• Home
  • Blog

share

Kenali Tiga Musuh Petambak Udang: WSSV, EHP, dan AHPND

29 Dec 2022

Kenali Tiga Musuh Petambak Udang: WSSV, EHP, dan AHPND

Melansir pernyataan Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam salah satu artikelnya, Indonesia memiliki potensi perikanan yang amat besar, baik dari segi penangkapan atau budidaya. Salah satu budidaya yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah udang. Para petambak diharapkan untuk menyediakan pakan dan lingkungan hidup yang sehat bagi udang agar nantinya udang tersebut dapat dipanen dengan hasil yang memuaskan dan berkualitas tinggi.

Namun, ada kalanya penyakit yang berasal dari mikroba patogen, seperti virus dan bakteri, menyerang udang yang dibudidayakan dan pada akhirnya  memaksa petambak untuk menutup usahanya. 

Mengutip jurnal berjudul Detection of White Spot Syndrome Virus (WSSV) of Shrimp (Litopenaeus vannamei) in UPT Pengembangan Budidaya Air Payau Bangil , Pasuruan District , East Javawabah WSSV (White Spot Syndrome Virus) yang menyerang udang pada tahun 2019 membuat kerugian sebesar 20%, yang secara otomatis juga merugikan perekonomian negara Indonesia. Virus ini menyebar sangat cepat dengan tingkat kematian 90-100% dalam waktu 3-7 hari setelah udang terjangkit WSSV.

Mikroorganisme yang hidup di lingkungan tambak udang sangat memengaruhi kesehatan udang-udang tersebut sehingga ada ancaman lain yang juga menjadi musuh petambak udang, yaitu EHP (Enterocytozoon hepatopenaei), dan AHPND (Acute Hepatopancreatic Necrosisi Disease)

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Yuk, kita kenali lebih dalam ancaman yang menjadi musuh petambak udang dan bagaimana cara untuk mengatasi ancaman ini. Pastikan kamu baca artikel CeKolam ini sampai habis, ya!

Apa itu WSSV? 


WSSV (
White Spot Syndrome Virus) alias penyakit bintik putih pada udang yang disebabkan oleh virus yang dapat berkembang biak dengan sangat cepat dan menyebabkan kematian pada udang, dikutip dari salah satu jurnal Aquaculture
WSSV adalah virus yang berbentuk elips dan besar dengan rantai DNA ganda yang berasal dari keluarga virus 
Nimaviridae bergenus Whispovirus. Udang yang hampir mati karena terinfeksi WSSV akan mengalami perubahan warna pada kulitnya, yaitu menjadi putih pucat atau berbintik-bintik putih. Dari beberapa jenis patogen yang mengancam udang, WSSV adalah salah satu ancaman tingkat tinggi yang harus diwaspadai petambak udang, baik udang biasa atau pun udang vaname yang banyak diminati di Indonesia.

Mengutip jurnal dari Veterinary Research, ada beberapa tindakan pencegahan yang kemungkinan besar bisa membantu petambak agar udang mereka tidak terjangkit WSSV, yaitu:

  1. Menjaga kandungan hemosit (sistem pertahanan udang), karena mereka hanya bergantung pada respon imun bawaan untuk melawan patogen masuk ke dalam sistem imunnya. Sampai sekarang, belum ada formula pasti yang bisa menunjang sistem pertahanan udang ini.

  2. Memperhatikan dan terus mengontrol pakan, kebersihan, dan lingkungan tambak udang. Petambak juga bisa memeriksa udang beserta kolamnya dengan CeKolam agar tahu pasti tentang keadaan dan lingkungan tambak udang mereka.

  3. Memberikan probiotik untuk meningkatkan kesehatan udang.

  4. Menggunakan ekstrak tumbuhan yang mengandung etanol untuk melindungi udang dari infeksi WSSV.

  5. Memberikan vaksin dengan menambah imunitas dari imun jenis udang yang mampu melawan virus WSSV, yaitu udang jenis P. japonicus. Tentunya kajian ini masih terus dikembangkan seiring berjalannya waktu.

  6. Memberikan vaksin berbasis RNA dan DNA.

Apa itu EHP?

Melansir artikel The Fish Site, EHP (Enterocytozoon hepatopenaei) adalah mikroorganisme bersifat parasit yang masuk dalam kelompok jamur, yang ditemukan pada udang-udang yang pertumbuhannya sangat lambat. 

Walaupun jarang menjadi ancaman yang mematikan, EHP bisa merugikan para petambak yang akan memanen udang-udang mereka. 

