Blog
Mengenal Soil Microbiome dan Pengaruhnya pada Perubahan Iklim
July 15, 2022 by Panji Kustiawan
Share
Pernahkah kamu merasa penasaran, mengapa ada tanah yang subur, ditanami apapun pasti tumbuh, tapi ada juga tanah yang “kurang beruntung” alias tidak pernah bisa ditanami tumbuhan?
Ternyata, sama seperti tubuh manusia, tanah pun dihuni oleh mikroorganisme yang tak kelihatan mata alias microbiome, lho. Istilah kerennya, soil microbiome.
Soil microbiome atau microbiome tanah diketahui memiliki peran besar dalam siklus biogeokimia dan penunjang pertumbuhan bagi tanaman. Soil microbiome juga berperan dalam perubahan iklim dan berdampak juga pada siklus karbon tanah.
Stabilitas soil microbiome merupakan kunci yang harus dipahami dalam mempelajari perubahan iklim. Yuk, cari tahu bagaimana soil microbiome dapat memengaruhi perubahan iklim!
Dalam jurnal Nature Reviews Microbiology disebutkan, soil microbiome atau microbiome tanah merupakan sekumpulan mikroorganisme dalam tanah yang dapat berupa bakteri, virus, fungi, ataupun archaea.
Microbiome tanah mengatur siklus biogeokimia makronutrien, mikronutrien, dan elemen lain yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan kehidupan hewan.
Perannya dalam emisi gas rumah kaca dan mediasi soil organic carbon (SOC, komponen zat organik tanah yang dapat diukur) sangat menarik dalam memprediksi iklim di masa depan.
Ternyata, perubahan iklim dan pergeseran penggunaan lahan dapat berdampak pada kesuburan tanah yang akan berdampak pula pada pertumbuhan tanaman.
Jasa soil microbiome terhadap ekosistem sangat penting untuk mempertahankan karbon tanah (komponen utama bahan organik tanah yang membantu memberi tanah kapasitas retensi air, strukturnya, dan kesuburannya), serta penyediaan nutrisi untuk tanaman.
Dengan kata lain, soil microbiome berperan besar dalam melestarikan tanah sehat untuk generasi mendatang.
Baca Juga: Pentingnya Microbiome Tanah dan Masa Depan Kita
Meskipun ada minat besar dalam mengatur mikroba tanah demi mengurangi efek perubahan iklim atau untuk merangsang pertumbuhan tanaman di bawah iklim yang berubah-ubah, masih ada tantangan signifikan untuk menerapkannya secara luas.
Mengapa? Karena informasi tentang potensi dan fungsi microbiome tanah yang beredar di masyarakat masih sangat minim. Sehingga, sulit rasanya menjelaskan bahwa salah satu penyebab perubahan iklim berasal dari adanya perubahan aktivitas soil microbiome.
Dalam jurnal berjudul Soil Microbiomes and Climate Change disebutkan bahwa tanah sangat bervariasi sifat biotik dan abiotiknya. Karena itu, sulit untuk mengeneralisasi dampak perubahan iklim pada soil microbiome di berbagai ekosistem tanah.
Bahkan dalam kelas tanah tertentu, terdapat perbedaan lokal dalam sifat hidrologi dan biogeokimia yang sebagian besar mengatur jenis mikroorganisme yang ada.
Contohnya, pH tanah memiliki pengaruh yang besar terhadap keanekaragaman dan kekayaan komunitas bakteri tanah. Begitu pula dengan salinitas atau kadar garam. Jadi, tidak heran kalau tanah di tempat tertentu ada yang subur dan ada yang tidak.
Setelah mengenal soil microbiome yang memiliki banyak fungsi bagi kehidupan di muka bumi, ada beberapa ekosistem tanah di dunia yang memiliki sensitivitas terhadap perubahan iklim, nih.
Semua ekosistem di tanah akan terdampak jika terjadi perubahan iklim, tetapi di bawah ini adalah daerah-daerah yang paling sensitif terkena dampaknya.
Ayo, siapa yang sudah pernah mengunjungi Kutub Utara? Kutub Utara adalah salah satu kawasan paling sensitif iklim di bumi, karena suhu rata-rata meningkat hampir dua kali lipat laju global.
Hal ini mengakibatkan perubahan pada lanskap, termasuk pencairan permafrost dan perubahan vegetasi. Permafrost sendiri adalah lapisan beku permanen di permukaan atau di bawah permukaan bumi yang terdiri dari tanah, kerikil, dan pasir yang biasanya diikat oleh es. Permafrost biasanya tetap pada suhu 0°C atau di bawahnya setidaknya selama dua tahun.
Saat iklim menghangat, permafrost mencair. Mikroorganisme di permafrost menjadi lebih aktif dan mulai membusukkan waduk yang sangat besar di darat.
Baca Juga: Bagaimana Microbiome Membentuk Dunia Kita
Beberapa penelitian terbaru menggunakan pendekatan molekuler untuk membuktikan peran komunitas soil microbiome terhadap pencairan permafrost.
Metagenome sequencing (metode untuk mengevaluasi keragaman dan kelimpahan mikroba di beragam lingkungan) mengungkap bahwa anggota komunitas dan potensi fungsi microbiome di permafrost berbeda dari yang ada di lapisan aktif yang cair secara musiman. Soil microbiome permafrost berubah dengan cepat setelah pencairan.
