• Home
  • Event

share

Sains Mikrobioma dalam Tradisi Rempah Nusantara

12 Jul 2021

Sains Mikrobioma dalam Tradisi Rempah Nusantara

[Minggu, 27 Juni 2021]---Webinar bertajuk Sains Mikrobioma dalam Tradisi Rempah Nusantara telah dilaksanakan dalam rangka World Microbiome Day.



Tema tersebut diangkat selain karena kekayaan rempah Indonesia yang luar biasa, juga karena seringnya muncul pertanyaan mengapa anak di pedesaan lebih kuat terhadap patogen (bakteri penyebab penyakit) daripada anak di perkotaan. 

Juga, kenapa anak-anak di pedesaan yang konsumsinya terbilang masih tradisional rupanya lebih sehat daripada anak perkotaan yang konsumsinya lebih beragam. 

Sharlini Eriza Putri, CEO Nusantics menjelaskan bahwa anak di perkotaan sudah terpapar produk pembersih dan kimia industri lainnya. Sedangkan anak di pedesaan mendapatkan bakteri alami di alam. Dalam webinar juga dibahas mengenai tradisi rempah di Indonesia yang luar biasa dan berbagai manfaatnya bagi kesehatan. 

 

Microbiome dan Saluran Pencernaan Manusia

microbiome dan saluran pencernaan manusia


Native speaker yang dihadirkan telah menyampaikan berbagai informasi penting bahwa ½ dari tubuh manusia adalah bakteri yang terdiri dari bakteri, virus, archae, dan mikroorganisme lainnya. Prof. Ir. Inggrid Suryani dari teknologi pangan Binus University menyampaikan manusia hanya menguasai 10% tubuhnya dan sisanya dikuasai oleh mikroorganisme hidup. Maka dapat dikatakan mikroorganisme di dalam tubuh (microbiome) itulah yang menentukan perilaku manusia. 

Baca Juga: Membangun R&D Berbasis Sains Mikrobioma dan Keanekaragaman Hayati

Jumlah dan keberagaman microbiome tertinggi terdapat di saluran cerna manusia. Prof. Inggrid mengatakan, “Tidak ada makanan yang 100% bersih/steril.” Saluran cerna sebagai hilir dari proses pencernaan manusialah yang kemudian menjadi daerah tampungan mikroorganisme. 

Saluran cerna yang besarnya seluas lapangan tenis jika dibentangkan ini, pada akhirnya menjadi pusat tubuh yang memengaruhi organ lainnya termasuk otak. Saluran cerna juga menjadi pusat dari pembentukan sistem imun, 
lho

Didi Kaspi Kasim, 
Editor in Chief National Geographic Indonesia menambahkan bahwa, “Microbiome sangat memengaruhi manusia bahkan sejak lahir. Microbiome sangat berpengaruh terhadap emosional seseorang yang pada akhirnya memberikan reaksi dalam berpikir, melihat, mendengar, dan bertindak.”

Berbagai patogen dan bakteri baik yang masuk ke saluran cerna pada akhirnya menjadikannya pusat sistem imun secara alamiah. Untuk menciptakan sistem imun yang baik, Prof. Inggrid juga mengungkapkan bahwa bakteri baik yang terkandung harus lebih banyak daripada patogennya. 


Baca Juga: 7 Tanaman Sehat Kaya Protein untuk Microbiome Ususmu
 

Microbiome dan Tradisi Rempah Nusantara

microbiome dan rempah


Cerita yang dibawakan oleh Nurdiyansyah Dalidjo tentang kekayaan rempah Indonesia sudah terdengar sejak zaman Belanda. Maka, tak heran bangsa Eropa sangat menginginkan rempah-rempah milik Indonesia. Eropa menilai rempah menjadi sangat magis dan memiliki nilai yang tinggi. 

Database rempah yang selama ini diketahui pun rupanya masih belum 100% lengkap merangkum seluruh data rempah yang kita miliki, lho. Plorentina Dessy, Pendiri Yayasan Arus Kualan dengan tegas mengatakan bahwa, “Alam raya adalah guru.” 

Beliau telah berfokus pada pembelajaran alam (pengetahuan tradisional, nilai, dan kearifan lokal) untuk mengenal berbagai jenis ragam tanaman hutan dalam rangka pelestarian adat Dayak. 

Pembelajarannya dengan mengenal dan mencatat berbagai informasi temuan di hutan mulai dari berbagai jenis daun-daunan, buah-buahan, kelompok jamur, kelompok pakis, tanaman obat, dan berbagai jenis sayuran lainnya termasuk bumbu-bumbuan, baik yang bisa dikonsumsi dengan aman maupun yang tidak bisa dikonsumsi. 

Inilah yang membawa Indonesia menduduki peringkat tertinggi di dunia yang memiliki 
bio culture diversity.

Baca Juga:
 Senang Makan Pedas? Ternyata Ada Manfaat Baiknya, Lho!

Kekayaan jenis rempah Indonesia tak hanya dipandang sebagai keanekaragaman rasa untuk menciptakan berbagai kuliner terbaik, tetapi memiliki pandangan yang baik pula dari sisi sains. 

Sebut saja kari Aceh yang menggunakan lebih dari 20 jenis rempah di dalam satu menunya. Tak heran apabila makanan tradisional yang kaya rempah jauh lebih sehat daripada makanan cepat saji. 

Makanan fermentasi alami pun rupanya memberikan efek yang baik bagi manusia dengan menghasilkan senyawa bioaktif seperti dadih (makanan asal Sumatera Barat), tape, tempe, dan lain sebagainya. 

Dengan berbagai potensi tradisi rempah Nusantara, kita seharusnya sudah siap mengubah gaya hidup menjadi 
healthy microbiome, yakni bagaimana kita dapat lebih memberikan atensi terhadap pengolahan berbagai konsumsi pangan (makanan fermentasi lebih mengandung bakteri baik daripada yang diolah) dan varian konsumsinya. 

Prof. Inggrid mengambil filosofi 
united diversity/Bhinneka Tunggal Ika yang dimaknai dalam ilmu microbiome, yaitu semakin beragam microbiome akan semakin kuat dan baik bagi inangnya.

Wah, ternyata membicarakan keanekaragaman rempah Indonesia dan kaitannya dengan sains sungguh sangat menarik, ya! Kalau kamu ingin tahu selengkapnya, kamu bisa 
cek di sini untuk menonton siaran ulangnya. Jangan lupa mampir ke laman Microbiome Story untuk tahu kisah detail tentang microbiome di tubuhmu, ya. Happy World Microbiome Day!

Sebagai perusahaan bioteknologi yang berfokus pada riset dan teknologi microbiome, Nusantics memiliki visi untuk menjaga biodiversitas Indonesia dan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya peran microbiome, demi masa depan berkelanjutan. Nusantics sudah membuktikannya melalui beberapa riset dan inovasi di bidang microbiome, seperti mBioCoV-19 dan BioSaliva, juga Covid Air-Testing yang pernah dilakukan bersama Cinema XXI bulan Maret silam. Kunjungi situs webnya di sini untuk informasi lebih lanjut.