logo-dark
logo-dark

Beranda

Blog

Apakah microbiome kulit kita mencerminkan kesehatan kita?

Blog

Apakah microbiome kulit kita mencerminkan kesehatan kita?

January 28, 2021 by Sharlini Eriza Putri

Share

blog-image

Kalau kamu adalah bagian dari orang-orang yang mempertanyakan peribahasa “don’t judge the book by its cover”, welcome welcome welcome!

Kalau kamu pernah dengar ada komentar menyakitkan seperti “wah perempuan ini wajahnya kotor berjerawat, pasti tidak sehat”, welcome! 

Aku sendiri suka punya double standards gitu deh.. Dalam hati yakin banget kalau tingkat "kekinclongan" kulit menggambarkan kesehatan tubuhku, tapi bete setengah mati kalau pas kulit lagi nggak oke, dituduh nggak sehat haha.. 

Singkatnya di Nusantics, we know it very true that it is always beyond skin. Nggak bisa menenangkan seseorang yang kulitnya lagi gak oke dengan kata-kata “tenaang.. itu cuma kulit aja kok.. nggak penting” atau komentar ke orang berkulit kinclong “ya jelas lah.. budget skincare-nya mahal.. permak sana-sini.. ada uang ada hasil”. Nyatanya, ada yang udah menghabiskan ratusan juta tetap kulitnya bermasalah, dan ada juga yang tanpa perawatan dan kerja di tempat yang tidak hygiene tapi kulitnya bagus kan..

Nah yang muncul di benak kita selanjutnya pasti “ah itu genetic”. Upps.. ya memang di beberapa penelitian dan pengalaman hidup kita sih memang kalau orang tuanya berjerawat, biasanya anaknya berjerawat juga. Tapi, belum ada penelitian konklusif yang bisa menemukan bahwa memang ada satu gen yang menyebabkan jerawat dan gen tersebut diturunkan oleh orang tua ke keturunannya. Jadi masih korelasi gitu kak.. 

Ada juga, kasus orang tuanya berkulit mulus tetapi anaknya berjerawat atau eczema dalam kategori cukup mengganggu. Nah kasus begini biasanya si anak disalahkan pola dietnya, pola hidupnya, atau bahkan standard kebersihannya, a.k.a jorok. Paham sih maksudnya.. soalnya kan selama ini kita diinfokan bahwa jerawat kebanyakan disebabkan oleh bakteri penyebab jerawat P.Acne dan wajah berminyak. Tapi kak, berdasarkan penelitian, P.Acne itu bakteri yang sebenarnya normal ada di hampir setiap kulit manusia tuh kak. Apalagi minyak, ternyata minyak di wajah itu perannya sangat penting. 

Terus apa dong rahasia dibalik kulit sehat? 

Pendekatan dalam menjawab pertanyaan inilah yang membedakan Nusantics dengan yang lain. Ketika kebanyakan mindset adalah reductionism, dimana penyelesaian masalah adalah mencari satu akar masalah, lalu fokus ke akar masalah tersebut, pendekatan Nusantics justru holistik dan mempertanyakan bagaimana suatu masalah bisa ternjadi, bukan mencari “siapa atau apa yang salah”. 

Misalnya, alih-alih mencari obat yang efektif membunuh bakteri P.acnes, Nusantics justru mempertanyakan “meskipun P.acne erat kaitannya dengan jerawat, mengapa ada juga kulit sehat yang mengandung P.acnes? “, dalam kondisi apa P.acnes menjadi tidak berbahaya? Kenapa ya? Kok bisa? Sebenarnya P.acnes ini fungsinya apa sih? Masa iya P. acnes sengaja diciptakan untuk menimbulkan jerawat pada kulit manusia?  

Gut-Skin-Axis: hubungan antara kulit dan usus

Setelah melalui proses kepo bertahun-tahun, akhirnya aku tersadar kalau diriku bukanlah diriku sepenuhnya. Selama ini kan mikirnya makan sehat, minum susu, banyak minum air, olah raga, beli skincare, sehat cakep gitu deh. Macam variabel sehat dan cakep hanya sebatas itu kan.. 

Tapi ternyata, tubuh kita ini hanya 43% manusia kak, 57% nya microbiome. Science belum mampu memetakan dengan detail apa fungsi dan mekanisme dari masing-masing microbiome ini di tubuh kita. Yang sudah pasti, kulit sehat identik dengan skin microbiome yang seimbang dan bervariasi. Yang menarik juga, dari seluruh tubuh kita, organ yang paling banyak microbiome-nya itu adalah gut atau usus kita! 

