• Home
  • Blog

share

Microbiome dan Perkembangan Bayi

24 Apr 2020

Microbiome dan Perkembangan Bayi

Hai semua! Sebelum aku bercerita, sebagai seorang ibu dari bayi yang dilahirkan caesar dalam kondisi gawat janin pula, aku harus disclaimer nih bahwa setiap ibu pasti punya perjuangannya masing-masing dan tulisan ini tidak untuk “mengecilkan” sesama ibu-ibu lainnya.

Sesungguhnya, ini merupakan defining moment bagi aku untuk memperjuangkan Nusantics yang sekarang. Begini cerita pengalaman kehamilan dan melahirkan anak pertamaku....

Sewaktu kehamilan, Alhamdulillah  aku merasa sangat fit ~  tidak ada mabuk, jalan kaki, naik ojek, naik bajaj, nyetir mobil, sampai lari-lari juga masih bisa. Goal waktu itu adalah badan extra fit, lentur, supaya bisa melahirkan normal kan ya…  Tapi, tidak disangka dua hari menjelang kelahiran, entah kenapa aku tiba-tiba diserang flu yang lumayan parah. Besok paginya, langsunglah aku dan suami mendaftarkan diri ke UGD salah satu RSIA Jakarta. 

Awalnya di cek kandungannya masih oke, terus di cek sudah bukaan dua. Terus, masuk ke ruang observasi, terus naik bukaannya, makan nasi tim dan nasi soto juga masih kalap. Tapi menjelang sore, badan menggigil, demam, batuk-batuk dan mulai sulit bernafas. Alhasil, aku dirujuk untuk rawat inap. Tiap 2 jam detak jantung janin dimonitor terus sampai akhirnya menjelang jam 2 pagi, detak jantung bayi mulai tidak beraturan, dinyatakan gawat janin, dan terpaksa C-Section alias operasi caesar. Bye bye impian melahirkan normal. Alhamdulillah meskipun pas dilahirkan bayiku biru dan diam, si bayi akhirnya menangis dan dibawa ke NICU (hiks..).

Bayiku yang lahir dengan operasi caesar itu awalnya punya kulit yang merah-merah eczema gtu, kasian banget liatnya. Belum lagi, tiap mau pup tampak tersiksa. Mana ibunya dipaksa minum antibiotik biar demamnya cepat turun.. Duh. Nah sebagai ibu baru, kalau bayinya kenapa-kenapa, kebayang kan siapa yang disalahkan? Tentu saja aku terbayang segala macam kenyinyiran tak berdasar seperti “Kamu pasti ASI nya tidak berkualitas”, “Percayakan saja sama susu formula”, “Ini harusnya ASI nya kental”, “Apalagi ditinggal berkarir, kualitas ASI nya pasti rendah”. Aahh...

Di satu sisi, aku nggak terima deh. Diet udah diupayakan macam-macam katering sehat dan emang doyan makan juga. Di sisi lain, nggak mau juga kan anaknya sakit hanya karena Ibunya gengsi hahaha. Jadi yang aku lakukan adalah membuka Google Scholar dan minta temen-temen yang masih kuliah untuk download beberapa jurnal ilmiah yang tidak bisa aku akses sendiri. Berbekal dengan skil kepo tingkat tinggi,aku mencari jawaban dari pertanyaan mendasar “ Apa yang ada di ASI tetapi tidak ada di Susu Formula” dan “ Apa perbedaan kesehatan dan tumbuh kembang antara bayi yang lahir normal dengan bayi yang lahir via C-Section”. Disini aku hanya mau membaca tulisan-tulisan di jurnal terpercaya.

Kepo baca jurnal ilmiah membawaku pada satu project yang dirilis di Jurnal Nature: Human Microbiome Project 
[1]. By the way, Nature itu bisa dikatakan jurnal akademik nomor satu di dunia. Apa hasilnya….. ternyata kita manuasia itu bukan “seorang” manusia tapi lebih tepatnya suatu “ekosistem atau superorganisme”. Mengapa demikian? Karena jumlah sel microbiome (bakteri, jamur, dan virus) yang ada di tubuh kita itu mencapai 10x lebih banyak ketimbang sel manusia kita sendiri. Jadi bagi si microbiome, tubuh kita itu adalah “bumi” mereka. Nah loh. 

