Blog
Pelesir ke Pantai Bisa Mengubah Microbiome Kamu, Kok Bisa?
June 30, 2021 by Fitria Rahmadianti
Share
Berenang dan berselancar di pantai atau sekadar duduk-duduk menikmati deburan ombak memang bisa membuat hati bahagia. Sehabis dari pantai, ternyata kamu tidak hanya akan membawa pulang kenangan, koleksi kerang, dan kulit yang lebih cokelat, tapi juga beragam mikroorganisme (jamur, virus, archaea, bakteri) dan molekul dari air laut di kulitmu!
Ketika ombak menabrak daratan dan gelembung-gelembung kecil di permukaan air laut pecah, partikel dari laut berubah menjadi aerosol berupa kabut halus. Bermacam-macam mikroba, virus, dan molekul “meloncat” dari laut dan bisa mendarat pada permukaan atau tertahan di udara.
Apa yang menempel di permukaan bisa datang dari laut, atmosfer, atau pasir. Karena peneliti dari Scripps Oceanography hanya tertarik pada mikroorganisme yang tersembur dari laut, mereka harus menggunakan simulator atmosfer laut untuk mengeliminasi kontaminasi dari sumber darat.
Peneliti menemukan bahwa tidak semua mikroba menjadi aerosol secara merata. Mikroba tertentu lebih mudah terbawa ke udara sementara mikroba lain tidak. Bakteri-bakteri yang berkaitan erat memiliki sifat aerosolisasi yang mirip dibanding yang tidak berhubungan dekat.
Dibanding bakteri, virus pada umumnya tidak berubah jadi kabut halus (teraerosolisasi) dengan baik. Peneliti memang melihat virus 10 kali lipat lebih banyak dibanding bakteri di lautan, tapi jumlah keduanya hampir setara pada air laut yang terpercik (sea spray).
Baca Juga: Dampak Sampah Plastik Terhadap Microbiome di Air
Mekanisme yang mengontrol bakteri dan virus mana yang terbang ke udara belum diketahui secara pasti. Namun, mikroorganisme yang teraerosolisasi memiliki efek jangkauan yang jauh. Percikan air laut telah terdeteksi di bagian tengah Amerika Serikat, 1.400 kilometer dari pesisir. Bakteri di aerosol bisa berpindah sejauh 11.000 kilometer dan bertahan di udara selama berhari-hari hingga berminggu-minggu.
Mikroorganisme yang lebih mudah terbawa ke udara kemungkinan memiliki pengaruh lebih besar terhadap sifat iklim, diawali dengan pembentukan awan. Awan terbentuk ketika molekul air berkondensasi di permukaan seperti mikroorganisme dan molekul yang mereka hasilkan. Jadi, percikan air laut adalah sumber potensial “benih awan”yang akan memengaruhi curah hujan dan suhu.
Seorang peselancar sekaligus kandidat doktor ilmu kimia di UC San Diego, Cliff Kapono, menjalankan Surfer Biome Project. Ia ingin menguji teorinya bahwa paparan jangka panjang terhadap laut bisa mengubah peselancar dalam level molekular. Ia melakukan tes usap pada papan selancar dan kulit peselancar serta memeriksa tinja mereka di laboratorium.
Hasilnya, ia menemukan indikasi awal bahwa laut dapat mengubah peselancar dalam tingkat molekular dasar. Mikroorganisme yang hidup di kulit peselancar juga terdapat pada hiu, berang-berang, dan bulu babi, atau dengan kata lain semua hewan yang hidup di laut.
Bagi Kapono yang orang asli Hawaii, kaitan tersebut menjadi pengungkapan sekaligus penegasan akan kepercayaan budayanya bahwa manusia dan alam saling terjalin dan keduanya bisa mengubah satu sama lain.
Baca Juga: Dunia Tak Kasat Mata yang Menjadikan Kita Manusia
Peneliti dari University of California, Irvine mengambil sampel dari sembilan sukarelawan di pantai Huntington, California, sebelum berenang dan setelah tubuh mereka kering karena udara. Sampel juga diambil 6 dan 24 jam kemudian.
Setelah berenang, tubuh semua sukarelawan diselimuti bakteri laut, termasuk patogen (bakteri merugikan) potensial dengan genus Vibrio. Dalam beberapa kasus, konsentrasi bakteri laut 10 kali lipat yang ditemukan dalam air.
Peneliti memperingatkan bahwa kemunculan patogen potensial tersebut bisa meningkatkan risiko infeksi setelah terpapar air laut.
Peneliti dari Scripps Oceanography memang menemukan rangkaian DNA dari bakteri yang berpotensi patogen, termasuk strain unggas Escherichia coli dan strain baru Legionella. Bagaimanapun juga, bakteri-bakteri tersebut tidak ditemukan di air laut.
Sulit menafsirkan apakah mikroorganisme-mikroorganisme tadi berasal dari komunitas pesisir, meski penelitian menunjukkan bahwa ada peningkatan bukti keberadaan kontaminan enteric (virus yang menyebar lewat jalur feses dan oral) di air laut pesisir.
Walau penelitian ini tidak dapat menyimpulkan apakah percikan air laut baik atau buruk untuk kita, jelas bahwa mikroorganisme di laut bisa berimplikasi besar terhadap kesehatan dan planet kita.
Baca Juga: Hiking dan Pengaruhnya bagi Tubuh, Pikiran, dan Microbiome
Marisa Nielsen, salah satu peneliti dari University of California, Irvine juga membantah bahwa hasil penelitiannya menganjurkan agar kita tidak berenang di laut. “Yang saya sarankan adalah mandi setelah berenang,” kata dia.
Jumlah bakteri laut di kulit mulai berkurang setelah 24 jam, tapi ada yang bertahan lebih lama. Meski demikian, kehadiran bakteri tersebut di kulit kita tidak otomatis berarti buruk dan tidak akan menyebabkan masalah pada orang sehat.
Kriteria untuk bisa ikut penelitian ini ketat, yakni sukarelawan bukanlah perenang rutin di laut, tidak sedang menggunakan antibiotik atau memiliki masalah kulit, tidak boleh mandi sehari setelahnya, dan tidak boleh memakai sunblock.
Meski artinya ukuran sampelnya kecil, menurut Nielsen, temuan penelitian ini masih jelas karena perbedaan pada microbiome kulit sebelum dan setelah berenang sangat besar.
Terlepas dari apakah baik atau buruk paparan microbiome dari laut ini untuk tubuh kita, yang jelas saat kamu pelesir ke pantai, kamu bisa refreshing, menyehatkan pikiran, dan membiarkan tubuh “bertemu” dengan mikroorganisme-mikroorganisme lain. Yang nantinya bisa membuat tubuh jadi lebih mengenal jenis microbiome lebih banyak dan mungkin membuatnya jadi lebih variatif.
Jangan lupa, sepulang jalan-jalan dari pantai, manjakan kulit wajah kamu dengan perawatan Biome Facial Spa yang menggunakan bahan-bahan alami, yang tak hanya aman bagi tubuhmu tapi juga bagi alam. Daftarkan diri di sini, ya!
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Find Us
Mon - Fri: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Privacy Policy
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Privacy Policy