Blog
Dampak Sanitasi Berlebih Terhadap Lingkungan
October 25, 2021 by Agnes Octaviani
Share
Masyarakat modern saat ini, khususnya yang tinggal di perkotaan umumnya menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan. Kabar buruknya, para ilmuwan memperingatkan bahwa kurangnya aktivitas di luar ruangan dapat dihubungkan dengan berbagai masalah kesehatan kronis, misalnya alergi, asma, depresi, sindrom iritasi usus besar, dan obesitas.
Pandemi COVID-19 yang melanda dunia di tahun 2020 juga memicu para ahli untuk mulai meneliti mengapa bangunan yang dirancang steril dari mikroba sekalipun, dapat menjadi vektor penyakit, tak terkecuali COVID-19.
Mengutip Bloomberg, desain bangunan-bangunan yang tidak sejajar dengan lingkungan dapat menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya berbagai penyakit kronis dan pandemi saat ini.
Kurangnya aliran udara, sinar matahari, suhu, kelembapan, serta polusi udara dalam ruangan adalah masalah yang perlu ditangani. Tetapi faktor yang tidak kalah penting yang memengaruhi kesehatan manusia dan lingkungan adalah microbiome. Sayangnya, saat ini microbiome masih belum banyak menjadi bahan perbincangan yang utama.
Microbiome dapat diartikan sebagai kumpulan berbagai spesies mikroorganisme dalam sebuah ekosistem atau lingkungan yang meliputi bakteri, virus, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Walau tidak kelihatan tanpa bantuan mikroskop, microbiome sesungguhnya hadir dan hidup di mana saja, termasuk di tubuh manusia.
Pada manusia, microbiome memiliki peran dalam membantu memproduksi vitamin, hormon, dan zat kimia lain yang penting untuk sistem kekebalan tubuh, metabolisme, suasana hati, dan fungsi organ lainnya.
Tak hanya di tubuh manusia, lingkungan juga punya microbiome-nya sendiri. Setiap helaan napas kamu membawa masuk ratusan hingga ribuan spesies mikroorganisme. Juga ketika kamu berjalan, duduk, dan tidur, kamu akan dikelilingi microbiome.
Baca Juga: Bagaimana Microbiome Membentuk Dunia Kita
Penelitian berjudul Total Virus and Bacteria Concentrations in Indoor and Outdoor Air menunjukkan jumlah virus dan bakteri yang terdapat dalam microbiome udara dalam ruangan tidak berbeda banyak. Tapi, kamu tidak perlu parno, ya. Dari jumlah tersebut, virus dan bakteri yang terdapat di sana sebagian besarnya tidak berbahaya bagi kesehatan dan mungkin saja bermanfaat.
Seiring waktu, microbiome dapat beradaptasi di lingkungan sekitarnya, baik itu di sarung bantal atau sikat gigi, hingga area ekstrim seperti kepala shower, oven, dan freezer.
Sebagian microbiome ini berasal dari manusia, atau memakan sisa-sisa debu dari manusia. Dalam Bloomberg juga menyebutkan bahwa diperkirakan dalam satu jam manusia dapat menyebarkan sekitar 37 juta microbiome dan 8 juta partikel jamur. Dengan kecepatan ini, seorang manusia dapat memenuhi ruangan hotel dengan microbiome-nya dalam 24 jam saja.
Penyebaran infeksi virus COVID-19 yang begitu cepat membuat masyarakat mengambil langkah sanitasi dan disinfeksi yang lebih sering dan luas. Virus yang tidak terlihat mata menjadi momok di manapun, baik ketika beraktivitas di luar maupun dalam ruangan.
Permintaan cairan disinfektan pun meningkat drastis, terbukti dari alkohol dan hand sanitizer yang diborong habis dan stoknya langka di masa-masa awal pandemi tahun 2020. Tak jarang pula di ruang publik dan jalan raya dilakukan disinfeksi dengan menyemprotkan cairan disinfektan (alkohol atau air sabun) secara luas.
Sayangnya perlakuan sanitasi berlebih seperti ini memiliki konsekuensi tersendiri dari sudut pandang para ahli. Selain mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, menyemprot jalanan dan ruangan dengan disinfektan bukannya efektif, tetapi hanya membuang waktu dan uang karena beberapa alasan. Apa saja?
