Blog
Apa itu GMO dan Berbahayakah?
February 05, 2022 by Agnes Octaviani
Share
Mungkin kamu pernah mendengar atau melihat tentang makanan yang berlabel “non-GMO” di supermarket? Sudahkah kamu mengetahui tentang makanan GMO? Mengapa beberapa produsen makanan merasa perlu menaruh label non-GMO pada produknya?
Yuk, kita coba pelan-pelan memahami mengapa GMO mendapatkan kesan yang buruk di dunia pangan!
GMO adalah singkatan dari genetically modified organism, yaitu makhluk hidup yang DNA-nya dimodifikasi dengan teknologi rekayasa genetika. Penerapan GMO yang paling umum diketahui adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Di industri pangan, bibit GMO digunakan karena beberapa alasan, misalnya meningkatkan pertumbuhan (lebih cepat, lebih besar, atau lebih banyak), menambah nutrisi yang terkandung, menjaga keberlanjutan, ketahanan terhadap hama, dan mempermudah panen.
Proses untuk memperoleh bibit-bibit dengan sifat unggul secara alami memang masih mungkin dicapai melalui perkawinan selektif, namun prosesnya memerlukan beberapa generasi sebelum mendapatkan hasil yang diinginkan. Selain itu, tanpa bantuan teknologi yang mumpuni, para peneliti akan sangat sulit mengetahui perubahan genetik mana yang dapat mengubah sifat bibit tersebut.
Baca Juga: Mengenal CRISPR/Cas9, Sistem Imun Bakteri yang Bisa Bantu Ilmuwan Edit DNA
Dengan adanya teknologi GMO, peneliti dapat mempersingkat proses-proses tersebut dan menciptakan tanaman dengan sifat spesifik yang diinginkan. Contoh bibit GMO yang paling banyak digunakan adalah jagung Bt (Bacillus thuringiensis), yaitu jagung yang direkayasa genetika untuk memproduksi insektisida yang telah digunakan untuk membasmi hama tertentu selama lebih dari 50 tahun. Dengan begitu, jagung ini tidak perlu lagi diberikan pestisida karena hama yang memakannya akan mati.
Di Amerika Serikat, setidaknya terdapat 90% kacang kedelai, kapas, dan jagung yang dipasarkan adalah hasil GMO. Diperkirakan sekitar 80% makanan yang dijual di supermarket di sana juga mengandung bahan yang dibuat dari hasil GMO. Dengan adanya fakta ini, tentunya tak heran muncul kekhawatiran tentang keamanan makanan GMO untuk kesehatan manusia.
Dengan luasnya penerapan GMO dalam industri pangan, wajar jika masyarakat bertanya-tanya tentang keamanannya untuk kesehatan maupun lingkungan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah jagung Bt yang mengandung insektisida alami, dikhawatirkan juga berdampak negatif pada manusia yang mengonsumsinya.
Sebagai contoh, muncul kelompok anti-GMO yang melaporkan adanya perubahan pada sistem organ tikus percobaan setelah diberi makan kentang GMO selama 10 hari. Mereka menyatakan bahwa kentang tersebut beracun sebagai hasil modifikasi genetik dan dapat berbahaya untuk manusia.
Penemuan dan pernyataan ini menghebohkan dunia, sehingga berbagai kelompok ilmuwan mencoba membuktikan kebenarannya. Namun setelah berbagai penelitian dengan melibatkan macam-macam hasil panen GMO seperti kentang, tomat, jagung Bt, dan lain-lain, pernyataan tersebut tak terbukti karena para ilmuwan tidak menemukan perbedaan pada sistem organ hewan yang mengonsumsi GMO maupun yang tidak.
Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa klaim GMO dapat memutasi gen, memengaruhi kehamilan dan janin, serta perpindahan gen GMO ke dalam tubuh konsumen tidaklah terbukti secara ilmiah.
Baca Juga: Teknologi Masa Depan: Modifikasi Genetik, Kloning, dan Lainnya
Namun, informasi yang telah terlanjur beredar di masyarakat luas saat ini disertai edukasi yang masih kurang, membuat stigma negatif terhadap GMO masih ada. Hal ini dimanfaatkan oleh sebagian produsen makanan untuk melabeli produk mereka dengan non-GMO agar lebih menarik perhatian konsumen.
Di sisi lain, pengaruh GMO terhadap komunitas microbiome dan dampaknya terhadap kesehatan manusia masih cukup minim. Menurut salah satu artikel penelitian, GMO berpotensi mengubah komposisi microbiome lingkungan (terutama tanah dan air) ke arah negatif maupun positif tergantung pada banyak faktor. Namun, efeknya ke kesehatan manusia belum diketahui dan masih memerlukan penelitian yang lebih luas dan dalam.
Alih-alih membawa masalah kesehatan, tanaman GMO sesungguhnya membawa dampak positif dan kegunaan untuk manusia dan lingkungan. Tidak hanya itu, para ilmuwan juga tanpa henti mencari solusi untuk permasalahan perubahan iklim serta meningkatkan kesehatan melalui teknologi GMO. Berikut adalah beberapa potensi penerapan dan manfaat GMO:
Menurut penelitian dari Italia, penggunaan bibit jagung hasil GMO untuk negara-negara berkembang dapat memberikan manfaat secara ekonomi dan kesehatan untuk konsumen maupun petani. Secara ekonomi, bibit GMO akan menghasilkan panen yang lebih banyak.
