• Home
  • Blog

share

Manfaat Minum Teh Terhadap Kesehatan Microbiome

25 Oct 2021

Manfaat Minum Teh Terhadap Kesehatan Microbiome

Teh adalah jenis minuman yang sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu. Kita pun tak jarang menikmati teh di waktu senggang, bukan? 

Bukan hanya menyegarkan dahaga, menghangatkan perut dan tenggorokan saja, teh juga memiliki banyak manfaat kesehatan, 
lho. Minuman ini banyak dikaitkan dengan sistem pencernaan yang berguna untuk mencegah orang dengan masalah obesitas, kardiovaskular, dan metabolisme. 

Hal ini dikarenakan beberapa jenis teh memang diklaim bisa mempertahankan dan atau membantu keseimbangan keberagaman 
microbiome dalam usus.
 

Teh dan Microbiome Usus

teh dan microbiome usus


Sudah tahukah kamu kalau di dalam dan di luar tubuh kita terdapat triliunan mikroba yang terus berevolusi? Nah, materi genetik semua mikroba yang hidup di tubuh manusia disebut microbiome. Secara spesifik, microbiome yang berada di usus bisa sangat berguna bagi kesehatan kita, namun bisa juga menjadi penyakit.

Berdasarkan situs web 
biocodexmicrobiotainstitutemicrobiome usus kita didominasi oleh dua kelompok bakteri yakni Bacteroidetes dan Firmicutes, dengan rasio yang relatif stabil.

Dikutip dari The Biochemical Journal, gangguan komposisi microbiome usus bisa jadi faktor penyebab dari masalah pencernaan yang berhubungan dengan inflamasi dan infeksi. Sebaliknya, keseimbangan keberagaman microbiome membantu mencegah dan mengobati penyakit kronis serta menunjang kesehatan individual.

Demi menciptakan keberagaman 
microbiome usus, pola makan yang sehat diklaim adalah salah satu cara untuk mendapatkannya. Tetapi tidak hanya makanan, komposisi asupan apapun dengan nilai manfaat yang tinggi termasuk minuman seperti teh, juga diklaim penting untuk memodifikasi dan mengendalikan keberagaman microbiome usus.

Baca Juga: Benarkah Selera Makan Dipengaruhi oleh Microbiome di Usus?
 

Peran Penting Polifenol

peran penting polifenol


Ada beberapa senyawa yang terdapat dalam teh yang berpotensi berinteraksi dengan microbiome usus. Meski demikian, menurut penelitian yang diterbitkan Nutrition Bulletin, polifenol teh dianggap memiliki peran dominan karena banyak diserap oleh microbiome usus.

Kandungan polifenol yang tinggi mengurangi jumlah beberapa bakteri patogen dan mencegah pertumbuhannya. Tetapi, untuk menentukan secara akurat berbagai efek teh pada microbiome usus, dua peneliti Inggris meninjau literatur ilmiah dan menerbitkan hasil penelitiannya dalam jurnal Nutrients.

Menurut hasil penelitian tersebut, diklaim bahwa teh hijau dengan konsumsi sekitar 1000 mL (4-5 cangkir) setiap harinya bisa meningkatkan komposisi bakteri 
Bifidobacterium.

Sementara, studi mekanistik dari jurnal yang sama juga menunjukkan bahwa jenis teh hitam, oolong, pu-erh dan fuzhuan ('teh hitam' yang difermentasi dengan mikroba) dapat memodulasi keragaman 
microbiome dan mengubah rasio komposisi bakteri Firmicutes terhadap bakteri Bacteroidetes menjadi lebih seimbang.

Dengan temuan ini terbukti bahwa teh dapat melawan efek negatif dari obesitas atau pola makan tinggi lemak. Sehingga, jika orang berhasil mengubah pola makanannya ke asupan yang lebih sehat dan menambahkan jenis teh diatas, besar kemungkinan orang tersebut akan mengalami penurunan berat badan.


Baca Juga: Alergi Makanan Ternyata Berhubungan dengan Microbiome, Lho!
 

Perlunya Penelitian Lanjutan

perlunya penelitian lanjutan


Ada semakin banyak bukti yang mengevaluasi hubungan timbal balik antara senyawa teh dan microbiome usus. Namun saat ini, sebagian besar penelitian berasal dari studi mekanistik dengan sejumlah percobaan pada manusia.

Bukti awal menunjukkan bahwa teh bermanfaat bagi kesehatan usus, terutama bagi orang yang tidak memiliki keberagaman 
microbiome usus yang seimbang. Hingga saat ini, dikutip dari Journal Food Science Technology, bukti paling kuat menunjukkan bahwa teh hijau dengan komposisi senyawa polifenol terbanyak memiliki peran untuk menciptakan keberagaman microbiome usus.

Di sisi lain, jenis teh seperti teh hitam, oolong, pu-erh, dan fuzhuan juga dianggap memiliki kandungan polifenol yang cukup banyak. Namun, penelitian lanjutan dengan durasi studi yang lebih lama diperlukan untuk lebih memahami hubungan yang erat antara senyawa teh lain yang berkaitan dengan 
microbiome usus.

Baca Juga: Peminum Kopi Punya Microbiome Usus yang Lebih Sehat, Benarkah?

Namun, pada dasarnya, banyak bukti yang menunjukkan bahwa teh benar adalah minuman yang kaya manfaat karena merupakan antioksidan alami yang dapat memperbaiki sel rusak, menghaluskan kulit, melangsingkan tubuh, mencegah penyakit kardiovaskular, hingga meredakan stres.

Oh iya, microbiome juga dapat membantu menjaga kulitmu tetap sehat, lhoSalah satu rangkaian skincare ramah microbiome dan lingkungan yang bisa kamu coba ialah Biome Beauty dari Nusantics. 

Biome Beauty terbuat dari bahan-bahan alami, tidak menggunakan bahan yang berpotensi berbahaya bagi kulit sehingga aman untuk 
microbiome kulit wajahmu.

Jika kamu tertarik mengenal kondisi kulit wajahmu lebih detail, kamu bisa mencoba 
Biome Scan. Nantinya, kulit wajah kamu akan di-swab dan dianalisa di lab, untuk diketahui microbiome apa yang mendominasi (bakteri atau jamur), juga kondisi seperti tingkat pH, sebum, melanin, dan lain-lain. Cek info selengkapnya di sini, ya.

Referensi:

  • https://www.biocodexmicrobiotainstitute.com/en/green-tea-good-your-microbiota
  • Thursby E, Juge N. Introduction to the human gut microbiota. Biochem J. 2017 May 16;474(11):1823-1836. doi: 10.1042/BCJ20160510. PMID: 28512250; PMCID: PMC5433529.
  • Williamson G. The role of polyphenols in modern nutrition. Nutr Bull. 2017 Sep;42(3):226-235. doi: 10.1111/nbu.12278. Epub 2017 Aug 15. PMID: 28983192; PMCID: PMC5601283.
  • Bond, Timothy, and Emma Derbyshire. “Tea Compounds and the Gut Microbiome: Findings from Trials and Mechanistic Studies.” Nutrients vol. 11,10 2364. 3 Oct. 2019, doi:10.3390/nu11102364
  • Sun H, Chen Y, Cheng M, Zhang X, Zheng X, Zhang Z. The modulatory effect of polyphenols from green tea, oolong tea and black tea on human intestinal microbiota in vitro. J Food Sci Technol. 2018;55(1):399-407. doi:10.1007/s13197-017-2951-7

Writer: Ria Theresia Situmorang

Editor: Serenata Kedang