Blog
Beauty Trend 2021: Microbiome Skincare dan Kesadaran Masyarakat
May 11, 2023 by Fitria Rahmadianti
Share
Bersiaplah akan gelombang produk skincare baru yang mendukung microbiome!
Di antara 2016 dan 2020, jumlah produk yang merujuk pada prebiotik dan probiotik bertambah drastis. Menurut agensi peneliti pasar Mintel, ada lebih banyak produk yang merujuk pada microbiome yang diluncurkan di setengah tahun pertama 2020 dibanding di seluruh 2018.
Konsumen yang sudah melek akan pentingnya menjaga kesehatan usus serta bagaimana probiotik (bakteri), probiotik (makanan bakteri), dan posbiotik (metabolit yang dihasilkan ketika probiotik mati) bisa membantu, kini mulai sadar akan microbiome kulit. Mereka tahu bahwa kulit adalah rumah untuk mikroorganisme dan ketidakseimbangannya bisa berakibat buruk.
Seiring semakin majunya penelitian tentang microbiome, begitu pula produk yang dihasilkan. Dulu, formulasi skin care probiotik menggunakan spesies bakteri dan klaim untuk kesehatan kulit yang umum saja.
“Berdasarkan riset dan ekspektasi pasar yang terus berkembang, formulasi kini bergerak menuju campuran sinbiotik yang melibatkan spesies/subspesies/strain bakteri yang mendukung klaim kesehatan kulit tertentu,” jelas Paula Simpson, pakar integrasi kesehatan dan kecantikan.
Selain probiotik, prebiotik dan posbiotik juga semakin mendapat perhatian. “Bersama prebiotik yang mendorong kelangsungan hidup dan masa simpan probiotik, posbiotik juga menunjukkan beberapa manfaat untuk mendukung kesehatan kulit,” kata Simpson.
Kini, semakin banyak brand kecantikan menanyakan kepada penyedia bahan baku tentang efisiensi dan aktivitas produk mereka terhadap microbiome kulit.
Menurut Mathias Fleury, Global Category Manager sebuah perusahaan penyedia bahan baku produk kecantikan di Swiss, seluruh bahan baku perusahaan yang baru dikembangkan harus melewati “filter microbiome” untuk menentukan dampak dan manfaatnya terhadap microbiome kulit.
Ini akan menjadi cara bagi brand untuk memilih rekan penyedia bahan baku terbaik melalui penilaian ketat terhadap kemampuan microbiomic (teknologi yang memungkinkan studi microbiome) mereka.
Melalui kerjasama yang akrab inilah, brand kecantikan bisa merancang dan membentuk produk inovatif dengan nilai tambah nyata dan manfaat yang bisa dirasakan oleh konsumen akhir. Jadi, bukan sekadar janji-janji manis marketing.
“Konsumen masih sangat tertarik dengan bahan baku yang relatif dikenal akan kualitas dan manfaatnya, seperti kolagen, minyak, dan vitamin,” Fleury berpendapat. ‘Back to basic’ adalah salah satu tren yang ia perhatikan. Konsumen mencari bahan yang familiar dan meyakinkan, seperti obat tradisional, bahan baku yang sedikit, transparansi, dan sebagainya.
Namun, lanjut Fleury, konsumen tidak sama sekali enggan mencoba bahan inovatif seperti hyaluronic acid, peptide, probiotik, dan ekstrak microalgae selama terbukti aman dan efisien. “Ini bisa jadi tantangan sekaligus peluang bagi brand untuk mencari keseimbangan,” ucap Fleury.
Namun, apakah konsumen harus langsung paham tentang microbiome? Menurut Simpson tidak perlu.
“Ilmu di balik microbiome berkembang lebih cepat dari yang bisa kita tangkap. Tantangannya adalah menyederhanakan ilmu seputar microbiome menjadi cerita yang ramah konsumen dan masuk akal. Jadi, meski microbiome sedang tren, konsumen mungkin belum mengerti mengapa mereka harus mulai memperhatikannya,” jelas Simpson.
