• Home
  • Blog

share

Vaksin Malaria Sudah Tersedia, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

10 Oct 2022

Vaksin Malaria Sudah Tersedia, Apa Saja yang Perlu Diketahui?

Selain demam berdarah dengue (DBD), masyarakat Indonesia juga masih dihantui oleh penyakit malaria yang sama-sama ditularkan oleh nyamuk. Disebarkan oleh jenis nyamuk yang berbeda, kedua penyakit ini sama-sama perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian.

Mengutip Kompas, secara global kasus malaria telah menurun selama periode tahun 2000 hingga 2015. Meskipun begitu, angka kasusnya masih memprihatinkan dan masih menjadi perhatian badan kesehatan dunia atau WHO.

Data di tahun 2020 menunjukkan 241 juta kasus malaria dengan 627.000 kematian tersebar di 85 negara. Lebih dari dua pertiganya adalah anak-anak di bawah 5 tahun.

Indonesia sendiri mencatat 304 ribu kasus malaria pada tahun 2021 yang kebanyakan terjadi di kawasan timur Indonesia. Sebanyak 347 dari 514 kabupaten di Indonesia saat ini telah mencapai target eliminasi malaria.

Nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi parasit Plasmodium merupakan agen penyebar malaria ke manusia. 

Menurut Statnews, salah satu upaya pencegahan yang paling murah dan mudah diterapkan adalah menggunakan kelambu yang dilapisi insektisida. Cara ini telah diterapkan oleh masyarakat Afrika dan dianggap efektif menyelamatkan jutaan nyawa dari malaria.

Tetapi upaya ini tentu tidak cukup untuk benar-benar menekan kasus malaria dan mengeliminasinya secara global. Untuk itulah para ilmuwan berusaha meneliti dan mengembangkan vaksin malaria.

Mengapa Vaksin Malaria Begitu Sulit Ditemukan?


Menciptakan vaksin untuk malaria bukanlah hal mudah. Upaya penelitian malaria telah dilakukan sejak tahun 1940-an dan terus dilakukan hingga hari ini.

Vaksin malaria begitu sulit ditemukan karena siklus hidup parasit yang rumit dan mampu menghindar dari sistem kekebalan tubuh manusia.

Parasit yang menyebabkan malaria adalah Plasmodium, yaitu mikroorganisme bersel satu yang memiliki beberapa tahap kehidupan, serta membutuhkan lebih dari satu inang untuk bertahan hidup.

Pada tahun 2002, ilmuwan berhasil menyusun genome Plasmodium falciparum, strain parasit penyebab malaria yang paling berbahaya untuk manusia, dan membuat kemajuan besar untuk melawan penyakit ini.

Diketahui dari History  of Vaccines, plasmodium memiliki tiga tahap kehidupan, yakni:

1. Pre-erythrocytic, tahap di mana parasit berkembang dengan menginfeksi sel di organ hati manusia, sebelum siap menginfeksi sel darah merah.

2. Erythrocytic, yaitu saat parasit sudah menginfeksi sel darah merah

3. Sexual, tahap di mana parasit masuk ke dalam nyamuk melalui darah yang dihisap dan berkembang biak di perutnya.

Jenis Vaksin Malaria yang Sedang Diteliti

Mengutip History of Vaccines, dari sekian banyak vaksin yang dikembangkan, vaksin-vaksin ini dapat digolongkan menjadi tiga jenis menurut cara kerjanya.

1. Vaksin Pre-erythrocytic

Vaksin ini menargetkan tahap pre-erythrocytic, berusaha untuk mencegah parasit masuk ke sel liver atau menghancurkan sel liver yang sudah terinfeksi.

Tantangan terbesar dari pendekatan ini adalah berlomba dengan waktu yang sangat pendek.

Parasit hanya membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk mencapai organ hati atau liver setelah masuk melalui gigitan nyamuk Anopheles.

Salah satu vaksin yang telah mendapatkan rekomendasi WHO untuk digunakan secara luas, terutama Afrika, dan berada di fase uji coba ketiga adalah RTS,S yang diberi nama Mosquirix.

