• Home
  • Blog

share

Apa Kaitan Autoimun dan Microbiome?

30 Jul 2021

Apa Kaitan Autoimun dan Microbiome?

 

Beberapa tahun belakangan ini penyakit autoimun mulai dikenal di masyarakat karena muncul beberapa selebriti yang berbagi pengalamannya mengidap autoimun. 

Mulai dari Selena Gomez, Kim Kardashian, Raditya Dika, Cornelia Agatha, hingga Ashanty, membagikan kondisi mereka di media sosial dan pers, sehingga semakin banyak yang 
aware terhadap kelainan langka ini.

Lantas, apakah 
microbiome memiliki peran dan kaitan dengan penyakit autoimun ini? Yuk, kita coba lihat hasil penelitian yang telah dilakukan para ilmuwan!

Tahukah kamu bahwa terdapat sekitar 10 triliun bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya yang hidup di tubuh manusia? Kelompok mikroba yang hidup dalam sebuah ekosistem ini biasanya disebut sebagai 
microbiome. Jumlah microbiome terbanyak ada di dalam usus kamu, namun juga bisa ditemukan di mulut, sistem pernapasan, kulit, dan bagian tubuh lainnya.

Secara jumlah, 
microbiome jauh lebih banyak daripada jumlah sel manusia itu sendiri, sehingga sebagian ilmuwan berpendapat microbiome dapat disebut sebagai salah satu organ. Sebelumnya, mikroba ini dipandang sebagai sumber penyakit dan berpotensi menyebabkan infeksi, namun kini ilmuwan telah menemukan bahwa hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari microbiome.

Beberapa peran 
microbiome dalam hidup manusia sangat vital, misalnya saja dalam sistem pencernaan dan sistem imun.

Baca Juga: Tingkatkan Imunitas dengan Konsumsi 10 Makanan Ini

Microbiome membantu mencerna nutrisi yang tidak bisa dilakukan oleh organ saja, mereka menyerap lebih banyak nutrisi dan kalori dari makanan yang kita konsumsi. 

Microbiome juga mampu bekerja sama dengan sistem imun untuk melawan mikroba patogen dan melindungi tubuh dari infeksi dan inflamasi. Microbiome mampu menguji dan melatih sistem imun kamu, sedangkan sistem imun ikut memelihara microbiome.
 

Keterlibatan Microbiome dan Penyakit


keterlibatan microbiome dan penyakit


Nah, para ilmuwan menemukan bahwa ada keterlibatan microbiome usus dalam beberapa kondisi autoimun, termasuk lupus, diabetes tipe 1, rheumatoid arthritis, dan multiple sclerosis

Hingga saat ini, beberapa penyakit autoimun seperti lupus, 
rheumatoid arthritis, dan lainnya belum ditemukan obatnya. Beberapa terapi obat-obatan digunakan untuk mengontrol gejala yang ditimbulkan dan memperlambat progres penyakit saja.

Para peneliti dari 
Mayo Clinic di tahun 2019 menemukan kondisi microbiome yang tidak seimbang, atau disebut juga dysbiosis, memiliki asosiasi dengan penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritismultiple sclerosis (MS), dan celiac disease

Baca Juga: Apa Itu Gut Dysbiosis dan Cara Menyembuhkannya

Hasil penelitian mereka masih belum bisa menentukan apakah dysbiosis terjadi sebagai gejala atau penyebab dari autoimun itu sendiri, namun salah satu jenis bakteri yang merupakan bagian dari microbiome alami yang disebut Prevotella histicola (P. histicola), diduga dapat menjadi kunci untuk mengembalikan keseimbangan microbiome dan meredakan beberapa efek akibat penyakit autoimun.
 

Potensi Peran Microbiome dalam Terapi Autoimun


potensi microbiome untuk terapi autoimun


Penyakit autoimun umumnya disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh itu sendiri, terpicu untuk menghancurkan segala organisme yang dianggap menyerang tubuh, tetapi kemudian bereaksi berlebihan dan malah menyerang jaringan tubuh sendiri.

Berbagai hal dapat terjadi saat beberapa jaringan tubuh rusak oleh sistem imun, misalnya pada penderita MS, sistem imun menyerang lapisan lemak yang disebut mielin yang melindungi serabut saraf, akibatnya timbul gejala seperti mati rasa, lemas, hingga gangguan penglihatan.

Contoh lainnya pada pengidap 
rheumatoid arthritis, sistem imun menyerang kolagen pada sendi, menyebabkan bengkak yang kemudian mengakibatkan erosi tulang dan kelainan bentuk sendi. Pada celiac disease, mengonsumsi makanan yang mengandung gluten akan memicu respon imun yang merusak dinding usus kecil, menyebabkan diare, penurunan berat badan, hingga anemia.

Baca Juga: Bagaimana Peran Bakteri Meningkatkan Sistem Imun Tubuh?

Pengamatan para ahli dari Mayo Clinic menjelaskan bahwa microbiome usus yang terdapat pada pengidap penyakit-penyakit tersebut berbeda dengan mereka yang berada di kelompok kontrol.