Lucunya lagi, selain skin microbiome seimbang, kulit sehat itu juga sangat terkait dengan keberagaman microbiome yang ada di usus dan pastinya microbiome di usus itu sangat tergantung kita makan apa kan ya.. #jleb. Ayo kita bahas salah satu penemuan unik  dari pengaruh microbiome di usus terhadap kondisi kulit:

  1. L. acidophilus dan L. bulgaricus memberikan improvement positif terhadap 80% dari 300 pasien yang memiliki masalah jerawat meradan
  2. B. infantis menurunkan inflamasi pada kulit yang psoriasis dan berkerak
  3. L. paracasei menurunkan sensitifitas kulit
  4. L. plantarum membantu meningkatkan hidrasi kulit, mengurangi kedalaman kerutan, bahkan meningkatkan skin elasticity 


Nah meskipun hasil penelitian diatas sangat menjanjikan, sebenarnya masih banyak pertanyaan yang perlu dijawab, misalnya:

  1. Apakah dengan mengkonsumsi bakteri tertentu, langsung terlihat dampaknya di kulit? Mekanisme kerjanya bagaimana?
  2. Apakah bakteri tersebut pasti bisa hidup di badan kita? Kenapa tidak semua tubuh bisa merespon bakteri tersebut?
  3. Efek sampingnya bagaimana?
  4. Bakteri ini makan apa ya?
  5. Dampak kehadiran bakteri pilihan ini terhadap bakteri lain yang tinggal di usus kita apa ya?
  6. Sumber bakteri ini ada dimana sih?
  7. Ini masuk klasifikasi bakteri baik kah?
  8. Mengapa ada yang disebut baik dan jahat ya? Bagaimana membedakannya

Microbiome di usus itu sumbernya dari mana sih? Dari makanan kak! Pertama kali kita dapat microbiome dari Ibu kita ketika melahirkan kita, setelah itu microbiome kita dibentuk oleh makanan yang kita konsumsi. Makanan sangat mempengaruhi kesehatan kita, tidak hanya dari sisi energi dan nutrisinya, tapi juga dari sisi microbiome yang berhabitat di usus kita dan ternyata ada pengaruhnya juga ke kulit kita. Jadi celoteh tentang kulit berjerawat tanda tidak sehat sepertinya memang ada dasarnya. 

Human knows nothing 

Bener kan, makhluk hidup benar-benar menyimpan sejuta misteri dan manusia sejatinya penuh ketidaktahuan. Kalau kita terjebak di reductionism, maka kita pastinya akan pusing sendiri karena pertanyaan mengapa begini mengapa begitu akan membentuk list yang panjang. Akan susah untuk mencari kesimpulan “jadi biang kerok masalahnya apa” 

Tapi kalau kita melihat fenomena ini dengan pola pikir yang holistik, sebenarnya mudah dipahami dan masuk akal juga. Ibaratnya begini...

Planet Bumi ini kan tempat banyak makhluk yang hidup bersama. Ada manusia, ada hewan, ada tumbuhan, ada mikroba juga. Nah setiap makhluk itu punya peranan dan sifat masing-masing kan. Misal ada bakteri pengurai yang kerjanya mengurai bangkai, bereproduksi, lalu mati bergabung kembali menjadi tanah. Ada lebah yang sambil memproduksi madu dia berperan dalam proses penyerbukan bunga-bunga. Ada bakteri yang fungsinya mengurai senyawa nitrogen untuk memberikan nutrisi agar akar tanaman dapat menopang pertumbuhan tanaman. Bahkan tahukah kamu kalau pengolahan air limbah di planet ini memanfaatkan bakteri? Jadi bakterinya memakan “sampah organik” dan menyisakan air.

Perlu juga untuk kita sadari, bahwa semua makhluk di bumi ini sebenarnya saling terhubung. “Sampah” dari suatu makhluk ternyata “makanan” bagi makhluk lainnya. Membentuk rantai makanan yang bersiklus seperti pelajaran IPA pas jaman SD dahulu :D 

Bagaimana dengan manusia? Manusia selalu unik. Pada awalnya manusia itu bagian dari siklus rantai makanan yang rapih tidak terpotong. Makan daging hewan, minum air, makan sayur dan buah. Sampah yang diproduksi manusia bisa diolah kembali oleh makhluk-makhluk bumi lainnya. Tapi kan ya, manusia itu maunya banyak. Mau instan, mau lebih manis, mau crispy crunchy, dan sebagainya. Manusia pintar juga kan dalam berinovasi semisal bikin trans-fat yang super lezat, bikin pengawet, bikin plastik yang bikin semua serba praktis, sampai merekayasa genetik buah supaya warnanya seragam semua dan lebih manis. Akibatnya gimana tuh? Akibatnya siklus rantai makanan alam yang tadinya bersiklus tertutup menjadi bergeser. Misal: siapa bisa makan plastik ya? Terus trans fat yang tiba-tiba melonjak jumlahnya, siapa yang bisa makan trans-fat ya? Dampaknya apa ya? Jadi kalau disebutkan manusia itu perusak, berdasar dong ya. 

Saya bukan penganut teori jumlah manusia dan konspirasi yah.. Tapi korelasi banyaknya manusia dengan kerusakan bumi sangat jelas. Dulu Jakarta masih banyak pohon rindang. Sekarang makin banyak penduduk, makin banyak gedung, makin panas, makin banyak sampah, makin banyak masalah. Apakah artinya laju pertumbuhan manusia harus dibatasi? Menurut saya itu bukan kewenangan kita untuk menentukan. Yang pasti manusia harus lebih berwawasan terhadap keharmonisan terhadap siklus alam. Kurangi aktifitas yang dapat menggeser keseimbangan alam dan hiduplah dengan lebih seimbang. 