2. Vaksin Erythrocytic

Vaksin ini berusaha menekan proses reproduksi parasit yang masuk ke sel darah merah. Namun sejauh ini, vaksin erythrocytic belum ada yang efektif dan lolos fase uji coba pertama dan kedua.

3. Transmission Blocking Vaccine (TBV)

Merupakan jenis vaksin yang menggunakan pendekatan secara tidak langsung dalam menghentikan penyebaran penyakit.

Jenis vaksin ini bekerja dengan mencegah parasit berkembang biak di dalam nyamuk Anopheles, sekaligus memutus siklus hidup parasit.

Idenya, vaksin ini dapat membangun antibodi yang akan dihisap nyamuk. Antibodi ini akan mencegah parasit di dalam nyamuk dapat berkembang, sehingga ketika nyamuk menggigit manusia lain, parasit tidak akan ikut berpindah.

Akan tetapi hasil fase uji coba pertama pada manusia menunjukkan hasil yang kurang memuaskan.

Angka efikasi yang rendah membuat para ilmuwan menyimpulkan bahwa vaksin ini masih memerlukan formulasi untuk membentuk antibodi dalam jumlah yang lebih tinggi lagi. 

Bagaimana Vaksin RTS,S Bekerja?


Vaksin RTS,S adalah vaksin pertama yang disetujui WHO untuk penggunaan secara luas setelah lolos uji coba klinis fase pertama dan kedua.

Dalam wawancara dengan ahli yang dimuat dalam halaman berita Harvard Chan-School of Public Health, diketahui vaksin RTS,S juga merupakan vaksin pertama untuk infeksi parasit pada manusia.

Pada fase uji coba awal, RTS,S menunjukkan efikasi yang tinggi, namun di fase uji coba ketiga yang dilaksanakan di lingkungan nyata, efikasinya menurun hingga ke angka 40%-50%.

Tetapi penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan sebelum musim hujan, yaitu saat tingkat penularan paling tinggi, memberikan efikasi yang jauh lebih tinggi.

Secara singkat, RTS,S bekerja dengan cara memicu sistem kekebalan tubuh untuk melawan parasit (P. falciparum) di fase pertama (pre-erythrocytic).

Vaksin yang diberi merk Mosquirix ini dirancang untuk mencegah parasit menginfeksi dan berkembang biak di organ hati.

Zat aktif dalam Mosquirix yang terbuat dari protein permukaan P. falciparum dan virus Hepatitis B, akan memicu sistem kekebalan memproduksi antibodi yang diperlukan.

Setelah vaksin diberikan, jika anak digigit nyamuk Anopheles berparasit, tubuhnya akan memproduksi antibodi lebih cepat dan mencegah parasit berkembang dan mengakibatkan penyakit.

Vaksin diberikan pada anak usia 6 minggu hingga 17 bulan melalui injeksi intramuskular, dengan dosis sebanyak 0,5ml setiap injeksi dan diulang sebanyak tiga kali dengan jangka waktu satu bulan.

Selain itu, vaksin booster atau tambahan juga masih direkomendasikan 18 bulan setelah vaksinasi ketiga dilakukan.

 

Fase uji coba klinis ketiga RTS,S telah dimulai sejak April 2021 hingga Desember 2023, melibatkan sekitar 4.800 anak di Afrika.

Selain RTS,S, vaksin lain yang sedang di tahap uji klinis adalah vaksin buatan BioNTech, pengembang vaksin dengan teknologi mRNA untuk Covid-19.

Jenis vaksin lainnya yang juga didanai oleh Gates Foundation, akan berfokus pada riset antibodi monoklonal untuk penanganan malaria.

Kehadiran vaksin malaria tentu menimbulkan harapan besar bagi para ilmuwan dan dapat mencegah kematian lebih dari 400.000 jiwa di seluruh dunia setiap tahunnya.

Seiring berkembangnya bioteknologi yang semakin canggih, semakin banyak pula pintu yang terbuka untuk penelitian dan penemuan dengan cara-cara yang lebih cepat dan baru.

Dunia microbiome yang dulunya asing bagi manusia, perlahan mulai dapat dimengerti sedikit demi sedikit.

Masih penasaran dengan dunia microbiome? Mampir ke Nusantics Blog, ya!

 


Referensi:

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Agnes Octaviani