Dari segi kesehatan, bibit GMO ternyata dapat mengurangi paparan mycotoxins yang bersifat karsinogenik dan beracun untuk hewan maupun manusia. Jagung GMO lebih sedikit mengandung mycotoxin karena telah mengalami rekayasa genetika yang membuatnya lebih tahan terhadap serangan hama hingga 59,6%.
Serangan hama (serangga) terhadap tanaman memiliki efek melemahkan sistem kekebalan tanaman dan membuatnya lebih rentan terhadap jamur. Kontaminasi jamur terhadap hasil panen inilah yang dapat membawa penyakit untuk manusia. Kontaminasi mycotoxin dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker hati dan lebih banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Selain hama, para peneliti juga berpendapat bahwa perubahan iklim yang membuat suhu naik dan turunnya curah hujan dapat meningkatkan serangan jamur. Saat ini, varietas jagung GMO oleh yang resisten terhadap serangan jamur sedang dalam proses persetujuan.
Dengan penggunaan bibit GMO yang secara alami antihama, maka penggunaan pestisida atau insektisida yang biasanya beracun bagi beberapa spesies dan berdampak lebih luas untuk lingkungan kini tak perlu lagi digunakan.
Biasanya, penggunaan pestisida semacam ini tak hanya membunuh serangga hama, tapi juga ikut membunuh spesies lain yang mungkin bermanfaat bagi ekosistem dan mengancam populasinya.
Hasil penelitian terhadap jagung Bt disebutkan bahwa jagung GMO memiliki efek kecil atau tidak berdampak sama sekali terhadap serangga non-target, sehingga tidak memengaruhi keanekaragaman pada komunitas serangga.
Jagung ini akan menjadi racun di saluran pencernaan serangga hama yang suka menyerang jagung, sehingga serangga lain yang tidak memakan jagung ini tidak akan terdampak.
Kamu tidak perlu khawatir, sebab biasanya pangan GMO yang memproduksi insektisida telah diteliti dan dirancang untuk menargetkan hama tertentu saja dan tidak berdampak pada manusia atau lingkungan.
Cara kerjanya mirip dengan bagaimana cokelat dapat beracun untuk anjing peliharaan, namun aman dikonsumsi manusia. Atau bagaimana kopi adalah zat beracun untuk beberapa spesies serangga, sedangkan tidak masalah dikonsumsi manusia.
Baca Juga: Bagaimana Cara Memulihkan Microbiome di Tanah?
Diperkirakan manusia di bumi mengonsumsi sekitar 5000 ton setiap harinya. Organisasi dunia PBB memperkirakan kebutuhan ini naik lebih dari 70% pada tahun 2050 kelak. Manusia bisa saja membuka lahan baru dengan menggunduli hutan secara terus menerus, atau memaksimalkan lahan yang sudah ada dengan bantuan teknologi seperti GMO.
Selain merekayasa genetika agar lebih tahan hama serangga, para ilmuwan juga sedang mencoba mengembangkan tanaman yang dapat memproduksi lebih banyak nutrisi yang bermanfaat untuk manusia, misalnya buah-buahan dengan antioksidan lebih banyak, atau nasi yang mengandung vitamin tambahan.
Di skala yang lebih luas, ilmuwan juga mencoba untuk menciptakan tanaman yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dengan membuatnya lebih mudah beradaptasi pada cuaca ekstrem dan kondisi tanah yang berbeda-beda, tujuannya agar masyarakat tak perlu lagi khawatir dengan pasokan pangan yang terancam gagal panen.
Ke depannya tanaman GMO tidak hanya mengurangi dampak industri agrikultur terhadap lingkungan, tetapi juga secara aktif melindunginya. Para ilmuwan saat ini juga sedang merancang tanaman yang dapat "mengambil" nitrogen dari udara, mirip dengan beberapa jenis mikroorganisme.
Nitrogen adalah pupuk yang paling umum digunakan dalam bercocok tanam, namun penggunaannya yang masif mencemari air tanah dan mempercepat perubahan iklim. Dengan tanaman yang dapat mengambil nitrogen sendiri dari udara tentunya dapat menyelesaikan dua masalah sekaligus.
Salah satu harapan lainnya adalah menciptakan tanaman yang dapat mengambil karbon di udara, sehingga dapat memperlambat hingga mencegah perubahan iklim yang semakin mengancam setiap harinya.
Semoga setelah membaca ini, kamu dapat lebih bijak lagi memilih produk-produk yang beredar di pasaran sekaligus mengurangi kekhawatiran kamu, ya! Jangan lupa untuk selalu menambahkan buah dan sayur sebagai prebiotik dalam menu diet kamu sehari-hari.
Kunjungi Nusantics Blog untuk mengetahui lebih banyak tentang pentingnya menjaga keseimbangan microbiome dan kaitannya dengan kehidupan di bumi ini. Siapa tahu kamu juga bisa menemukan solusi untuk berbagai masalah kulit kamu juga, lho!
Referensi:
Fresh Articles
The most established precision molecular diagnostics company in Indonesia
Find Us
Mon - Fri: 9 a.m. - 6 p.m.
i3L Campus @ Lvl. 3
Jl. Pulomas Barat No.Kav.88, RT.4/RW.9, Kayu Putih, Pulo Gadung,
Jakarta Timur 13210
Contact Us
hello@nusantics.com
+62 (21) 509 194 30
Copyright © 2024 PT Riset Nusantara Genetika, PT Nusantara Butuh Diagnostik. All Rights Reserved.Privacy Policy
© 2024 PT Riset Nusantara Genetika.
Privacy Policy