Yang menjadi perhatian para ahli adalah meningkatnya kasus autoimun di negara-negara maju dan penyebabnya masih belum diketahui secara pasti. Salah satu kemungkinan penyebab yang diyakini adalah “
Hygiene Hypothesis”, yaitu ketika lingkungan hidup menjadi bersih, seiring meningkatnya usaha manusia untuk mencuci dan membunuh bakteri, semakin jarang pula sistem imun terpapar mikroba dan kekurangan tugas.

Penelitian dari 
Arthritis Rheumatol terkait P. Histicola sungguh menarik perhatian dan memberikan secercah harapan untuk terapi autoimun di masa depan. Para peneliti mengidentifikasi P. Histicola berpotensi memiliki “efek kekebalan tubuh sistemik.” 

Percobaan pada peserta yang direkayasa genetika agar memiliki kondisi arthritis, diterapi dengan 
P. Histicola yang diminum langsung selama beberapa minggu. Hasilnya, peserta menunjukkan penurunan insiden dan tingkat keparahan arthritis secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil percobaan ini menyimpulkan P. Histicola mampu mengontrol sistem imun dan usus.

Percobaan sejenis juga dilakukan pada peserta yang mengidap MS, hasilnya pun serupa. 
P. Histicola menunjukkan kemampuan untuk meredakan serangan sistem imun dan meringankan gejala serta progresi MS.
 

Microbiome untuk Masa Depan


microbiome untuk masa depan


Cara kerja microbiome dalam terapi autoimun ini masih dalam penelitian lebih lanjut hingga saat ini. Microbiome dapat membantu meregulasi respon imun tidak hanya di usus, tetapi di seluruh tubuh. 

P. histicola juga ditemukan mengatasi masalah leaky gut  (usus bocor) dan blood-brain barrier, salah satu ciri khas pada pasien penyakit autoimun. Bakteri ini juga diduga mengembalikan keseimbangan dan kestabilan ekosistem microbiome, sehingga mengurangi sinyal kimia yang memicu inflamasi.

Dalam wawancaranya dengan situs web 
Nature, Patrizia Casaccia, seorang neuroscientist dari City University of New York, menyatakan harapannya untuk semakin memahami cara kerja microbiome usus dalam meregulasi sistem imun. 

Dengan begitu, para ahli dapat mengembangkan kombinasi probiotik dan prebiotik untuk mendukung pertumbuhan bakteri bermanfaat, mungkin juga disertai rekomendasi diet, sebagai terapi dalam berbagai masalah klinis.

Sejauh ini, para peneliti baru saja menemukan sebuah 
platform yang dapat mengidentifikasi antibodi antibakteri dalam darah, yang dapat digunakan untuk menunjukkan kemungkinan anak-anak yang berpotensi mengidap diabetes tipe 1. 

Teknologi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih dalam lagi terkait 
microbiome usus, terutama di 3 tahun pertama kehidupan, yang dapat dimanfaatkan sebagai deteksi dini untuk pencegahan penyakit. Intervensi ini mungkin saja dalam bentuk pemberian komposisi microbiome yang dibuat sedemikian rupa agar sistem imun anak dapat berkembang optimal tanpa harus mengorbankan kemampuannya dalam melawan infeksi. 

Jika lolos uji klinis pada manusia, bukan tidak mungkin terapi pasien autoimun dapat menjadi sangat sederhana, yaitu dalam bentuk kapsul atau 
gummy bear berisi probiotik (bakteri ramah microbiome), yang memiliki potensi untuk berkoloni secara permanen di usus. Ilmuwan juga menyatakan bahwa bakteri sangat murah untuk dikembangkan sebagai terapi, sehingga dapat menjadi penemuan yang revolusioner dalam dunia kesehatan.

Sementara ini, usaha-usaha menjaga kesehatan dan keseimbangan microbiome usus masih sangat sederhana dan sangat mungkin dilakukan sendiri di rumah dengan menyadari apa yang kamu makan. 

Konsumsi makanan bernutrisi seimbang, perbanyak porsi buah dan sayur, konsumsi makanan yang difermentasi (mengandung probiotik), serta menjalani gaya hidup sehat dengan berolahraga teratur dapat menjaga 
microbiome dan tubuh kamu senantiasa sehat.

Kamu juga perlu menjaga kebersihan dan kesehatan kulit, 
lho. Sebab, kulit pun memiliki imunitas yang mampu melindungi kamu dari potensi bakteri patogen, lingkungan, paparan sinar UV, dan lain-lain. Tentunya, merawat kulit, terutama kulit wajah tidak bisa sembarangan, ya. 

Supaya kamu bisa memilih 
skincare yang tepat, yuk coba Biome Scan dari Nusantics. Biome Scan akan menganalisis komposisi microbiome dan analisa kulitmu menggunakan metode swab test, yang dioleskan ke beberapa bagian wajah.

Dengan begini, kamu jadi tahu bahan-bahan alami apa saja yang cocok untuk kulitmu, sehingga bisa ramah 
microbiome dan lebih natural. Kamu juga bisa mencoba skincare Biome Beauty, nih, yang dibuat dari bahan-bahan alami, aman untuk ibu hamil dan menyusui, ramah microbiome dan lingkungan.

Masih ingin tahu lebih banyak terkait microbiome di tubuh kamu? Yuk, klik 
Nusantics Blog!

Referensi:

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Serenata Kedang