Blog
Adakah Microbiome dalam Butiran Salju?
July 22, 2021 by Lintang Zahrima Kalsum
Share
Siapa yang nge-fans banget dengan musim salju? Walaupun Indonesia tidak punya musim salju, tapi pastinya kita sering melihatnya di film-film, ya. Beberapa film dengan tema musim salju yang paling populer dan wajib kamu tonton misalnya Harry Potter, The Polar Express, Narnia, atau The Shining. Sudah nonton semua?
Meskipun di Indonesia tidak ada musim salju, tapi kamu penasaran tidak sih, sebenarnya apa itu salju, apa kandungannya, dan adakah “makhluk hidup” di dalam salju?
Salju adalah bentuk padat air dari atmosfer atau awan yang telah membeku menjadi kristal padat. Meski hanya berupa air, tidak menutup kemungkinan ada “makhluk hidup” di dalamnya, lho. Makhluk hidup itu adalah… microbiome!
Microbiome adalah kumpulan mikroorganisme, terdiri dari bakteri, virus, jamur, archaea, dan lain-lain. Microbiome menghuni alam sekitar kita, mulai dari tanah, udara, dan air. Bahkan, tubuh manusia sendiri pun sebagian besar terdiri dari microbiome!
Baca Juga: Pelesir ke Pantai Bisa Mengubah Microbiome Kamu, Kok Bisa?
Namun, sebelum membahas salju dan microbiome, tahukah kamu jika musim dingin merupakan musim yang paling banyak mendatangkan penyakit?
Manusia memiliki sistem kekebalan tubuh yang didapatkan dari vitamin D. Sedangkan vitamin D paling baik didapatkan dari sinar matahari. Sejumlah penelitian, seperti dari The British Society for Allergy and Clinical Immunology dan Taylor and Francis telah menguji dan mendapatkan manfaat vitamin D, di antaranya untuk kelancaran pernapasan, kesehatan kulit (pencegahan alergi), dan usus.
Saat musim salju, matahari jarang muncul. Itulah mengapa kekebalan tubuh manusia akan lemah di musim dingin. Dengan kekebalan tubuh yang lemah, kita jadi lebih rentan terserang penyakit.
Warren dan Hudson dalam penelitian American Society for Microbiology, meneliti salju yang diambil di permukaan Kutub Selatan dan menemukan bukti metabolisme bakteri, yang mana berarti benar bahwa di dalam butiran salju terkandung microbiome.
Meski musim salju menghambat sinar matahari, tapi di dalam salju terkandung microbiome yang bisa menghambat patogen, lho. Hmm… Apakah benar?
Seperti yang sudah disampaikan di atas, salju adalah bentuk padat dari air. Bentuk salju bermacam-macam, ada yang berbentuk jarum, tabung, pakis, hingga bintang. Butiran salju sangat kecil sehingga tidak bisa dilihat dengan mata telanjang dan harus menggunakan mikroskop.
Lantas, apa saja microbiome yang terkandung di dalam salju, ya?
Bakteri jenis ini sangat menguntungkan bagi tanaman karena tanaman sangat membutuhkan nitrogen. Nitrogen pada tanaman digunakan untuk pembentukan zat hijau daun (klorofil), sangat penting untuk berfotosintesis dan merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman secara keseluruhan, terutama pertumbuhan akar, batang, dan daun.
Bakteri jenis Bacteroidetes adalah bakteri yang memang hidup di dalam mulut manusia. (Baca di sini tentang oral microbiome di tubuh manusia). Bacteroidetes memberi manfaat untuk mencegah perkembangbiakkan mikroorganisme dari luar, sehingga dapat membentuk pertahanan diri di tubuhmu.
Sedangkan bakteri Bacteroidetes jenis Flavobacteriaceae juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak rantai pendek, yang sangat berpengaruh menghambat pertumbuhan patogen.
Baca Juga: 5 Bakteri dengan Manfaat Unik dalam Usus
Nah, microbiome yang terdapat di lapisan luar salju lebih sedikit daripada yang terkandung di dalamnya. Ini masuk akal, karena kandungan di dalam salju tidak terkontaminasi oleh faktor eksternal yang bisa membunuh bakteri itu sendiri.
Namun, isu beberapa waktu lalu mengenai salju cukup membuat sedih. Dilansir dari situs web The Guardian, tahun 2020 lalu warna salju yang tadinya putih bersih kini berubah warna menjadi merah muda dan cenderung gelap.
Perubahan warna ini disebabkan karena pertumbuhan alga yang pada akhirnya mempercepat perubahan iklim. Alga ini dipastikan tidak berbahaya oleh peneliti karena merupakan fenomena alam alami selama perubahan musim semi dan panas.
Tetapi, alga ini akan mempercepat es mencair karena sejatinya semua yang menggelapkan salju akan mengakibatkannya mencair.
Kemunculan alga ini memang fenomena alami, tapi dipercepat akibat pemanasan global. Sedihnya, pemanasan global muncul salah satunya karena pola hidup manusia juga. Penggunaan CFC berlebihan pada alat rumah tangga (AC dan kulkas), efek pembakaran minyak bumi, efek rumah kaca, boros penggunaan listrik, dan lain sebagainya. Melansir penelitian berjudul Alpine Snow Algae Microbiome Diversity in the Coast Range of British Columbia, pemanasan global juga mengancam keberadaan microbiome di dalam salju.
Baca Juga: Mengenal Soil Microbiome dan Pengaruhnya pada Perubahan Iklim
Kalau sudah begini, nampaknya penghematan listrik dan perubahan hidup sudah menjadi kewajiban, dan bukan pilihan lagi, ya. Sebab, perubahan besar selalu dimulai dari perubahan kecil, yang jika dilakukan bersama-sama dan massal, hasilnya akan terlihat dan terasa.
Yuk, semangat hidup sehat dan hidup minimalis!
Sebagai perusahaan bioteknologi yang berfokus pada riset dan teknologi microbiome, Nusantics juga memiliki layanan Covid Air-Testing, nih. Layanan ini bisa mendeteksi dan memonitor keberadaan microbiome di udara, termasuk virus Covid-19 di manapun kamu berada. Tertarik mencoba? Cek selengkapnya di sini, ya!
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Find Us
Mon - Fri: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Privacy Policy
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Privacy Policy