• Home
  • Blog

share

Benarkah Komposisi Microbiome Kulit Kita Menarik untuk Nyamuk?

13 Jul 2022

Benarkah Komposisi Microbiome Kulit Kita Menarik untuk Nyamuk?

Mungkin kamu kenal dengan seseorang yang sangat mudah digigit nyamuk, atau justru kamu sendiri yang mengalami hal ini? 

Ternyata, preferensi nyamuk ada penjelasan ilmiahnya, lho!

Gigitan nyamuk memang sangat mengganggu. Tak hanya terasa sangat gatal, tapi bekas gigitannya pun dapat membekas di kulit.

Selain itu, dalam tubuh kecil nyamuk juga dapat membawa penyakit menular yang cukup serius, seperti demam berdarah, malaria, dan demam kuning.

Dikutip dari Smithsonian Magazine, setiap tahun demam kuning yang ditularkan melalui nyamuk menyebabkan lebih dari 30.000 kematian. 

Di Indonesia sendiri, kasus demam berdarah mencapai 71 ribu kasus di tahun 2021.

Pada masyarakat Indonesia, pengendalian populasi dan mencegah gigitan nyamuk dilakukan dengan beberapa cara, misalnya fogging, menggunakan insektisida komersial berupa semprot atau bakar, mengaplikasikan produk penangkal nyamuk di tubuh, dan lain sebagainya.

Kini para ilmuwan meyakini ada cara untuk menangkal nyamuk agar tidak menggigit kamu, yaitu melalui sedikit alterasi microbiome kulit.

Baca Juga: Bagaimana Microbiome Membentuk Dunia Kita

Bagaimana Nyamuk Memilih Mangsa?

nyamuk memilih mangsa

Sebelumnya mungkin kamu pernah membaca atau mendengar bahwa nyamuk lebih tertarik pada seseorang yang menghembuskan karbon dioksida lebih banyak, suhu tubuh, memiliki aroma tubuh tertentu, bahkan warna pakaian yang sedang dikenakan.

Kini dari berbagai studi, diketahui cara nyamuk memilih seseorang untuk diisap darahnya melalui komposisi microbiome kulit seseorang.

Salah satu penelitian terhadap nyamuk Anopheles, spesies penyebar malaria di Afrika, menunjukkan adanya hubungan kuat antara komposisi microbiome kulit dengan ketertarikan nyamuk.

Komposisi microbiome kulit menentukan aroma tubuh seseorang. 

Dari hasil penelitian ini, diketahui mereka yang disukai nyamuk memiliki jumlah Staphylococcus yang lebih banyak, namun rendah keanekaragaman spesies dibandingkan mereka yang tidak disukai nyamuk.

Walaupun tidak terlihat, kulit dan tubuh kita sebenarnya merupakan rumah bagi mikroorganisme yang memiliki peran dalam mendukung kesehatan kita.

Komunitas mikroorganisme ini terdiri dari berbagai jenis bakteri, virus, jamur, serta lainnya, dan dapat disebut sebagai microbiome

Untuk microbiome yang tinggal di kulit, dapat disebut sebagai microbiome kulit.

Baca Juga: Apa yang Skin Microbiome Lakukan di Kulit Wajah Kita?

Menurut ahli perilaku ekologi yang dikutip Smithsonian, Jeffery K. Tomberlin, nyamuk dapat "mendengarkan" komunikasi antar bakteri yang terjadi di kulit kita.

Di kulit kita terjadi komunikasi antar-bakteri, yang merupakan anggota microbiome kulit, menggunakan sistem kimiawi yang disebut quorum sensing.

Komunikasi yang terjadi antar-sel ini digunakan untuk mengontrol atau mencegah perilaku tertentu dalam sebuah komunitas microbiome.

Untuk berkomunikasi dengan anggota microbiome lain atau sistem tertentu, para bakteri akan memproduksi zat kimia sebagai pesan. 

“Pesan” yang dibuat ini akan menumpuk dan pekat, hingga akhirnya mencapai sebuah batas tertentu dan memicu respon. 

