• Home
  • Blog

share

Jamur, Penyebab Pandemi Berikutnya yang Harus Diwaspadai?

29 Jan 2023

Jamur, Penyebab Pandemi Berikutnya yang Harus Diwaspadai?

Puncak pertempuran kita melawan virus COVID-19 mungkin sudah terlewati. Namun, ternyata kita belum boleh lengah. Selain virus, jamur bisa jadi penyebab pandemi berikutnya yang harus kita waspadai.

Jamur – termasuk pula ragi – memang bisa bermanfaat bagi manusia, di antaranya sebagai bahan makanan, pengawet makanan, dan di bidang kesehatan. Di sisi lain, jamur bisa berubah jadi membahayakan dalam waktu yang sangat singkat.

Jenis Jamur yang Membahayakan

Oktober tahun lalu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan daftar patogen jamur prioritas yang berisi 19 mikroba yang tidak disadari bisa membawa ancaman besar bagi kehidupan manusia. 

Patogen-patogen tersebut dikategorikan ke dalam prioritas sedang, tinggi, atau kritis berdasarkan potensi dampaknya terhadap kesehatan manusia serta resistansinya terhadap antijamur.

Ada empat jamur yang masuk dalam kategori kritis, yakni:

  • Cryptococcus neoformans, patogen oportunistik yang menjadi penyebab utama kematian orang-orang dengan HIV,

  • Candida auris, ragi yang menyebabkan infeksi dengan angka kematian tinggi dan telah menimbulkan beberapa wabah di rumah sakit,

  • Aspergillus fumigatus, jamur yang ada di mana-mana yang resisten terhadap antijamur azole,

  • Candida albicans, anggota jamur yang biasa berada di microbiome manusia sehat yang juga bisa menyebabkan sariawan dan infeksi darah yang mengancam nyawa.

Alasan Jamur Harus Diwaspadai


Mengapa jenis-jenis jamur tersebut membahayakan? Menurut WHO, terdapat beberapa hal yang membuat jamur menjadi patogen yang patut diwaspadai, yaitu:

1. Jangkauan geografisnya meluas

2. Prevalensi infeksi yang meningkat, terutama selama pandemi COVID-19

Menurut Justin Beardsley sebagai salah satu pihak yang membantu menyusun daftar WHO tersebut, banyak bahan obat baru untuk penyakit (termasuk COVID-19) secara tidak sengaja membantu jamur patogen. Caranya adalah dengan mengganggu jalur kekebalan yang terlibat dalam memerangi infeksi jamur.

“Akibatnya, kita tiba-tiba melihat infeksi jamur yang semakin banyak,” kata Beardsley. A. fumigatus, contohnya, menjadi infeksi sekunder SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit pulmonary aspergillosis (penyakit paru akibat jamur) terkait COVID.

3. Mulai resisten terhadap antijamur

Dilansir dari The Scientist, hanya ada empat jenis antijamur yang ada saat ini. Tidak seperti zat antibakteri, zat antijamur jarang digunakan berlebihan pada manusia.

Ironisnya, penggunaan zat antijamur di pertanian dan peternakan justru mendorong evolusi resistensi patogen terhadap antijamur. Angka kematian bisa naik hingga 25%, lho, dalam kasus patogen yang resisten terhadap antijamur.

Kasus Wabah Penyakit Akibat Jamur

Berikut beberapa kasus wabah penyakit akibat jamur yang pernah diinvestigasi oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dan lembaga lain:

  • Infeksi Candida auris pertama kali teridentifikasi di Jepang pada 2009, lalu pada 2016 di empat negara bagian AS. Pada 2019, patogen ini telah menginfeksi lebih dari 700 orang di 12 negara bagian. Tahun lalu, giliran enam area lain di Amerika yang mengalami kasus pertama C. auris. Di awal tahun inipun, dua dari enam orang yang terinfeksi di Mississippi meninggal dunia. Menurut Stat News, hampir 5.000 orang di AS saat ini telah terinfeksi C. auris.

  • Wabah histoplasmosis yang menyerang orang–orang yang sedang berkemah di Louisiana (2018) serta pada pekerja terowongan di Republik Dominika (2015)

  • Wabah valley fever pada sukarelawan AS yang sedang dinas ke Meksiko (2018)

  • Wabah meningitis jamur dan infeksi jamur lain terkait suntikan steroid yang terkontaminasi di beberapa negara bagian AS (2012)

Langkah yang Perlu Diambil


Para ahli penyakit khawatir pandemi berikutnya bisa disebabkan oleh jamur, bukan virus. Ini bisa saja terjadi mengingat kurangnya pengetahuan akan organisme ini.

Para ahli membutuhkan dana tambahan untuk memelajari jamur. Sebab, menurut Beardsley, tingkat pendanaan rendah jika dibandingkan dengan beban berat yang harus ditanggung akibat infeksi jamur, yakni kurang dari 1,5% dari seluruh pendanaan untuk riset penyakit menular.

“Padahal, jamur menyebabkan kematian sebanyak TBC dan lebih dari malaria,” kata Beardsley.

Menurut ia, kita bisa merespons COVID-19 secara cepat karena ilmu dasarnya sudah ada. “Kita belum berinvestasi ke ilmu dasar tersebut selama berpuluh-puluh tahun dalam riset mikologi (ilmu tentang jamur). Jadi, kita perlu mengejar dan menebus waktu yang hilang,” jelas Beardsley.

Saat ini, para ilmuwan sedang mengembangkan vaksin untuk mengatasi penyakit-penyakit yang diakibatkan infeksi jamur. Beberapa di antaranya sudah teruji klinis.

Mau tidak mau dan suka tidak suka, manusia memang harus terus ingat bahwa kita hidup berdampingan dengan makhluk hidup lainnya, termasuk mikroorganisme yang tidak kelihatan mata seperti jamur maupun virus.

Walau seringnya terdengar menjadi penyebab penyakit, sebetulnya keberadaan mereka tetap diperlukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, termasuk kesehatan manusia.

Ingin tahu lebih banyak tentang komunitas mikroorganisme di sekeliling dan perannya dalam hidup? Ikuti terus media sosial Nusantics dan Nusantics Blog, ya! 


Referensi:

  • Katharina Kainz, Maria A. Bauer, Didac Carmona-Gutierrez and Frank Madeo (2020). Fungal infections: the hidden crisis. Microbial Cell 7(6): 143-145. doi: 10.15698/mic2020.06.718

  • https://www.who.int/publications/i/item/9789240060241

  • https://cosmosmagazine.com/australia/fungal-pathogens-growing-threat-who/

  • https://futurism.com/neoscope/next-pandemic-fungi-scientists-warn

  • https://www.the-scientist.com/news-opinion/fungal-pathogens-flourish-in-the-pandemic-s-shadow-70681

  • https://www.cdc.gov/fungal/outbreaks/index.html

  • https://www.statnews.com/2023/02/09/fungal-crisis-is-here-past-time-to-address-it/

Writer: Ema Fitria Rahmadianti

Editor: Agnes Octaviani