• Home
  • Blog

share

Haruskah Kita Soap-Free untuk Punya Kulit Sempurna?

16 Jun 2021

Haruskah Kita Soap-Free untuk Punya Kulit Sempurna?

Saat ini para ilmuwan dan berbagai produsen produk perawatan kulit semakin menyadari pentingnya peran bakteri yang hidup di kulit manusia, termasuk memakan minyak alami dan keringat kita. 

Sekumpulan bakteri dan berbagai mikroorganisme lain seperti virus, jamur, dan archaea yang hidup pada tubuh manusia ini biasanya disebut sebagai 
microbiomeMicrobiome diketahui memiliki manfaat untuk kesehatan kita, termasuk kulit.

Di kulit yang mengalami banyak jerawat, juga diketahui memiliki ketidakseimbangan 
microbiome, dengan komposisi bakteri Cutibacterium acnes yang lebih banyak, yang memakan minyak kulit alami. 

Tetapi sekali lagi, para peneliti masih belum yakin apakah bakteri menyebabkan jerawat atau jumlahnya meningkat akibat produksi minyak kulit yang berlebih, kondisi umum yang terdapat pada kulit berjerawat.

Namun, ternyata 
oh ternyata, kebiasaan bersih-bersih yang setiap hari kita lakukan juga ikut menyingkirkan microbiome kulit yang menguntungkan, sehingga membuat kulit menjadi lebih berminyak, kering, dan lebih berisiko terpapar infeksi!

Tidak heran saat ini semakin banyak gerakan untuk mengurangi pemakaian sabun konvensional yang keras dan air hangat yang telah menjadi kebiasaan masyarakat, serta membiarkan 
microbiome alami melakukan pekerjaannya.

Baca Juga: Apakah Terlalu Bersih Berdampak Baik untuk Kesehatan Kulit?
 

Sabun dan Skin Barrier

sabun dan skin barrier


Belakangan ini, muncul gagasan untuk menghindari sabun dengan alasan menjaga dan meningkatkan microbiome yang bermanfaat. Tujuannya, untuk meningkatkan jumlah microbiome komensal (tidak merugikan) dan mencegah bakteri patogen (merugikan) semakin berkembang karena kurang nutrisi.

Dikutip dari wawancaranya untuk 
Elemental, Tamia Harris-Tryon, seorang asisten profesor dermatologi di Universitas Texas Southwestern Medical Center, menyarankan untuk lebih fokus terhadap kesehatan skin barrier, lapisan kulit luar yang melindungi kamu dari lingkungan dan berhubungan erat dengan microbiome.

Penelitian berjudul 
The effect of washing and drying practices on skin barrier function menunjukkan bahwa mandi dengan sabun dan mengeringkan tubuh dengan handuk memberikan efek merusak yang signifikan terhadap fungsi skin barrier

Terdapat bukti yang menunjukkan efek kumulatif mungkin dapat muncul yang meningkatkan kerusakan ketika frekuensi mandi meningkat. Penelitian ini juga mendapati mengeringkan kulit dengan menepuk-nepuk handuk juga tidak bermanfaat dalam mengurangi kerusakan
 skin barrier akibat sabun.

Baca Juga: Takut Microbiome Kulit Terganggu? Ini 7 Cara Bersihkan Wajah Tanpa Menghilangkan Bakterinya

Jika kamu menggunakan sabun yang keras, menggunakan air yang terlalu panas, dan terlalu sering mencuci kulit, kebiasaan-kebiasaan ini dapat berdampak pada skin barrier. Ketika pelindung ini rusak, microbiome yang berbeda dapat berkembang.

Harris-Tyron mengungkapkan bahwa jika kamu memiliki kulit kering, mandi sehari sekali dengan air hangat ternyata berlebihan. Bahkan, sebagian pasiennya yang memiliki berbagai masalah kulit mandi hanya dua kali seminggu. 

Harris-Tyron juga menyarankan untuk menghindari sabun yang keras dan antibakteri yang mengandung surfaktan (detergen, 
foaming agent, dan emulsifier), yang mampu meluruhkan minyak alami tubuh beserta microbiome yang tinggal di sana.

Sabun batangan secara umum adalah jenis sabun yang paling keras karena mengandung pH yang lebih basa (alkali) dibandingkan kulit normal. Sedangkan pada sabun cair dan gel, dibuat menggunakan surfaktan atau emulsifier yang lebih mendekati tingkat pH kulit manusia. Namun ketiganya dapat melarutkan dan menghilangkan minyak alami kulit yang sangat dibutuhkan tubuh.

 

Soap-Free or Not?

soap free or not?