Maka dari itu, petambak disarankan untuk melakukan pemeriksaan kolam dengan PCR dari CeKolam dan mensterilkan kolam tersebut dengan disinfektan alami berbahan CaO kemudian menunggu selama seminggu sebelum melakukan siklus budidaya selanjutnya agar tidak ada spora EHP yang tersisa di kolam tersebut.

Apa itu AHPND?


AHPND (
Acute Hepatopancreatic Necrosisi Disease) yang juga kerap kali disebut dengan EMS (Early Mortality Syndrome) adalah penyakit udang yang disebabkan oleh bakteri Vibrio parahaemolyticus. 

Bakteri ini mampu memproduksi zat beracun yang dapat 100% membunuh udang budidaya dalam waktu kurang dari 40 hari setelah disebar di tambak, dikutip dari artikel Kementerian Kelautan dan Perikanan. AHPND menyerang organ pencernaan udang sehingga menyebabkan hepatopankreas mengkerut dan pucat, usus dan lambung kosong karena tidak ada makanan yang masuk, serta badannya menjadi pucat dan kekuningan.

Lantas, bagaimana bakteri ini bisa muncul di dalam tambak udang? Ada beberapa penyebabnya, yaitu:

  • padat tebaran tinggi

  • kualitas air kolam yang tidak memadai

  • tidak adanya tandon yang mengatur masuk dan keluarnya air

  • musim kemarau panjang

  • persiapan petak tambak yang tidak sesuai standar

  • level stres yang tinggi pada post-larva saat dipindahkan ke kolam

  • pengaturan pemberian pakan yang buruk

Melansir artikel Feed Additives can Reduce the Impact of EMS/AHPND, penanganan masalah WSSV dan AHPND sangat berbeda. Pada AHPND, sangat penting bagi petambak untuk memastikan larva dalam keadaan sehat sebelum dimasukkan ke dalam kolam yang sesuai standar. 

Selain itu, pemeriksaan rutin akan mikroorganisme di lingkungan tambak juga perlu diperiksa setiap pergantian siklus budidaya. Pemakaian antibiotik tidak terlalu dianjurkan untuk melawan AHPND, karena bisa menyebabkan bakteri pada udang resisten terhadap antibiotik tersebut.

Ini yang Harus Dilakukan Petambak Udang agar Terhindar dari WSSV, EHP, dan AHPND

Walaupun penyebabnya berbeda-beda, WSSV, EHP, dan AHPND bisa dicegah apabila petambak atau pembudidaya udang rajin memeriksakan kesehatan kolam, lingkungan di sekitar kolam, dan juga udang yang ada di dalamnya. Di CeKolam, kamu bisa menemukan layanan pemeriksaan udang yang ditangani langsung oleh dokter udangnya, lho!

Karena kembali lagi, lebih baik mencegah daripada rugi saat waktu panen udang tiba, bukan? 


Referensi:

  • Cheng Wenzhi, Heqian Zhanged, Panpan Wanga,  Yiming  Wei, Tian  Jia, Lian Yijian, Zhou Yong Ma, 2020. Clinical signs of naturally white spot syndrome virus (WSSV) infected kuruma shrimp Marsupenaeus japonicas, based on their physiological and behavioral states. Aquaculture. https://doi.org/10.1016/j.aquaculture.2020.736104 

  • Kusuma, Rima & Dadiono, Muh. Sulaiman & Kusuma, Baruna & Putra, Joni. (2020). Detection of White Spot Syndrome Virus (WSSV) of Shrimp (Litopenaeus vannamei) in UPT Pengembangan Budidaya Air Payau Bangil , Pasuruan District , East Java. 3. 170 - 175. 10.31002/jade.v3i2.3426. 

  • Sánchez-Paz A. White spot syndrome virus: an overview on an emergent concern. Vet Res. 2010 Nov-Dec;41(6):43. doi: 10.1051/vetres/2010015. Epub 2010 Feb 26. PMID: 20181325; PMCID: PMC2855118.

  • https://thefishsite.com/articles/control-and-management-of-the-white-spot-syndrome-virus-wssv

  • https://thefishsite.com/disease-guide/enterocytozoon-hepatopenaei-ehp

  • https://kkp.go.id/an-component/media/upload-gambar-pendukung/BKIPM/tulisan%20ilmiah/KORAN%20AHVND-converted.pdf

Writer: Tami Kira

Editor: Agnes Octaviani