• Home
  • Blog

share

Mengenal Anthropocene Dynamics, Manusia sebagai Penggerak Perubahan Lingkungan

11 Jan 2021

Mengenal Anthropocene Dynamics, Manusia sebagai Penggerak Perubahan Lingkungan

Sebagai makhluk yang diberikan kelebihan akal dan pikiran dibanding makhluk hidup lain, apapun yang dikerjakan manusia bisa berdampak besar pada lingkungannya. Inilah yang menjadi konsep Anthropocene.

Jejak kaki manusia di bumi meningkat dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kini kita memasuki era baru yang disebut 
Anthropocene, di mana manusia menjadi salah satu penggerak besar perubahan lingkungan.

Anthropocene adalah era baru di mana manusia membentuk setiap aspek biosfer. Artinya, manusia sekarang menyaingi kekuatan alam dalam membentuk fungsi, proses, dan dinamika sistem bumi.

Perdagangan, keuangan, migrasi manusia, urbanisasi, perkembangan teknologi dan komunikasi semakin menghubungkan manusia dan sistem penyokong hidup di lokasi geografis yang lebih jauh lagi. Kecepatan, ukuran, dan tingkat di mana interkonektivitas ini bermain belum pernah ada sebelumnya dan sangat kompleks.

Menurut 
Stockholm Resilience Centre, implikasi transformasi yang digerakkan manusia terhadap biosfer bumi memiliki sangkut paut dengan biodiversitas global, persebaran spesies, fungsi ekosistem, siklus air, dan iklim.

Berdasarkan pengetahuan terbaru terkait ancaman ke biodiversitas, disebutkan bahwa tingkat kepunahan bisa segera naik setidaknya lima kali lipat lebih tinggi dibanding yang sudah terjadi sebelumnya. Mengerikan!

 

Ancaman Anthropocene terhadap Keanekaragaman Hayati

Ancaman Anthropocene terhadap Keanekaragaman Hayati


Menurut Living Planet Report 2016 tentang ancaman manusia yang memengaruhi lebih dari 3.000 populasi vertebrata liar, ada lima pengaruh paling besar manusia terhadap biodiversitas, yakni:
 

1. Eksploitasi berlebihan, atau perburuan untuk rekreasi atau olahraga


Dua atau tiga generasi trophy-hunting (berburu untuk rekreasi atau olahraga) secara intens menyebabkan penurunan genetik dari panjang biri-biri tanduk besar (Ovis canadensis) sebanyak 2,6 cm. Selama periode tersebut, biri-biri berusia 4-6 tahun menghadapi 40% kemungkinan ditembak selama musim berburu berikutnya.

Penurunan genetik ini hanya bisa berhenti setelah ada perubahan dalam peraturan berburu yang mengurangi intensitas perburuan.

 

2. Perubahan habitat, termasuk meningkatnya fragmentasi dan modifikasi habitat


Hilangnya habitat, modifikasi penggunaan lahan, degradasi dan fragmentasi (pemecahan) petak habitat, serta bertambahnya jejak infrastruktur manusia mengurangi ukuran populasi dan mengganggu keterhubungan antarpopulasi.

Perubahan habitat juga memengaruhi persebaran dan aliran gen yang memiliki implikasi signifikan terhadap dinamika mikroevolusi (perubahan frekuensi gen dalam populasi).

 

3. Perubahan iklim


Perubahan iklim yang terjadi belakangan ini berpengaruh besar terhadap ekosistem alam dan menghadirkan rangkaian baru penggerak selektif. Contohnya, lapisan es kini membatasi akses terhadap makanan pada beberapa vertebrata di ekosistem kutub utara tinggi.

Sementara itu, di selatan, musim semi yang lebih ringan memperlama periode pertumbuhan tanaman sehingga menimbulkan kelimpahan makanan.

 

4. Spesies invasif


Mikroevolusi (penjelasan di atas) bisa mempercepat invasi. Selain itu, spesies invasif yang baru-baru ini diperkenalkan memaksakan tekanan selektif baru terhadap spesies asli di alam liar. Contohnya adalah invasi kodok tebu (Rhinella marina) di Australia. Invasi ini dicirikan dengan evolusi pertumbuhan dan kecepatan persebaran spesies invasif sekaligus perubahan perilaku dan morfologi populasi asli.
 

5. Polusi


Peneliti berpendapat bahwa karena tekanan seleksi terkait polusi melibatkan zat kimia baru, kemampuan beradaptasi yang sudah ada sebelumnya terhadap polusi jadi tidak memungkinkan. Jika ini benar, spesies yang bertahan di lingkungan yang tercemar cenderung menunjukkan adaptasi lokal terhadap kondisi baru tersebut.

Manusia memiliki potensi untuk menyebabkan mikroevolusi di populasi liar. Kegiatan manusia sekarang memengaruhi mortalitas dan jadwal reproduksi banyak spesies.

Jika populasi menghadapi perubahan yang sangat drastis, mereka mungkin tidak dapat mengimbangi melalui respons ekologis terhadap kondisi baru, mengalami penurunan reproduksi dan kelangsungan hidup, dan akhirnya punah kecuali mereka bisa beradaptasi genetik secara cepat.

Proses di mana adaptasi genetik terjadi cukup cepat bagi spesies untuk mengatasi kondisi lingkungan baru dan mencegah kepunahan dikenal sebagai penyelamatan evolusioner (
evolutionary rescue). Eksperimen laboratorium dalam mikrokosmos menunjukkan bahwa dalam populasi besar ragi, penyelamatan evolusioner membutuhkan waktu selama kira-kira 25 generasi. Lama sekali, ya?
 

Pentingnya Pemahaman akan Dampak Anthropocene

Pentingnya Pemahaman akan Dampak Anthropocene


Manusia dianggap sebagai salah satu kekuatan selektif besar yang membentuk sifat-sifat spesies, sehingga seringkali menyebabkan perubahan fenotip (ciri lahiriah) lebih cepat dibanding banyak penggerak alami lain. Menurut penelitian yang dimuat di jurnal BMC Biology, perubahan sifat yang digerakkan manusia pun sudah terlihat di seluruh dunia.

Memahami bagaimana populasi merespons terhadap tekanan selektif yang disebabkan manusia sangat penting bagi ilmu pengetahuan maupun pengambilan kebijakan. Sebab, kegiatan kita berdampak pada ekologi dan evolusi spesies liar dan pada akhirnya kegigihan mereka, sehingga membahayakan servis ekosistem yang penting. 

Hidup di era 
Anthropocene berarti makhluk hidup dan lingkungan akan mengalami proses evolusi baru dan bahkan menghadapi jenis-jenis risiko baru. Ini bisa berimplikasi luas terhadap pemahaman serta navigasi ketahanan dan keberlanjutan global.

Sebagai perusahaan bioteknologi yang bertanggung jawab, Nusantics berupaya berkontribusi melestarikan bentuk kehidupan bumi dan menopang umat manusia dengan melestarikan keanekaragaman hayati 
microbiome. Fokus aktivitas Nusantics adalah penelitian seputar microbiome yang dapat membantu menyelesaikan berbagai persoalan, mulai dari masalah sehari-hari sampai masalah lingkungan secara global.

Referensi:

Writer: Fitria Rahmadianti

Editor: Serenata Kedang