Seiring kencangnya pesan yang disampaikan, sehingga organisme lain pun dapat ikut menyadap komunikasi ini.

Bahkan manusia juga bisa merespon pesan yang dikirim oleh para microbiome

Misalnya saat sesuatu sedang membusuk, microbiome melepas molekul quorum-sensing dalam bentuk bau tidak sedap untuk memperingatkan lingkungan di sekitarnya sedang berlangsung proses pembusukan dan organisme lain tidak mengganggu.

Evolusi nyamuk menjadikan antena mereka sangat sensitif hingga dapat menangkap quorum-sensing microbiome kulit kita.

Dari hasil sadapan ini, nyamuk dapat menerima informasi mengenai kualitas darah seseorang dan menjadi lebih selektif dalam memilih siapa yang harus digigit.

Namun yang berevolusi bukan hanya nyamuk saja, seiring waktu microbiome kulit kita terus mengubah kode komunikasi mereka agar tidak dapat disadap oleh nyamuk.

Rekayasa Genetik untuk Menangkal Nyamuk

rekayasa genetik untuk nyamuk

Salah satu anggota dari ribuan microbiome kulit yang umum ditemukan adalah bakteri Staphylococcus epidermidis.

Ilmuwan mencoba melakukan rekayasa genetika S. epidermidis ini agar bermutasi dan mengubah jalan komunikasi sistem quorum-sensing.

Dengan begitu, komunikasi antar bakteri akan terganggu dan nyamuk juga tidak dapat menyadap "pesan".

Para ilmuwan berharap metode baru ini dapat menggantikan penggunaan bahan kimia yang keras dan cenderung tidak sehat, seperti insektisida yang kita gunakan saat ini.

Selain itu, cara menangkal nyamuk ini juga diharapkan dapat menekan dan mencegah penyakit yang disebarkan oleh nyamuk.

Baca Juga: Teknologi Masa Depan: Modifikasi Genetik, Kloning, dan Lainnya

Tentunya metode canggih ini masih memerlukan berbagai hal yang perlu diteliti lebih lanjut, misalnya memahami bagaimana bakteri berevolusi membentuk resistensi terhadap zat baru yang menghalangi komunikasi mereka.

Ke depannya, metode ini juga berpotensi dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah kesehatan lainnya, misalnya menghalangi komunikasi bakteri di paru-paru pada pasien fibrosis sistik.

Sementara itu, kamu bisa tetap memelihara microbiome kulit kamu agar komposisinya seimbang dan sehat.

Salah satunya adalah dengan memperhatikan skincare yang kamu gunakan sehari-hari. 

Produk seperti sabun, pelembap, dan lain-lain yang tidak ramah microbiome dapat menurunkan keanekaragaman spesies microbiome kulit kamu alih-alih merawatnya.

Kamu bisa beralih ke skincare yang komposisinya ramah microbiome dan tidak lupa pula menjaga kesehatan usus melalui makanan yang bernutrisi seimbang.

Produk-produk Biome Beauty bisa menjadi pilihan kamu dalam merawat keseimbangan microbiome kulit, sebab produk Biome Beauty tidak hanya ramah microbiome, tetapi juga ramah lingkungan, lho!

Referensi:

  • Magazine, Smithsonian. “To Stop Mosquito Bites, Silence Your Skin's Bacteria.” Smithsonian Magazine, 30 June 2015, www.smithsonianmag.com/science-nature/stop-mosquito-bites-silence-your-skins-bacteria-180955772.
  • Rizaty, Monavia Ayu. “Musim Penghujan, Terjadi 13.776 Kasus DBD pada Awal 2022.” katadata, 1 Mar. 2022, databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/03/01/musim-penghujan-terjadi-13776-kasus-dbd-pada-awal-2022.
  • Verhulst, Niels O., et al. “Composition of Human Skin Microbiota Affects Attractiveness to Malaria Mosquitoes.” PLoS ONE, edited by Bradley S. Schneider, vol. 6, no. 12, 2011, p. e28991. Crossref, https://doi.org/10.1371/journal.pone.0028991.

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Serenata Kedang