Blog
Perjalanan Panjang Skrining Kanker Serviks: Dari Pap Smear hingga Tes HPV DNA
November 26, 2024 by Fathimah Zahro
Share
Kanker serviks telah lama menjadi salah satu ancaman kesehatan terbesar bagi perempuan di seluruh dunia. Berdasarkan data dari Global Cancer Today (GLOBOCAN), lebih dari 600 ribu kasus baru setiap tahunnya, menjadikan penyakit ini mengancam kehidupan perempuan. Meski sudah ada berbagai upaya pencegahan dan pengobatan, kanker serviks tetap menjadi tantangan yang kompleks, terutama karena sering kali baru terdeteksi pada stadium lanjut.
Namun, perjalanan panjang dalam menangani kanker serviks salah satunya dengan skrining kanker serviks yang telah melibatkan berbagai pihak, mulai dari ilmuwan, dokter, hingga organisasi kesehatan dunia sangat patut diberikan apresiasi. Mereka telah bersatu dalam perjuangan ini dengan satu tujuan: menyelamatkan sebanyak-banyaknya perempuan di dunia. Sejarah skrining kanker serviks menunjukkan bagaimana inovasi terus berkembang untuk menangani krisis ini.
Langkah besar pertama dalam skrining kanker serviks datang pada tahun 1940-an dengan penemuan Pap smear oleh Dr. George Papanicolaou. Pap smear memungkinkan dokter mendeteksi sel-sel abnormal pada leher rahim sebelum berkembang menjadi kanker. Penemuan ini menurunkan angka kematian secara drastis di banyak negara. Namun, sebagai metode pertama, Pap smear memiliki beberapa keterbatasan, seperti sensitivitas yang rendah, yang bisa melewatkan deteksi dini perubahan sel. Selain itu, tingkat negatif palsunya tinggi, dan hasilnya dapat bervariasi tergantung pada interpretasi pemeriksa, membuat tes ini kurang konsisten.
Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) adalah metode skrining kanker serviks yang dikembangkan oleh Dr. Johan Petrovich pada tahun 1986. IVA merupakan pilihan yang lebih terjangkau dibandingkan metode lain, seperti Pap smear. Metode ini melibatkan pengamatan visual setelah aplikasi asam asetat pada leher rahim untuk mendeteksi lesi abnormal. Meskipun IVA meningkatkan aksesibilitas skrining, akurasinya lebih rendah karena sangat bergantung pada keterampilan tenaga medis yang melakukan pemeriksaan, dan tidak efektif dalam mendeteksi lesi mikroinvasif.
Virus utama penyebab kanker serviks sudah ditemukan pada tahun 1983 oleh Dr. Harald zur Hausen. Ia menemukan bahwa Human Papillomavirus (HPV) adalah penyebab utama kanker serviks, terutama tipe HPV-16 dan HPV-18. Penemuan ini merupakan terobosan besar yang mengubah arah penelitian dan pencegahan kanker serviks di seluruh dunia. Meskipun demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami sepenuhnya hubungan antara HPV dan kanker serviks, serta untuk mengembangkan metode skrining yang efektif.
Baru pada tahun 2008, Dr. zur Hausen dianugerahi Nobel Kedokteran atas penemuannya, yang membuka jalan bagi pengembangan metode skrining kanker serviks berbasis HPV DNA. Penggunaan tes HPV DNA sebagai metode skrining menjadi lebih diperkenalkan dalam dekade terakhir ini karena teknologi dan pemahaman yang lebih baik tentang HPV. Sebelumnya, pengujian dilakukan dengan menggunakan metode yang lebih tradisional, seperti Pap smear, yang memiliki keterbatasan. Dengan diperkenalkannya tes HPV DNA, skrining kanker serviks dapat dilakukan lebih dini sehingga memungkinkan pencegahan kanker serviks sebelum berkembang lebih serius.
