share

The Truth about Sunscreen

27 Nov 2020

The Truth about Sunscreen

Buat kamu yang sudah follow akun Instagram Nusantics, belakangan ini pasti tahu kalau di sana sedang ramai dibahas perihal sunscreen.

Kamu pribadi, pengguna sunscreen sepanjang hari atau hanya saat-saat tertentu saja, nih? Well, membahas perihal yang satu ini memang harus dengan “kepala dingin.” Sebab, ada banyak pendapat dan hasil penelitian, yang tentunya harus dibaca dengan saksama. 

Tapi, Nusantics Blog akan membeberkan beberapa fakta dan informasi tentang
sunscreen yang sudah dikumpulkan melalui jurnal-jurnal penelitian terbaru, kredibel, dan terpercaya, nih. Penasaran seperti apa pembahasannya? Yuk, simak!
 

1. “Harus pakai sunscreen setiap siang dan malam, outdoor dan indoor, kulit terang maupun gelap tanpa terkecuali!”

fakta sunscreen


Bagaimana cara kamu tahu tipe kulitmu butuh sunscreen atau tidak? Ada satu hal yang harus kita periksa dulu pada kulit masing-masing, yaitu kadar melanin. 

Kadar melanin penting diketahui untuk menentukan seberapa banyak filter UV alami yang sudah kulitmu miliki. Semakin tinggi kadar melanin, semakin banyak filter UV alami pada kulitmu. Bisa saja sebenarnya kamu tidak butuh proteksi bantuan dari sunscreen, lho!

Kulit orang Indonesia umumnya tergolong dalam
phototype tipe III dan IV. Kalau kamu termasuk tipe III, kulitmu membutuhkan sunscreen untuk melindungi kulit dari sinar UV. Sedangkan kulit tipe IV biasanya lebih gelap dan jarang terbakar.

Keberadaan protein melaninlah yang membedakan antara kulit orang Asia dengan orang kulit putih (Kaukasia). Melanin dapat memfilter seluruh panjang gelombang, sehingga kulitmu hanya akan menerima ⅕ radiasi UV
[1]

Kamu tidak perlu menggunakan
sunscreen sesering kulit tipe III untuk mencegah kanker kulit, tapi sunscreen harus tetap digunakan saat terpapar sinar matahari secara intens atau dalam waktu yang lama terutama di antara pukul 10 pagi sampai 4 sore [2].
 

2. “Tidak menggunakan sunscreen menyebabkan kanker kulit.”

fakta sunscreen


Sunscreen direkomendasikan untuk mencegah kanker kulit. Namun, mengingat bahwa orang dengan melanin yang tinggi (umumnya berkulit lebih gelap) memiliki risiko kanker kulit yang jauh lebih rendah, penggunaan sunscreen tidak diwajibkan seperti pada orang berkulit putih [2]

Pada orang dengan melanin tinggi, sinar UV dapat tersaring secara alami. Jika filter UV oleh jumlah melanin tinggi disertai penggunaan
sunscreen juga, efek samping yang terjadi adalah berkurangnya produksi vitamin D karena sumber pembentukan utamanya berasal dari sinar matahari. 

Kekurangan vitamin D dapat mengakibatkan osteopenia dan osteoporosis
[3]. Jadi, penting ya untuk mengetahui tingkat melaninmu!
 

3. “Kekurangan vitamin D akibat perlindungan UV dari sunscreen.”

fakta sunscreen


Sunscreen digunakan untuk proteksi terhadap UVA dan UVB. Namun, di saat yang bersamaan, sinar UV juga dibutuhkan untuk pembentukan vitamin D dan photo adaptation (proteksi alami kulit) [4]

Walaupun Indonesia merupakan negara tropis di daerah garis khatulistiwa dengan paparan sinar matahari yang tinggi, masih banyak orang Indonesia yang kekurangan vitamin D. 

Terlebih di masa pandemi ini, penting untuk memenuhi kebutuhan vitamin ini guna meningkatkan imunitas. Vitamin D telah terbukti dapat memberikan proteksi terhadap infeksi pernapasan akut. 

Meski vitamin D dapat diperoleh dari suplemen, vitamin D yang diproduksi dari kulit dapat bertahan dua kali lebih lama di peredaran darah daripada vitamin D yang dikonsumsi. 

Saat kulit terpapar sinar matahari, terjadi reaksi antara sinar UVB dengan
7-dehydrocholesterol untuk memproduksi vitamin D3 [3]

Kementerian Kesehatan RI juga menyarankan orang Indonesia untuk terpapar sinar matahari pagi dan sore selama 5 sampai 15 menit sebanyak 3 kali dalam seminggu untuk memenuhi kebutuhan vitamin D [5].
 

4. Sunscreen tidak menyebabkan kerusakan lingkungan kok.”

fakta sunscreen


Sebagai negara maritim, Indonesia kaya akan keragaman hayati dan keindahan laut termasuk terumbu karang. Jangan sampai kekayaan ini rusak karena ketidaktahuan kita. 

Belajar dari apa yang terjadi pada ekosistem perairan di Meksiko. Kontaminasi
sunscreen dapat terakumulasi dan membahayakan makhluk hidup di perairan, serta terjadi pemutihan terumbu karang akibat stres dari paparan oxybenzone, salah satu komponen sunscreen [6]. Dampak ini bisa memunculkan efek domino sehingga menaruh risiko terhadap keberlanjutan keseluruhan ekosistem laut.

Jadi, sudah tahu kan fakta-fakta terkait
sunscreen? Menggunakan sunscreen harus juga dibarengi dengan pengetahuan akan tingkat melanin kulitmu. Sehingga, kamu tidak sembarangan pakai dan dosisnya pun tidak berlebihan. Pakailah sunscreen dengan bijak dan sesuai kebutuhan kulitmu, ya!

Referensi:


[1] Latha, M. S. (2020). Sunscreening Agents: A Review. J. Clin. Aesthet. Dermatol., 6(1): 16-26.
[2]  Harvard Health Publishing. (2018). The Science of Sunscreen. Retrieved 25 November 2020, from https://www.health.harvard.edu/staying-healthy/the-science-of-sunscreen.
[3] Nair, R. and Maseeh, A. (2012). Vitamin D: The “sunshine” vitamin. Journal of Pharmacology and Pharmacotheurapeutics, 3(2): 118-126.
[4]  Young, et. al. (2016). Ultraviolet radiation and the skin: Photobiology and sunscreen photoprotection. Journal of the American Academy of Dermatology, 76(3): S100-S109.
[5] P2PTM Kemenkes RI. (2018). Cukup Vitamin D dan sinar matahari agar mencapai kepadatan tulang yang optimal. Retrieved 25 November 2020, from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-p2ptm/penyakit-gangguan-metabolik/cukup-vitamin-d-dan-sinar-matahari-agar-mencapai-kepadatan-tulang-yang-optimal.
[6]  Casas-Beltran, et. al. (2020). Estimation of the Discharge of Sunscreens in Aquatic Environments of the Mexican Caribbean. Environments, doi:10.3390/environments7020015

Writer: Amanda Valerien

Editor: Serenata Kedang