• Home
  • Blog

share

Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern

15 Dec 2021

Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern

Mendengar kata “bioteknologi”, mungkin yang terbayang adalah para ilmuwan di laboratorium. Tidak salah, memang. Namun, sebenarnya, hal sesederhana roti dan tapai pun termasuk dalam produk hasil bioteknologi, lho! Inilah yang membedakan bioteknologi konvensional dan modern.

Bioteknologi terdiri dari tiga kata Latin, yakni bios yang berarti “kehidupan”, techno yang berarti “aplikasi”, dan logos yang bermakna “ilmu pengetahuan”. Secara simpel, bioteknologi adalah teknologi yang membuat hidup kita nyaman dan mudah dengan pemanfaatan benda-benda hidup, seperti bakteri, jamur, dan sebagainya.

Penggunaan tersebut bisa secara langsung atau tidak langsung, dari organisme hidup atau bagian atau produk organisme hidup, serta dalam bentuk alami atau bentuk modifikasinya. Istilah bioteknologi sangat luas dan melibatkan penggunaan bioteknologi tradisional (alias konvensional) serta teknik modern seperti rekayasa genetika. 

 

Aplikasi Bioteknologi dalam Kehidupan Manusia

aplikasi bioteknologi dalam hidup manusia


Secara umum, bioteknologi menggunakan material hidup atau produk biologis untuk menciptakan produk baru di bidang pangan, obat-obatan, medis, pertanian, dan lingkungan. Tujuan akhirnya adalah menguntungkan manusia.

Beberapa penerapan bioteknologi dalam kehidupan manusia sehari-hari dan industri adalah:

  • Pasta gigi yang dikembangkan secara bioteknologi.
  • Obat-obatan untuk mengontrol penyakit kronis seperti diabetes.
  • Produksi protein rekombinan.
  • Tanaman tahan hama.
  • Hewan yang menghasilkan susu lebih banyak.
  • Bahan bakar hayati yang bisa diperbaharui untuk memenuhi kebutuhan yang semakin meningkat.


Perbedaan Bioteknologi Konvensional dan Modern


perbendaan bioteknologi konvensional dan modern

Bioteknologi biasanya dibagi menjadi konvensional atau tradisional dan modern berdasarkan perkembangannya. Namun, sebuah artikel di Journal of Pharmacy and BioAllied Sciences membaginya menjadi tiga, yakni bioteknologi kuno, klasik, dan modern.
 

1. Bioteknologi Konvensional


Bioteknologi konvensional menggunakan mikroorganisme untuk mengubah bentuk atau kandungan gizi produk tertentu, misalnya kandungan enzimnya. Secara umum, bioteknologi konvensional digunakan untuk menghasilkan makanan.

Menurut Indonesia International Institute for Life Sciences (I3L), ciri bioteknologi konvensional adalah menggunakan benda hidup secara langsung, dan teknologi (peralatan dan teknik) yang digunakan sederhana. Contohnya adalah pembuatan tempe dengan Rhizopus oryzae dan kecap dengan Aspergillus wentii.

Kali ini, bioteknologi konvensional kita bagi lagi menjadi bioteknologi kuno dan klasik, ya.
 

a. Bioteknologi Kuno


Kebanyakan perkembangan di periode purbakala, yakni sebelum tahun 1800, bisa disebut sebagai “penemuan”. Setelah dipelajari, dapat disimpulkan bahwa semua temuan tersebut berdasarkan pengamatan umum tentang alam yang bisa diuji demi perbaikan hidup manusia di masa itu.

Di zaman purba, manusia memakan daging mentah saat menemukan hewan mati. Namun, saat cuaca buruk, makanan menjadi sulit didapat. Sesuai pepatah “kebutuhan adalah induk dari semua penemuan”, manusia purba mulai melakukan domestikasi produk pangan alias agrikultur. Mereka menanam tanaman pangan dekat tempat tinggal mereka agar kebutuhan dasar akan makanan bisa dengan mudah dipenuhi.

Manusia purba juga mulai melakukan domestikasi terhadap hewan-hewan yang tadinya liar. Hewan jadi tersedia lebih dekat dan manusia tidak perlu menghadapi bahaya perburuan.