Hutan menutupi sekitar 30% dari total permukaan tanah dan memainkan peran penting dalam penyerapan karbon dengan sejumlah besar bahan organik stabil yang tersimpan di permukaan tanah. Tidak heran apabila kelestarian hutan sangat perlu dijaga demi membuat bumi tetap “sejuk” dan tidak kelebihan gas berbahaya seperti CO2.
Dengan meningkatnya suhu, keparahan kekeringan, dan frekuensi kebakaran, ekosistem hutan memiliki potensi untuk berubah dari net sink (penyerap karbon dioksida) menjadi net source (pelepas karbon dioksida) di masa mendatang karena penurunan produktivitas tanaman.
Kalau ini sampai terjadi, akan sangat mengerikan, bukan?
Komunitas jamur dan bakteri di tanah hutan telah terbukti merespons perubahan iklim. Namun, jenis mikroba dan respons spesifiknya berbeda di antara ekosistem hutan.
Hal ini sebagian karena perbedaan jenis dan kualitas serasah (bahan organik mati yang bisa dijadikan pupuk) yang bergantung pada komunitas tumbuhan (misalnya hutan pinus vs hutan gugur) dan perbedaan pH tanah.
Perubahan iklim diperkirakan akan mengakibatkan peningkatan suhu di daerah tropis sebesar 1,8-5°C di abad berikutnya. Jadi, bahkan di dalam bioma tertentu, lingkungan biogeokimia lokal sangat memengaruhi respons metabolisme mikroba terhadap perubahan iklim.
Tanah gurun (aridisols) dicirikan oleh kekurangan air dan kandungan bahan organik yang rendah. Karena luas wilayah kering global sepertiga dari permukaan planet, mereka secara kolektif menyimpan sekitar 27% dari total stok karbon organik darat.
Perubahan iklim mengakibatkan hamparan penggurunan tanah, dan lahan kering diproyeksikan meningkat 11-23% pada akhir abad ini. Studi lintas bioma telah menunjukkan bahwa komposisi komunitas mikroorganisme tanah gurun dapat dibedakan dari microbiome di ekosistem tanah lainnya.
Sebagian besar tanah gurun memiliki pH basa, dan pH diketahui sebagai penggerak utama komposisi komunitas mikroorganisme. Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa microbiome tanah pada lingkungan gersang membentuk cluster yang berbeda jika dibandingkan dengan bioma lain dengan pH tinggi.
Baca Juga: Peran Mikroorganisme pada Tanah yang Sehat
Komunitas soil microbiome terus berubah karena menanggapi ketersediaan sumber daya yang berubah. Beberapa tumbuh dengan cepat untuk menggunakan sumber daya saat tersedia, dan beberapa diadaptasi untuk tumbuh perlahan dan menggunakan substrat yang lebih kompleks secara kimiawi.
Pada tingkat umum, seiring dengan perubahan kondisi lingkungan, mikroba penghuni akan beradaptasi, menjadi tidak aktif, atau mati. Kemampuan untuk beradaptasi bergantung pada tingkat gangguan dan waktu yang diperlukan untuk mengakumulasi mutasi, mengatur transkripsi dan translasi gen, dan/atau mengakumulasi gen melalui transfer gen horizontal.
Karena habitat tanah merupakan sistem yang dinamis, sebagian besar mikroorganisme tanah telah mengembangkan strategi fenotipik untuk mengatasi perubahan kondisi lingkungan.
Apa yang dimaksud dengan strategi fenotipik? Secara umum, mikroorganisme menyesuaikan diri dengan stres yang disebabkan oleh perubahan iklim dengan mengubah alokasi sumber daya dari strategi pertumbuhan ke bertahan hidup.
Dalam jurnal Annual Review of Environment and Resources, perubahan iklim diperkirakan akan mengakibatkan peningkatan kekeringan yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan tanaman dan produktivitas pertanian.
Saat ini, ada peningkatan ketertarikan untuk melampaui penerapan tradisional inokulan sebagai pupuk hayati dan biopestisida, yakni memanfaatkan sifat menguntungkan mikroba PGP (plant growth promoting) untuk mengurangi konsekuensi merusak dari perubahan iklim.
Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa soil microbiome memiliki dampak cukup besar bagi perubahan iklim. Soil microbiome berpengaruh dalam beberapa aspek, seperti pertumbuhan tanaman, kesuburan tanah, hingga pengaruh fisikokimia yang berdampak pada pertumbuhan mikroba tanah.
Intinya, apapun yang kamu lakukan, selama masih berpijak di bumi, selalu ingat untuk menggunakan sumber daya alam secara bertanggung jawab, bijak memilih mana yang lestari dan bisa habis, serta tidak gegabah dalam memilih bahan-bahan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Contohnya adalah Nusantics yang menyediakan produk skincare Biome Beauty yang berbahan alami dan tidak menggunakan bahan berpotensi berbahaya. Selain itu, Nusantics juga aktif melakukan berbagai riset tentang soil microbiome atau air microbiome. Tujuannya adalah turut berperan menjaga kelestarian bumi dan mencapai Sustainable Development Goals 2030. Yuk, ikut jaga soil microbiome dan bumi!
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Find Us
Mon - Fri: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Privacy Policy
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Privacy Policy