Alasan pertama, cairan disinfektan yang mengering di permukaan tidak lagi efektif untuk membunuh microbiome. Alasan lainnya karena virus SARS-Cov-2 kebanyakan menular melalui udara (airborne).
Tetapi ada risiko lebih serius yang mengintai untuk manusia sendiri jika aksi sanitasi seperti ini diteruskan. Pada umumnya disinfektan tidak dapat membedakan spesies microbiome yang bermanfaat atau yang bersifat patogen, sehingga dapat dipastikan hampir semua mikroorganisme yang terpapar akan mati.
Hal ini dapat memicu evolusi microbiome yang lebih kuat yang mampu bertahan hidup dari paparan disinfektan, contoh nyata dari praktek ini adalah bakteri yang resisten antibiotik.
Baca Juga: Benarkah Antibiotik Bisa Ikut Membunuh Bakteri Baik di Usus?
Langkah sanitasi secukupnya yang kamu ambil sehari-hari seperti mencuci tangan dengan sabun, memasak makanan hingga matang, dan membersihkan kotoran yang nampak sebetulnya sudah cukup efektif dalam meminimalisir paparan patogen dan mencegah kamu menjadi sakit.
Namun, karena kurangnya pemahaman akan peran microbiome untuk keseimbangan hidup, kini semakin banyak produk antimikroba yang diproduksi dengan konsentrasi di luar standar, mulai dari cat dinding, make-up, sabun antiseptik, dan lain-lain yang sebenarnya belum tentu diperlukan.
Salah satu penelitian yang membahas dampak sanitasi berlebih dikenal sebagai The Karelia Study. Penelitian yang dilakukan tahun 1998 ini meneliti hubungan antara kebersihan dengan penyakit di wilayah perbatasan Finlandia-Rusia yang disebut Karelia.
Singkatnya, hasil penelitian menemukan bahwa masyarakat perkotaan yang hidupnya “terlalu bersih” lebih mungkin untuk mengidap penyakit-penyakit peradangan seperti alergi. Di sisi lain, masyarakat yang hidup di pedesaan yang memelihara hewan dan bercocok tanam, risikonya lebih rendah.
Penelitian ini mendukung hipotesis bahwa alergi dan penyakit asma di masyarakat yang hidup modern adalah dampak dari kurangnya paparan lingkungan yang alami dengan microbiome yang lebih beragam.
Pada populasi anak-anak yang hidup di lingkungan dengan keragaman makhluk hidup, spesies microbiome mereka juga ditemukan lebih beragam dibandingkan anak-anak yang sensitif terhadap alergen.
Secara umum, efek sanitasi berlebihan akibat pandemi ini mungkin tidak memberikan dampak yang terlalu besar untuk jangka pendek, misalnya timbul masalah kulit akibat terlalu banyak menggunakan hand sanitizer dan sabun.
Tetapi untuk jangka panjang, khususnya pada bayi dan anak-anak butuh paparan ragam microbiome untuk melatih sistem kekebalan tubuh mereka. Mungkin saja, sistem kekebalan tubuh kamu justru akan melemah akibat sanitasi massal dan gerakan “di rumah saja” saat ini.
Baca Juga: Jangan Larang Anak Main di Luar! Ternyata Baik untuk Microbiome, Lho
Untuk mencegah kamu terinfeksi virus, tetap pakai masker, jauhi kerumunan, cuci tangan dengan sabun, serta jalani pola hidup sehat, ya. Tidak perlu melakukan sanitasi berlebih yang dapat merusak keseimbangan microbiome lingkungan sekitarmu atau malah microbiome kulit kamu sendiri.
Kamu bisa memeriksa komposisi microbiome kulit kamu, lho! Mungkin saja masalah kulit kamu selama ini disebabkan cara merawat kulit kamu yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan kebutuhan microbiome kamu. Kunjungi Nusantics Biome Scan supaya kamu bisa mengenal kulit kamu lebih jauh lagi, yuk!
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Temui Kami
Senin - Jumat: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2025 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Kebijakan Privasi
© 2025 PT Riset Nusantara Genetika.
Kebijakan Privasi