Para peneliti sepakat bahwa sabun konvensional menimbulkan masalah kulit dan merusak komposisi microbiome alami, padahal mandi dengan air saja pada dasarnya cukup untuk membersihkan kulit dari kotoran.

Tenang saja, ini tidak berarti kamu harus berhenti menggunakan sabun sepenuhnya, 
kok. Para ahli tetap merekomendasikan mencuci tangan dengan sabun karena mencegah penyebaran dan penularan penyakit. Namun jika memungkinkan, pilihlah sabun dengan pH yang lebih rendah.

Dikutip dari 
Indian Journal of Dermatology, permukaan kulit manusia sebetulnya sedikit asam. Berbagai studi telah menunjukkan pH (potential of Hydrogen) kulit ikut meningkat seiring dengan tingkat pH pada sabun. Peningkatan pH juga dapat meningkatkan efek dehidrasi, iritabilitas, dan jumlah bakteri P. Acnes pada kulit. Selain itu, perubahan pH kulit dilaporkan berperan dalam patogenesis pada beberapa jenis penyakit kulit.

Kesimpulannya, penggunaan pembersih dengan pH sekitar 5.5 dianjurkan untuk mencegah atau merawat kulit yang sedang bermasalah. Namun sayangnya, tingkat keasaman (pH) biasanya sangat jarang disebutkan pada label produk-produk pembersih.


Baca Juga: Pengaruh Pembersih Wajah terhadap Microbiome Kulit

Dikutip dari Healthline, kamu juga punya beberapa pilihan untuk memulai gaya hidup tanpa sabun konvensional namun tetap bersih.

Pilihan pertama adalah menggunakan pembersih berbasis minyak. Tipe pembersih ini dapat menangkap debu dan sel kulit mati tanpa mengganggu 
skin barrier. Gunakan sebelum membasuh kulit dengan air, pembersih berbasis minyak biasanya dirancang dapat terbilas dengan mudah hanya dengan air.

Pilihan lainnya adalah membuat 
scrub dari bahan natural yang bisa kamu temukan di dapur. Scrub dapat membantu merontokkan kulit mati sekaligus menutrisi kulit dari bahan-bahan alami tersebut.

Jika kamu belum bisa melepas sabun seluruhnya, kamu bisa memilih sabun natural dan 
homemade yang saat ini semakin populer di dunia perawatan kulit. Sabun-sabun ini biasanya dibuat dengan bahan-bahan yang lebih lembut, berkualitas tinggi, dan bebas bahan kimia keras yang dapat merugikan skin barrier. Umumnya sabun-sabun ini memiliki label SLS-freeParaben-free, dan Silicone-free.

Jadi yang mana pilihan kamu?

Untuk mengatasi masalah kulit, kamu juga perlu merawat 
microbiome kulit kamu, misalnya dengan menggunakan produk-produk perawatan yang ramah microbiome dan tidak mengandung bahan potensi berbahaya, seperti Biome Beauty.

Selain itu, kamu juga bisa mencari tahu seperti apa 
sih komposisi microbiome di kulit wajahmu supaya bisa tahu produk perawatan yang tepat. Kamu bisa mencoba Biome Scan di Nusantics, yakni swab test yang diaplikasikan di kulit wajah kamu untuk tahu kadar hidrasi, sebum, pH, tingkat glowing, dan komposisi bakteri dan jamur. Daftar segera, ya!

Referensi:

  • Fleming, Amy. “‘I Don’t Smell!’ Meet the People Who Have Stopped Washing.” The Guardian, 12 Aug. 2019, www.theguardian.com/lifeandstyle/2019/aug/05/i-dont-smell-meet-the-people-who-have-stopped-washing.
  • Pahr, Kristi. “Why Soap Is the Least Natural Way to Clean Your Skin.” Healthline, 28 Aug. 2018, www.healthline.com/health/beauty-skin-care/is-soap-bad-for-skin.
  • Smith, Dana. “No Showers, No Soap, Perfect Skin? Meet the Bacteria Facial.” Medium, 29 Feb. 2020, elemental.medium.com/no-showers-no-soap-perfect-skin-meet-the-bacteria-facial-f5c8fa0d0cfe
  • Tarun, Jose et al. “Evaluation of pH of Bathing Soaps and Shampoos for Skin and Hair Care.” Indian journal of dermatology vol. 59,5 (2014): 442-4. doi:10.4103/0019-5154.139861
  • Voegeli, David. “The effect of washing and drying practices on skin barrier function.” Journal of wound, ostomy, and continence nursing : official publication of The Wound, Ostomy and Continence Nurses Society vol. 35,1 (2008): 84-90. doi:10.1097/01.WON.0000308623.68582.d7

Writer: Agnes Octaviani

Editor: Serenata Kedang