Menurutnya, masih banyak PR yang harus dikerjakan untuk mengubah skin care probiotik menjadi tren makro di bidang perawatan kulit alami.
Meski demikian, konsumen merasakan manfaat dari edukasi microbiome usus beberapa dasawarsa lalu. “Kalaupun mereka masih kurang sadar tentang microbiome kulit dibanding microbiome usus, edukasi masih dalam level yang sangat tinggi. Konsumen tertarik mencari produk ramah microbiome yang tidak membahayakan keseimbangan microbiome dan menghargai keunikannya,” kata Shan Godbille, Market Intelligence Manager di perusahaan yang sama dengan Fleury.
Karena banyak hal berpotensi berdampak pada microbiome – termasuk usia, diet, dan gaya hidup – ketertarikan terhadap produk kecantikan berbasis microbiome diramalkan akan meningkat.
“Menurut saya, akan ada produk baru yang menargetkan area berbeda yang belum pernah terpikirkan sebelumnya,” kata Julie O’Sullivan, peneliti pascadoktoral di APC Microbiome Irlandia.
O’Sullivan meramalkan, inovasi akan lebih fokus terhadap formulasi produk dan bagaimana setiap bahan bisa berdampak pada microbiome kulit. Sebab, setiap bahan baku yang diaplikasikan ke kulit bisa berdampak pada populasi bakteri. Padahal belum tentu itu tujuannya.
“Kita tidak ingin mengubah sistem yang sudah bekerja dengan baik. Jadi, tidak perlu berbuat banyak. Kita hanya ingin mendukung sistem yang sudah ada,” jelas O’Sullivan.
Make up yang kamu pakai juga berinteraksi dengan microbiome kulitmu, lho. “Ketika memakai pembersih, kamu juga harus menghargai microbiome kulitmu. Ini jadi cara pikir yang baru ketika kamu memakai make up dan skincare,” kata Audrey Gueniche, expert claim activator di sebuah perusahaan riset kecantikan.
Kulit manusia sudah punya mesin yang bagus di microbiome kulit yang sehat. Jadi, brand yang mengembangkan produk harus fokus menunjukkan cara menjaganya. “Tujuan sebenarnya adalah melindungi microbiome kulit, bukan merusaknya. Kalau rusak karena polusi, sinar UV, dan stres, produk harus bisa membantu microbiome kulit kembali ke fungsi yang benar,” kata Gueniche.
Gueniche mengatakan, pemahaman ilmiah terkait bagaimana faktor eksternal berdampak pada microbiome kulit sudah maju beberapa tahun terakhir. Hal ini bisa membantu inovasi produk. Langkah-langkah ilmiah sekarang sedang menuju pemahaman terhadap dampak biologi sel serta kaitan antara microbiome kulit serta epidermis dan dermis.
“Microbiome kulit bukanlah tambahan lapisan penghalang kulit, melainkan sel aktif yang akan mendapat manfaat dari kecantikan dan kesehatan kulit,” tutup Gueniche.
Nah, buat kamu yang penasaran dengan skincare yang ramah microbiome, kamu bisa coba Nusantics Biome Beauty, nih. Skincare dari Nusantics ini aman digunakan untuk microbiome kulit, ramah lingkungan, tidak melakukan tes pada hewan, serta aman dari bahan-bahan berbahaya.
Untuk itu, Nusantics juga siap berkolaborasi dengan brand-brand yang peduli terhadap keseimbangan microbiome, nih. Komposisi microbiome tiap orang atau lingkungan berbeda-beda dan sangat unik. Nah, Nusantics mengembangkan BiomeIndex berbasis artificial intelligence yang membantu menilai apakah komposisi microbiome seseorang sudah baik, produk atau lingkungan sudah atau belum seimbang. Tertarik berkolaborasi? Cek selengkapnya di sini.
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Temui Kami
Senin - Jumat: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2025 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Kebijakan Privasi
© 2025 PT Riset Nusantara Genetika.
Kebijakan Privasi