Pada tahun 2010, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan tes HPV DNA sebagai metode utama untuk mendeteksi kanker serviks, dengan memperkenalkan strategi 90-70-90 untuk mengeliminasi kanker serviks pada tahun 2030. Target ini bertujuan agar:
90% anak perempuan divaksinasi HPV sebelum usia 15 tahun,
70% wanita menjalani skrining menggunakan tes berkinerja tinggi pada usia 35 tahun, dan sekali lagi pada usia 45 tahun, dan
90% perempuan yang didiagnosis prakanker atau kanker mendapatkan pengobatan yang tepat.
Rencana ini telah diadopsi oleh Indonesia dalam Rencana Eliminasi Kanker Serviks Nasional (2023-2030), dengan fokus meningkatkan cakupan skrining menggunakan tes HPV DNA sebagai metode utama. Pada fase pertama (2023-2027), targetnya adalah 70% perempuan usia 30-69 tahun menjalani skrining, yang kemudian ditingkatkan menjadi 75% pada fase kedua (2028-2030).
Untuk mencapai target yang ditetapkan oleh WHO, kolaborasi dengan berbagai pihak sangat diperlukan. Di sinilah perusahaan bioteknologi berperan besar, terus berinovasi untuk menyediakan teknologi yang lebih akurat, nyaman, dan mudah diakses.
Salah satu perusahaan bioteknologi asal Indonesia yang berkontribusi dalam upaya ini adalah Nusantics. Nusantics telah mengembangkan PathoScan hrHPV qPCR Kit, alat tes HPV DNA yang dirancang untuk mendeteksi jenis HPV berisiko tinggi, termasuk HPV-16 dan HPV-18, dengan akurasi yang tinggi Inovasi terbarunya bahkan memungkinkan deteksi HPV melalui sampel urin, memberikan pilihan yang lebih nyaman bagi perempuan yang merasa khawatir dengan metode konvensional seperti swab serviks.
Skrining kanker serviks berperan penting dalam pencegahan dan pengendalian penyakit ini. Inovasi seperti yang dilakukan oleh Nusantics diharapkan dapat meningkatkan deteksi dini dan menurunkan angka kasus kanker serviks di Indonesia. Dengan dukungan dari pemerintah dan berbagai pihak, perempuan di Indonesia kini memiliki akses lebih luas terhadap teknologi yang lebih akurat dan nyaman, sehingga penanganan kanker serviks dapat menjadi lebih efektif dan terjangkau bagi semua kalangan.
Referensi:
American Association for Cancer Research. (2021). The past, present, and future of HPV: Can vaccination help eliminate cervical cancer? Diakses dari https://www.aacr.org/blog/2021/09/28/the-past-present-and-future-of-hpv-can-vaccination-help-eliminate-cervical-cancer/
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Rencana Eliminasi Kanker Leher Rahim Nasional Indonesia (2023-2030). Diakses dari https://gco.iarc.fr/en
Nusantics. (n.d.). HPV Test Kit. Diakses dari https://nusantics.com/products/human-diagnostics/reproductive-health
World Health Organization. (2021). WHO Recommends DNA Testing as a First Choice Screening Method for Cervical Cancer Prevention. Diakses dari https://www.who.int/europe/news/item/11-09-2021-who-recommends-dna-testing-as-a-first-choice-screening-method-for-cervical-cancer-prevention
World Health Organization. (2022). Comprehensive Cervical Cancer Control: A Guide to Essential Practice. Diakses dari https://www.who.int/publications/i/item/9789240030961
Hidayat, B., & Listiani, P. (2016). Acetic Acid Visual Inspection Method for Early Detection of Cervical Cancer: A Review. Journal of Cancer Education, 31(2), 223-229. Diakses dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC7376483/
Jang, T. W., et al. (2012). Human papillomavirus testing as a primary cervical cancer screening method. Journal of Gynecologic Oncology, 23(4), 282-286. Diakses dari https://doi.org/10.3802/jgo.2012.23.4.282
Lestari, A. I., & Hidayat, B. (2019). The Efficiency of Cervical Pap and Comparison of Conventional Pap Smear and Liquid Based Cytology: A Review. Cureus, 11(5), e19834. Diakses dari https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC5385241/
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Temui Kami
Senin - Jumat: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Kebijakan Privasi
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Kebijakan Privasi