui paparan sinar UVB dari cahaya matahari. Memperoleh vitamin D secara cukup dari makanan saja sangat sulit. Karena itu, orang-orang yang kurang terpapar sinar matahari (misalnya karena tinggal di dataran tinggi atau di musim dingin) memerlukan suplemen vitamin D untuk menekan respons proinflamasi.

Berdasarkan penelitian di jurnal 
Metabolism, kekurangan vitamin D dapat mendorong lingkungan inflamasi yang menyebabkan disbiosis (ketidakseimbangan) microbiome usus, bahkan pada individu yang sehat secara klinis. Penambahan vitamin D secara oral diketahui bermanfaat bagi orang yang mengalami penyakit inflamasi kronis.
 

Pengaruh Sinar UVB pada Microbiome Usus

sinar uvb pada microbiome usus


Kenaikan angka penyakit idiopatik imun dan inflamasi seperti multiple sclerosis dan radang usus di seluruh dunia dikaitkan dengan perubahan gaya hidup dan lingkungan ala Barat. Di antaranya adalah berkurangnya paparan terhadap sinar matahari/UVB yang berakibat pada terganggunya produksi vitamin D serta ketidakseimbangan microbiome usus. Meski berhubungan, belum ada kaitan langsung antara sinar UVB dan microbiome usus.

Baca Juga: Bagaimana Diet Memengaruhi Keragaman Microbiome di Usus Kita?

Untuk mengetahuinya, sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Frontiers in Microbiology melibatkan sembilan orang wanita yang minum vitamin D tiga bulan sebelum eksperimen dan 12 wanita yang tidak. Semua sukarelawan yang minum vitamin D dan satu orang dari kelompok yang tidak minum vitamin D memiliki kadar vitamin D yang cukup dalam darah mereka. Sisanya, kekurangan vitamin D.

Para partisipan lalu diberi paparan sinar UVB selama seminggu. Hasilnya, semua peserta mengalami kenaikan kadar vitamin D dalam tubuh mereka. 
Microbiome usus kelompok suplemen tidak berubah drastis. Namun, ada perbedaan signifikan pada komposisi microbiome wanita-wanita yang kekurangan vitamin D. 

“Sebelum terekspos UVB, mereka memiliki 
microbiome usus yang kurang beragam dan seimbang dibanding peserta yang rajin minum suplemen vitamin D. Nah, paparan UVB mendorong kekayaan dan kemerataan microbiome sampai pada level yang tidak dapat dibedakan lagi dengan kelompok yang minum vitamin D,” kata Prof. Bruce Vallance yang menulis studi tersebut.

Partisipan yang kekurangan vitamin D mengalami peningkatan kelimpahan setidaknya dua jenis bakteri “kurang baik” bagi tubuh, nih. 

Secara spesifik, ada kenaikan jumlah bakteri jenis 
Firmicutes (yang bisa menyebabkan tubuh menyerap kalori makanan lebih banyak, nantinya berhubungan dengan metabolisme dan obesitas) dan Proteobacteria, salah satu filum bakteri yang anggotanya terdiri dari berbagai bakteri patogen “populer”, seperti Salmonella (penyebab diare), Vibrio (penyebab kolera), Escherichia atau E. coli (jenis tertentu bisa menyebabkan diare akut), dan Helicobacter (penyebab tukak lambung).

Sedangkan jumlah bakteri 
Bacteroidetes (yang bisa membuat tubuh tetap langsing) malah menurun.

Baca Juga: Benarkah Produk Antibakteri Malah Lebih Berbahaya?
 

Komposisi Microbiome dan Kadar Vitamin D Berfluktuasi secara Musiman

komposisi microbiome dan kadar vitamin D


Observasi peneliti tadi mendukung temuan bahwa manusia menunjukkan fluktuasi musiman pada komposisi microbiome mereka, kemungkinan berbarengan dengan naik-turunnya kadar serum vitamin D di sepanjang tahun.

“Keragaman 
microbiome musiman mungkin tidak berefek jelas pada orang sehat, tapi bisa jadi penting bagi orang-orang dengan disfungsi imun. Beberapa penyakit inflamasi kronis menunjukkan pola musiman terkait keparahan penyakitnya. Kambuh dan menghilangnya sifat multiple sclerosis dan radang usus berhubungan kuat dengan kadar vitamin D,” tutur Vallance.

Hasil penelitian tersebut didukung oleh studi lanjutan yang dimuat di jurnal 
Gut Microbes terhadap microbiome usus Yanomami (penduduk asli hutan Amazon yang berburu dan mengumpulkan makanan). Setelah data dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, tampak bahwa Proteobacteria melimpah. 

Menurut jurnal 
Microbiology Open, Proteobacteria umum terdapat di microbiome usus mamalia yang sehat dan berperan penting menyiapkan usus untuk kolonisasi berturut-turut oleh anaerob yang dibutuhkan untuk fungsi usus yang sehat. Berdasarkan studi di Frontiers in Microbiology tadi, bisa jadi kelimpahan tersebut berkaitan dengan paparan sinar matahari alami.
 

Skin-Gut Axis

skin gut axis


Penelitian-penelitian di atas mengungkap keberadaan skin-gut axis yang bisa memberikan pengetahuan baru untuk meningkatkan kesehatan usus.

“Gaya hidup manusia yang berkaitan dengan terpaan sinar matahari perlu dipertimbangkan sebagai salah satu kekuatan yang mengatur 
microbiome usus. Ini menyoroti skin-gut axis baru, seperti yang dikatakan Vallance dan kawan-kawan,” ujar Liliane Costa Conteville, salah satu peneliti di jurnal Gut Microbes.

Namun, 
Else Bosman sebagai rekan peneliti Vallance mengaku sulit menyimpulkan seberapa banyak paparan sinar matahari yang diperlukan untuk menghasilkan vitamin D. Hal ini tergantung pada jenis kulit masing-masing serta jumlah radiasi UV di tempat kita tinggal. “Selama studi, kami menggunakan lampu UVB khusus yang tidak menyebabkan kulit terbakar,” tegas Bosman.

Baca Juga: Benarkah Usus Berkaitan dengan Cara Kerja Otak?

Jadi, tidak heran ya kalau memang di masa pandemi seperti saat ini, kita sangat dianjurkan untuk sering berjemur. Sebab, paparan sinar matahari di pagi hari dipercaya bisa meningkatkan vitamin D dan kekebalan tubuh.

Namun, selain berjemur, kamu juga perlu menerapkan pola hidup sehat, rajin berolahraga, minum air putih, istirahat secukupnya, dan kelola stres sebaik mungkin supaya 
microbiome di usus tetap terjaga keseimbangannya.

Pastikan juga kondisi rumah atau lingkungan kerja kamu sudah bebas virus atau bakteri patogen, ya. Kamu bisa mencoba layanan 
Covid Air Scan dari Nusantics, yang bisa memonitor dan memberitahu kamu apakah microbiome udara di lingkungan kamu sudah aman atau belum. Semoga sehat selalu!

Referensi

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang