• Home
  • Blog

share

Selain Covid, Dapatkah Teknologi mRNA Membuat Vaksin Lain?

8 Oct 2022

Selain Covid, Dapatkah Teknologi mRNA Membuat Vaksin Lain?

Pandemi Covid-19 mendesak industri kesehatan untuk berinovasi dari segi layanan dan pengobatan. Kebutuhan akan pengobatan dan vaksin sangat genting dan membuat para ilmuwan dan tenaga kesehatan harus berlomba dengan virus.

Setelah beberapa bulan dinyatakan pandemi global, muncul beberapa perusahaan bioteknologi menawarkan vaksin untuk membangun kekebalan tubuh masyarakat dalam melawan virus dan menekan angka kematian. 

Salah satu di antaranya adalah vaksin dengan teknologi baru, yaitu vaksin mRNA, yang diproduksi oleh BioNTech dan Moderna. Dari sini, mRNA menjadi dikenal secara luas oleh masyarakat.

Terbukti efektif dalam mengurangi tingkat keparahan gejala dan menekan angka kematian, apakah teknologi mRNA dapat digunakan untuk membuat vaksin lainnya?

Cara Kerja Teknologi Vaksin mRNA


Sebelum dikembangkan untuk vaksin SARS-Cov-2 atau Covid 19, awalnya teknologi 
messenger ribonucleic acid (mRNA) telah lama diteliti untuk terapi berbagai jenis kanker dan mencegah penyakit menular lainnya.

Secara umum, teknologi yang biasanya digunakan dalam membuat vaksin adalah dengan menggunakan mikroorganisme (bakteri, virus, atau lainnya) yang sudah dilemahkan atau tidak aktif untuk memicu reaksi sistem imun dalam melawan penyakit.

Sedangkan teknologi mRNA berupa vaksin buatan yang dirancang untuk memicu respon kekebalan tubuh terhadap infeksi patogen tertentu.

MedlinePlus mendefinisikan antigen sebagai zat apapun yang dapat memicu sistem kekebalan tubuh memproduksi antibodi untuk melawannya. Zat ini bisa berasal dari mana saja, seperti lingkungan, kimia, bakteri, virus, serbuk sari, bahkan dapat terbentuk dari dalam tubuh. 

Mengutip laman News-Medical dan Nature Medicine, mRNA memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

1. Adaptabilitas yang Tinggi

Tidak hanya dapat dirancang menjadi antigen untuk keperluan vaksin, mRNA juga dapat dirancang seperti antibodi, sitokin, dan protein lainnya yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh. Hal ini membuat mRNA membuka ruang desain yang sangat luas dalam bioteknologi.

2. Minim Kontaminasi

Vaksin yang dibuat dengan teknologi tradisional memiliki kemungkinan kontaminasi dari proses pengembangan in vitro (dalam tabung atau wadah kaca).

Sedangkan mRNA dapat dikembangkan melalui proses in silico, yaitu proses studi yang melakukan simulasi dengan bantuan komputer.

3. Toksisitas Lebih Rendah

Vaksin dengan teknologi mRNA dianggap lebih rendah kemungkinan beracunnya, sebab ketika masuk ke tubuh, vaksin melalui proses seluler dan diurai dengan cepat. Vaksin mRNA memang dirancang untuk menstimulasi sistem kekebalan tubuh tanpa respon yang berlebihan.

Vaksin mRNA juga tidak infeksius, tidak seperti jenis vaksin yang tidak aktif atau dilemahkan. Selain itu, mRNA juga tidak menggunakan vektor virus sebagai perantara, yang memiliki risiko penggumpalan dan imunitas anti-vektor.

Sementara itu, vaksin mRNA juga memiliki berbagai keterbatasan, misalnya:

  • Memerlukan penyimpanan yang sangat dingin, sehingga mempersulit logistik.

  • Isu keamanan yang muncul setelah vaksin Covid-19, seperti timbulnya kasus myocarditis (inflamasi dinding jantung) dan pericarditis (pembengkakan atau iritasi di jaringan jantung), sehingga membutuhkan pengawasan lebih lanjut.

  • Vaksin mRNA tidak terlalu stabil di dalam sel dan belum secara efisien diterjemahkan sebagai protein ketika digunakan sebagai alat perantara gen.

Vaksin mRNA Lain yang Sedang Dikembangkan


Walau memiliki beberapa keterbatasan, teknologi ini masih terus dipelajari agar lebih baik dari segala aspek, seperti efek samping yang lebih sedikit, lebih tahan dalam perjalanan, produksi protein yang lebih terkontrol, dan lain-lain.

Vaksin untuk Covid-19 merupakan salah satu produk yang berhasil dikembangkan. Nature Medicine juga memaparkan bahwa saat ini terdapat beberapa penyakit yang sedang diteliti untuk dapat dibuat vaksin atau pengobatan melalui teknologi mRNA, antara lain:

1. Influenza

Dari sekian banyak vaksin yang umum, vaksin influenza merupakan salah satu yang memerlukan peningkatan.

Tetapi membuat vaksin flu memang memiliki tantangannya tersendiri, sebab vaksin flu memerlukan perubahan yang rutin mengikuti musim.

Vaksin flu tradisional umumnya dibuat 6 bulan sebelum digunakan, sehingga pada saat masyarakat menerimanya, proteksi yang ditawarkan sudah tidak terlalu efektif dalam melawan virus yang sedang tersebar di musim tersebut.

Dengan teknologi berbasis mRNA, vaksin dapat dibuat jauh lebih cepat dan mudah dengan mengubah satu gen dengan yang lainnya menurut strain virus yang sedang musim.

Namun mendapatkan persetujuan untuk vaksin flu baru tidak seperti Covid-19. Karena sudah banyak beredar berbagai vaksin flu, vaksin baru perlu menawarkan efikasi, reliabilitas, suplai, toleransi, dan aspek lain yang jauh lebih baik.

2. Herpes

Ahli virus dari University of Pennsylvania menemukan antigen yang dapat ditargetkan untuk penyakit herpes genital. Dengan antigen ini, pengembangan vaksin untuk herpes dengan teknologi mRNA menunjukkan hasil yang menjanjikan pada tahap uji coba.

Karena hasil pengujian yang positif dalam mencegah infeksi herpes, vaksin ini kini dalam tahap uji coba klinis.

3. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Membuat vaksin untuk DBD juga termasuk sulit, sebab penyakit ini ditimbulkan oleh empat virus yang berbeda.

Para peneliti ingin menargetkan empat virus tersebut sekaligus, karena ketika seseorang terinfeksi DBD kembali oleh virus berbeda, akan cenderung mengalami gejala yang lebih parah.

Saat ini, para pengembang vaksin fokus mengoptimalkan vaksin untuk setiap virus dalam satu vaksin saja.

4. Rabies

Perusahaan lain yang juga menggunakan teknologi mRNA dalam membuat vaksin adalah CureVac, yang saat ini sudah dalam fase pertama uji klinis untuk vaksin rabies.

5. Kanker

Sebelum pandemi Covid-19, BioNTech berusaha mengembangkan vaksin untuk kanker. Ada dua pendekatan yang digunakan untuk pengembangan vaksin ini.

Pendekatan pertama adalah dengan memperkenalkan sistem kekebalan dengan antigen tubuh itu sendiri. Pada sel normal dan sehat, antigen ini tidak aktif, tetapi akan aktif ketika ada kanker. Di sini, vaksin akan memicu penyerangan pada sel-sel yang membawa antigen tersebut.

Untuk indikasi kanker, BioNTech menggunakan komputer untuk mengidentifikasi antigen yang paling banyak ditemukan di banyak pasien. Dari penelitian ini, pada kasus Melanoma (kanker kulit), telah ditemukan empat antigen yang hadir pada lebih dari 90% pasien. Vaksin yang menargetkan empat antigen ini sedang dalam uji klinis.

Pendekatan lain yang digunakan adalah merancang vaksin yang unik untuk setiap individu berdasarkan mutasi sel kankernya. Menggunakan teknologi mRNA, metode ini membuat vaksin yang berisi multi-valen dan multi-mutasi dalam empat minggu untuk setiap pasien.

Pendekatan ini membawa optimisme besar setelah 7 dari 10 orang pasien kanker dan tumor menunjukkan kemajuan positif, dengan 2 orang di antaranya tidak lagi memiliki tumor.

Tetapi saat ini vaksin untuk kanker masih memiliki perjalanan panjang sebelum akhirnya dapat digunakan secara luas.

 

Selain beberapa penyakit yang disebutkan di atas, masih ada puluhan infeksi lainnya yang sedang diteliti untuk dibuat vaksinnya, seperti HIV, malaria, tuberkulosis, dan hepatitis C.

Inovasi bioteknologi seperti mRNA masih merupakan langkah awal bagi dunia kesehatan. Inovasi mRNA tentunya membuka banyak pintu menuju pengembangan vaksin yang lebih efisien, cepat, dan efektif.

Suka tidak suka, manusia dan makhluk hidup lainnya hidup berdampingan dengan virus, bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya. Kumpulan mikroorganisme ini, yang biasa dijuluki sebagai microbiome, sebagian memang dapat membuat kita sakit, tetapi banyak pula di antaranya yang membawa manfaat bagi kehidupan dan menjaga keseimbangan.

Jadi, jika kamu ingin mengetahui lebih lanjut seputar microbiome dan bioteknologi, jangan ragu mampir ke Nusantics Blog dan mengikuti akun-akun media sosial Nusantics, ya!

 


Referensi:

  • Antigen. medlineplus.gov/ency/article/002224.htm. Accessed 6 Nov. 2022.

  • “How mRNA Vaccines Might Help Treat Cancer.” National Cancer Institute, 20 Jan. 2022, www.cancer.gov/news-events/cancer-currents-blog/2022/mrna-vaccines-to-treat-cancer

  • LaTourette, Philip C., et al. “Protection Against Herpes Simplex Virus Type 2 Infection in a Neonatal Murine Model Using a Trivalent Nucleoside-modified mRNA in Lipid Nanoparticle Vaccine.” Vaccine, vol. 38, no. 47, Elsevier BV, Nov. 2020, pp. 7409–13. https://doi.org/10.1016/j.vaccine.2020.09.079.

  • Lomte, Tarun Sai. “Beyond COVID-19: The Potential Future Applications of mRNA Vaccines.” News-Medical.net, 6 July 2022, www.news-medical.net/news/20220706/Beyond-COVID-19-the-potential-future-applications-of-mRNA-vaccines.aspx.

  • May, M. “After COVID-19 Successes, Researchers Push to Develop mRNA Vaccines for Other Diseases.” Nature, 31 May 2021, www.nature.com/articles/s41591-021-01393-8.

  • Sahin, Ugur. “An RNA Vaccine Drives Immunity in Checkpoint-inhibitor-treated Melanoma.” Nature, 29 July 2020, www.nature.com/articles/s41586-020-2537-9.

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Agnes Octaviani