Kemudian bagaimana dengan microbiome pada bayi? Jadi ternyata, berdasarkan artikel akademik lainnya 
[2], skin microbiome pada kulit bayi yang dilahirkan dengan cara normal jauh berbeda dengan yang dilahirkan melalui operasi caesarMicrobiome kulit bayi yang dilahirkan dengan cara normal kaya akan spesies bakteri unik yang hidup di jalur lahir Ibu seperti Lactobacillus. Sementara, microbiome kulit bayi caesar mirip dengan microbiome kulit orang dewasa yang terdiri atas spesies unik seperti StaphylococcusStreptococcus dan Propionibacterium species. Staphylococcus itu ditemukan di hampir semua penderita eczema sementara Propionibacterium itu salah satunya P.Acnes, yang berhubungan dengan jerawat. Setelah baca ini aku langsung jleb sih, kasihan, pantes aja anakku rentan eczema.

Bukan cuma skin microbiome bayi yang bikin aku wow.. Gut microbiome atau microbiome pada pencernaan bayi lebih membelalak mata lagi. Jadi ternyata, ada beberapa spesies unik yang PENTING banget buat perkembangan bayi, salah satunya Bifidobacterium Infantis atau disingkat B.Infantis. Jadi, ada artikel ilmiah lagi yang menyatakan bahwa dysbiosis (baca tulisan aku tentang dysbiosis disini), atau kurangnya spesies seperti B.Infantis pada usus bayi dapat meningkatkan resiko beberapa penyakit seperti kolik, gangguan imunitas, asthma, alergi, obesitas 
[3]. Haduh, bahkan resikonya bisa mengintai seumur hidup. Baiiik…

Bagaimana cara memilihara B.Infantis dan spesies penting lainnya? Itu pertanyaan aku waktu itu. Ternyata, si B.Infantis ini hanya bisa mencerna satu makanan yaitu HMO atau Human Milk Oligosaccarides dimana si HMO ini CUMA ADA DI ASI!. Terus apa kabar dengan susu formula? Kalau tidak bisa dicerna oleh B.Infantis trus apa kabar? Mana kandungan gulanya tinggi.. Pantes aja pas transisi dari ASI ke susu formula sering disertai kembung, sembelit, bau, atau pup hijau khas alergi. Rupaya ada hubungannya dengan dysbiosis microbiome usus bayi. Sebagai manusia yang waktu bayi kenyang dengan sufor, aku benar-benar menyadari keterbatasan manusia dalam berinovasi. 

Pernyataan “We know nothing” itu benar-benar menancap di hati deh. Bayangin aja ya, jaman dulu saat susu formula didesain, manusia masih jauh dari teknologi genomics. Kita tidak tahu kalau badan kita ini setengahnya microbiome! Akibat ketidaktahuan itu, manusia berinovasi dalam asumsi sempit / seadanya dan puluhan tahun kemudian, kita sadar kalau selama ini kita justru berpotensi “merusak” anugrah yang sudah kita miliki. Ini aku bukan anti susu formula yaa.. RnD susu formula juga banyak yang sedang melakukan riset lanjut untuk menjaga keberagaman microbiome usus bayi. Tapi poin aku adalah, sebagai manusia, bisa jadi selama ini kita kelewat pede dan pada akhirnya jadi merusak. Padahal, we know nothing!


Oke, setelah memahami dua hal penting diatas dan divalidasi dengan buku-buku dan jurnal ilmiah lainnya, aku makin yakin kalau ASI benar-benar harus diperjuangkan. Terserah deh mau rempong bawa pompa ASI dan perlengkapannya kemana-mana. This could be the greatest gift for my baby!

Jadi ibu-ibu dan para calon Ibu, mari kita hidup lebih sehat, saling menyemangati untuk memberikan yang terbaik untuk bayi kita. Mari juga kita berikan masukan positif kepada jajaran pengusaha untuk melengkapi fasilitas ruang pompa asi dan penyimpanan ASI yang sesuai standard kualitas dan berikan aksesnya ke semua ibu menyusui tanpa kecuali.

Balik lagi ke “we know nothing”, disini saya benar-benar mempertanyakan sebuah pertanyaan fundamental. Sebenarnya apakah problem solving berbagai industri itu sudah tepat belum? Apakah mindset “mengobati” masalah masih relevant? Untuk gangguan kesehatan seputar microbiome (bacteria, virus, jamur), sebenarnya akar masalahnya ada di ketiadaan spesies yang menggeser keseimbangan, atau akibat “invasi” suatu spesies? Saya belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Tapi yang saya pahami, itu benar adanya dan mengenal diri sendiri dan microbiome yang hidup di diri kita lebih penting ketimbang mencari apa produk terbaik untu kita.

Bocoran: Saat Nusantics pertama kali presentasi ke calon investor, judul presentasi kami adalah.. 


“We know nothing”.

 
Referensi:

[1] https://www.nature.com/articles/s41586-019-1238-8
[2] https://www.nature.com/articles/d42859-019-00010-6
[3] https://www.nature.com/articles/s41390-019-0533-2

 

 

Writer: Sharlini Eriza Putri

Editor: -