Bahkan, manusia purba juga mulai mengenal teknik kawin silang pada hewan. Salah satu contoh tertuanya adalah mule, yakni keturunan keledai jantan dan kuda betina, yang digunakan untuk transportasi, membawa barang, dan diternakkan di saat belum ada traktor atau truk. Mule lebih mudah diperoleh dibanding hinny, yakni keturunan kuda jantan dan keledai betina.

Baca Juga: Ketahui Manfaat dan Risiko Adanya Bioteknologi

Metode pengawetan dan penyimpanan makanan juga mulai dikembangkan, yakni menggunakan gua dingin untuk penyimpanan jangka panjang serta wadah seperti kantong kulit atau mangkuk tanah liat untuk menyimpan makanan.

Setelah itu, barulah manusia menemukan keju sebagai salah satu produk bioteknologi langsung. Pembuatannya melibatkan paparan susu terhadap mikroba, tepatnya dengan menambahkan rennet (enzim di perut sapi) ke susu asam.

Ragi adalah salah satu mikroba tertua yang dieksploitasi oleh manusia. Ragi digunakan dalam pembuatan roti, cuka, serta produk fermentasi lain seperti wine, bir, dan sebagainya. Karena memiliki pH rendah, cuka dapat mencegah pertumbuhan mikroba tertentu. Karena itu, cuka bisa digunakan untuk mengawetkan makanan.
 

b. Bioteknologi Klasik


Fase ini dimulai pada tahun 1800 hingga hampir pertengahan abad ke-20. Berbagai observasi mulai bermunculan dan dengan bukti ilmiah. Setiap kontribusi dari individu berbeda membantu menyelesaikan teka-teki dan memberi jalan bagi penemuan baru.

Beberapa temuan bioteknologi di periode ini adalah:
  • Istilah “gen” yang dikemukakan Gregor John Mendel saat mempresentasikan Hukum Kewarisan (Law of Inheritance) di Austria.
  • Istilah “kromosom” yang diperkenalkan oleh Heinrich Wilhelm Gottfried Von Waldeyer-Hartz dari Jerman.
  • Vaksinasi cacar (small pox) dan rabies yang dikembangkan oleh Edward Jenner dari Inggris dan Louis Pasteur dari Prancis.
  • Penemuan antibiotika oleh Alexander Fleming di Inggris.


2. Bioteknologi Modern


Istilah bioteknologi modern digunakan untuk membedakan aplikasi bioteknologi yang lebih baru seperti rekayasa genetik dan fusi sel dari metode yang lebih tradisional seperti perkembangbiakan atau fermentasi.

Ciri bioteknologi modern adalah hanya menggunakan bagian dari mikroorganisme (DNA atau enzim) serta menggunakan alat dan teknik modern. Contoh bioteknologi modern adalah tanaman transgenik yang tahan hama serta IVF (metode bayi tabung), yakni proses pembuahan sel sperma dan telur yang dilakukan secara artifisial.

Bioteknologi modern mulai berkembang saat struktur dan fungsi DNA ditemukan, tepatnya di akhir perang dunia kedua. Pada 1953, JD Watson dan FHC Crick mempopulerkan model struktural DNA yang dikenal dengan sebutan ‘Double Helix Model of DNA’. Model tersebut mampu menjelaskan berbagai fenomena terkait replikasi DNA dan perannya dalam pewarisan.

Di periode ini, komunitas sains dunia sudah memiliki hampir semua alat dasar untuk aplikasi. Sebagian besar konsep dasar pun sudah dijelaskan, sehingga jalur penemuan ilmiah penting semakin terbuka.

Baca Juga: Peluang Karier Luas untuk Jurusan Bioteknologi, Apa Saja?

Bioteknologi memiliki potensi menguntungkan sekaligus menghancurkan. Kitalah yang menentukan apakah teknologi ini akan digunakan untuk membantu kemanusiaan atau untuk merusaknya.

Bioteknologi juga sudah membawa kenyamanan bagi kita hingga sejauh ini, tak terkecuali Nusantics. Nusantics merupakan perusahaan bioteknologi anak bangsa yang siap memudahkan kamu untuk mengenal lebih dekat dengan microbiome di kulit, juga lingkungan sekitarmu.

Apakah ke depannya kehidupan bisa diciptakan lewat tabung uji dan dirancang menggunakan pensil, komputer, dan bioinformatika sebagai alatnya? Kita lihat saja nanti!

Referensi:

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang