• Home
  • Event

share

Nusantics Dukung Program Kembali ke Sekolah dengan Teknologi Air Scan dan PCR Gargle

26 Nov 2021

Nusantics Dukung Program Kembali ke Sekolah dengan Teknologi Air Scan dan PCR Gargle

Setelah kurang lebih 1,5 tahun siswa menjalani proses pembelajaran jarak jauh (PJJ), kini pemerintah mulai mengizinkan pembelajaran tatap muka (PTM) secara terbatas. Bagaimanapun, banyak aktivitas di PTM yang tidak bisa digantikan oleh PJJ. Namun, di tengah kondisi yang belum 100% aman, tentu masih ada kekhawatiran.
 

Efek PJJ pada Anak


Menurut psikolog Roslina Verauli, M.Psi., Psi. saat berbicara di webinar “Kembali ke Sekolah” yang digelar Nusantics bertepatan dengan Hari Guru Nasional pada 25 November 2021, terlalu lama PJJ bisa menyebabkan anak kesepian dan kehilangan motivasi belajar. Padahal, anak-anak biasanya belum ada motivasi internal, sehingga harus didukung secara eksternal.

“Di rumah, anak tidak berada dalam 
ambiance belajar seperti di sekolah. Karena sendirian, ia bisa terdistraksi YouTube dan games. Pada anak-anak yang sudah bermasalah, hal ini bisa memperparah misbehaviour seperti terjerumus ke pornografi atau kecanduan games,” tutur Roslina.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), tidak bersekolah secara tatap muka bisa membuat anak kurang kompetitif saat menghadapi dunia kerja serta berpotensi mengalami pengurangan pendapatan hingga -3% seumur hidup.

“Menurut penelitian, terjadi 
learning loss di seluruh jenjang penelitian selama pandemi. Karena itu, PTM harus segera dilaksanakan,” ujar Dhany Hamiddan Khoir dari direktorat SMA Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) saat berbicara di acara yang sama.

Baca Juga: Kondisi Pembelajaran Tatap Muka di 5 Negara
 

Kembali ke Sekolah, Yakin Sudah Aman?

kembali ke sekolah


Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan RI periode 2011-2014 sekaligus pengusaha dan pendidik, mengakui bahwa PTM lebih berkualitas daripada PJJ karena diskusi dan komunikasi antara guru dan murid bisa lebih lancar. Meski setuju dengan PTM, ia mewanti-wanti bahwa proses pembelajaran tersebut harus dilakukan dengan kepekaan, kehati-hatian, dan keterbukaan.

“Kebijakan tidak dapat dipukul rata jika data hanya berasal dari satu titik karena pengujian dan vaksinasi COVID-19 di daerah masih banyak kekurangan dibanding di kota besar,” ungkap Gita di acara Kembali ke Sekolah.

Menurut Roslina, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembelajaran daring karena perkembangan teknologi akan menuju ke sana. Namun, pandemi mempercepat pembelajaran 
offline menjadi online sehingga banyak yang tidak siap.

Selain itu, anak-anak yang sejak masuk sekolah langsung mengalami PJJ bisa merasakan keterkejutan saat menjalani PTM. “Mereka akan bingung, ‘nanti bertanya ke guru seperti apa, ya, caranya?’ karena terbiasa disupervisi di rumah,” kata Roslina.

Karena itu, peran orang tua sangat penting dalam mempersiapkan anak kembali ke sekolah. “Bisa melalui obrolan, misalnya menjelaskan apa saja yang positif di sekolah, bicarakan apa yang membuat anak cemas,” jelas Roslina.

Saat ini ada 175 negara yang sudah membuka kembali sekolahnya, baik sepenuhnya maupun sebagian. Di Indonesia sendiri, belum semua sekolah menyelenggarakan PTM. Masih ada sekolah yang melakukan PJJ atau 
blended learning (pembelajaran campuran antara tatap muka dan jarak jauh).

Menurut Dhany, Kemendikbudristek sudah melakukan beberapa hal untuk memastikan PTM berjalan aman. Salah satunya adalah melalui 
website Kesiapan Belajar untuk mendata mana sekolah yang sudah memadai sanitasinya dan mana yang perlu dibantu.

Tokoh pendidikan Prof. Dr. H. Arief Rahman, M.Pd. pun mengakui bahwa kesehatan lebih penting daripada pendidikan. Karena itu, di sekolah Labschool yang ia bawahi, protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. “Siswa memakai masker, mencuci tangan, dan dicek suhunya, baru masuk kelas. Kapasitas kelas pun hanya 50% karena harus menjaga jarak. Semua jendela dibuka,” jelas Arief di webinar Kembali ke Sekolah.

Di luar aturan fisik, kesehatan mental juga perlu diperhatikan. “Suasana belajar harus menyenangkan. Materi pelajaran juga tidak boleh terlalu banyak dan jam belajar perlu dibatasi,” tegas Arief.


Baca Juga: Seberapa Mudah Virus COVID-19 Menyebar di Udara?
 

Dukungan Nusantics untuk Program “Kembali ke Sekolah”

dukungan nusantics


Sebagai perusahaan yang memiliki kapabilitas di bidang riset dan teknologi microbiome, Nusantics meneliti 121 ruang kelas SDN di Jakarta selama September hingga Oktober 2021 menggunakan Nusantics Air Scan dan PCR Gargle BioSaliva. Hasilnya, 119 ruang kelas dinyatakan aman dari corona. 

Nusantics Air Scan adalah teknologi untuk mendeteksi dan memonitor kandungan virus di udara melalui metode PCR. Sementara itu, PCR Gargle BioSaliva adalah metode mendeteksi virus pada manusia (misalnya guru dan siswa) dengan cara berkumur. Selain nyaman dan tidak sakit, juga aman bila tertelan dan akurat.

Menurut Sharlini Eriza Putri sebagai CEO dan 
co-founder Nusantics, dengan kombinasi teknologi tersebut, kita bisa mengetahui indeks risiko kelas apakah rendah, sedang, atau tinggi. “Kita dapat mengukur konsentrasi virus di anak dan di udara kelas sehingga bisa melakukan pemetaan. Sebab, beda kelas, meski masih satu sekolah, indeks risikonya bisa berbeda,” kata Sharlin.

Nusantics Air Scan 
portable sehingga bisa dibawa ke mana saja. Bahkan, teknologi ini pernah digunakan untuk mengecek kualitas udara di bioskop. Namun, saat ini Nusantics memprioritaskan sekolah karena usia di bawah 12 tahun merupakan kesempatan emas untuk belajar. “PTM tatap muka penting untuk karier ke depan. Sebab, skill yang dibutuhkan seperti komunikasi, kolaborasi, dan critical thinking sulit dipelajari hanya lewat Zoom,” jelas Sharlin.

Sayang, sekolah-sekolah yang paling membutuhkan layanan Nusantics justru yang tidak mampu membayar sendiri. “Karena itu, kami mengajak Anda untuk berdonasi sebagai sponsor di 
website https://kembalikesekolah.id/. Anda juga bisa mendaftarkan sekolah Anda untuk mendapat layanan ini dan kami akan menyeleksi sekolah mana yang perlu diprioritaskan,” tutup Sharlin.