Begitu pula dirimu dan kulitmu

Ibaratnya, tubuh kita ini planet Bumi dan microbiome itu makhluk-makhluk yang hidup di planet Bumi. Kalau semua microbiome ini jenisnya “lengkap” dan  menjalankan perannya masing-masing, pastinya tubuh kamu juga seimbang. Mengapa? Karena makanan yang kamu makan akan dipecah menjadi berbagai macam zat. Ada yang langsung digunakan oleh tubuh, ada yang menjadi metabolit yang kemudian dimakan oleh bakteri lainnya menjadi metabolit lainnya. 

Kalau makhluk di planet Bumi kan makanannya sudah tersedia di Bumi. Nah tapi kalau badan kita dan microbiome di tubuh kita, makanannya tergantung manusianya dia makan apa bukan? Dan coba tebak, masing-masing microbiome punya kebutuhan makanan yang berbeda. Jadi kalau kita kasih makan microbiome kulitnya “tidak adil” alias yang kita suka saja, ya artinya kita pilih kasih dan justru mendukung pertumbuhan microbiome tertentu saja. Terus apa yang terjadi kalau hanya spesies tertentu yang “bisa hidup”? Tentu saja dominasi. Lalu apa dampak dari dominasi? Ya mirip dengan planet kita yang rusak akibat dominasi manusia :D

Jleb juga ya melihat bumi lebih “indah” saat manusia di lock-down di rumah masing-masing. Lumba-lumba berenang, binatang-binatang mulai muncul, langit tanpa polusi, udara lebih bersih. Siapa yang menyangka bahwa satu jenis virus ternyata berhasil membawa “keadilan” bagi seluruh makhluk hidup di alam? Indeed it’s the smallest things that matter. COVID-19 jauh lebih efektif dibanding global campaign tentang emisi hehehehe. 

Begitu juga dengan tubuh dan kulit kita, kuncinya adalah bagaimana agar tubuh kita bisa mendukung pertumbuhan microbiome yang seimbang. Seperti yang sudah dibahas di tulisan saya sebelumnya tentang “dysbiosis“dan dan “microbiome bayi”, variasi dan keseimbangan microbiome itu sangat penting. Serem banget kalau spesies tertentu mendominasi badan kita kan. Segala macam penyakit yang disebabkan virus, bakteri, dan jamur itu menjadi sangat berbahaya ketika pertumbuhan spesies-spesies ini menjadi tak terkendali dan “mendominasi”. Sama seperti Virus COVID-19, ketika semakin dominan, semakin fatal dampaknya. 

Ditambah lagi fakta kalau microbiome itu terkait dengan sistem imun. Sudah selayaknya kita mempertanyakan mengapa dalam suatu penyebaran pandemik seperti COVID-19, ada yang rentan mudah terinfeksi, tetapi ada juga tubuh yang dengan mudahnya “dijajah” virus COVID-19 dan berdampak fatal. Apa yang membedakan? Apa yang membuat COVID-19 mendominasi? Kalau yang saya yakini, makhluk apapun pasti bisa mendominasi kalau mereka melihat “kesempatan”. Kalau kondisi microbiome suatu orang bervariasi dan seimbang, si virus corona mau beranak juga pasti susah kan kak. Pasti penduduk microbiome lainnya protes “jangan ambil tempat tinggal gw”. 


Keberagaman microbiome, sebuah refleksi

Alih-alih mencari spesies apa yang dinilai “paling penting” untuk tubuh kita dan menjadikannya sebagai “jagoan” tanpa kita tau apa efek sampingnya. Atau bahkan membunuh bakteri tertentu dengan antibiotik yang menyebabkan terbunuhnya bakteri yang lain, lebih baik kita mencoba pendekatan melihat pergeseran keseimbangan microbiome secara keseluruhan.

Karena ternyata semua hal di bumi dan badan ini saling terkait, metabolit hasil aktivitas microbiome usus juga ada hubungannya dengan organ-organ tubuh lainnya termasuk kulit, maka ide untuk hidup lebih seimbang, lebih alami, dan merefleksikan kesehatan “planet kita” a.k.a tubuh kita melalui kondisi microbiome adalah ide yang layak dijadikan alternatif. Microbiome apa? Microbiome usus melalui sampling feces bisa, tapi kalau mau yang lebih “cantik”, dari kulit saja. 


Referensi: 
https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fmicb.2018.01459/full 
 

logo-dark
logo-dark

The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia

Temui Kami

Senin - Jumat: 9 a.m. - 6 p.m.

i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210

Contact Us

hello@nusantics.com

+62 (21) 509 194 30

Copyright © 2025 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Kebijakan Privasi

logo-dark
logo-dark

© 2025 PT Riset Nusantara Genetika.

Kebijakan Privasi